Mendagri desak revisi UU Ormas



JAKARTA. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menuturkan bahwa revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan dilakukan untuk memperketat seleksi Ormas di Indonesia.

Ia menegaskan, secara prinsrip tak boleh ada ormas yang anti-Pancasila atau diindikasikan anti-Pancasila dan berbau komunis.

"Konteks yang pemerintah ingin mencoba nerevisi seandainya direvisi, dalam konteks pendaftarannya kita perketat," kata Tjahjo dalam paparannya di acara diskusi di Fraksi PKS, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/2).


Ia memaparkan, saat ini terdapat sebanyak 30.397 ormas yang terdeketeksi oleh pemerintah. Sedangkan yang terdaftar di Kemendagri adalah 287 ormas.

Di tingkat provinsi, ada 2.477 ormas tak berbadan hukum, namun diberikan surat keterangan terdaftar oleh Pemda.

Sementara di Kementerian Hukum dan HAM tercatat ada sebanyak 301.760 ormas berbadan hukum.

Kementerian Luar Negeri juga mendata, terdapat 66 ormas didirikan oleh warga negara asing. Jumlah ormas yang tak terdaftar, kata Tjahjo, jauh lebih banyak.

Apalagi, syarat mendaftarkan ormas saat ini cukup mudah. Bahkan bisa dilakukan secara online.

Meski keberadaannya menjamur, Tjahjo mengakui sulit untuk membubarkan ormas. Tahapannya mesti melalui pemberian peringatan dalam beberapa tahap, hingga masuk pengadilan.

"Kecuali (membubarkan) ormas sesat, gampang. Kalau tidak, hanya karena satu-dua oknum atau pengurusnya teriak-teriak anti-Pancasila. Itu tidak bisa. Membubarkan ormas itu sulit," tuturnya.

Adapun pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, pemerintah baru melarang satu ormas, yaitu Gafatar karena jelas ditolak oleh seluruh elemen masyarakat.

Tjahjo menjelaskan, revisi UU Ormas nantinya dilakukan agar Kemendagri, Kemenkumham dan Kejaksaan dapat membekukan atau melarang ormas berkegiatan jika tak memiliki izin atau pendaftarannya tak sesuai mekanisme.

"Jadi pendaftaran, pengawasan, sanksi, ini yang saya kira kalau teman-teman fraksi di DPR sepakat untuk revisi, dengan syarat pendaftarannya harus clear. Jangan disusupi asing," tutur Politisi kelahiran Surakarta, Jawa Tengah itu.

Namun, revisi UU Ormas tak lantas merupakan pengebirian hak berserikat berkumpul dan mengemukakan pendapat, melainkan mengatur agar jika ada kritik tetap dilakukan sesuai aturan.

"Ormas tidak harus dia mendukung setiap kebijakan pemerintah. Ada yang sifatnya sosial, ada yang mengritik. Enggak masalah. Asal sesuai mekanisme yang ada," ucap Tjahjo. (Nabilla Tashandra)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia