Mendagri: Sengketa Pilkada sebaiknya ditangani MA



JAKARTA. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyarankan agar penanganan perkara sengketa perolehan suara hasil pemilihan kepala daerah baik dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA).

"Menurut kami memang lebih baik di MA, banyak pertimbangan kenapa tetap di MA. Kalau MA keberatan dengan pertimbangan pengalaman di MK sebelum-sebelumnya, ya wajar saja," kata Tjahjo di Gedung Kementerian Dalam Negeri Jakarta, Kamis (12/2).

"Tapi, apa pun itu, lembaga penyelesaian sengketa harus ada karena selisih satu suara saja bisa jadi sengketa," tambah dia.


Proses penyelesaian sengketa pilkada menjadi salah satu poin yang direvisi dalam Undang-Undang No.1/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.

Tentang keberatan MA menyelesaikan perkara sengketa pilkada, Tjahjo mengatakan bahwa kekhawatiran tersebut bisa diatasi bersama.

Sebelumnya, juru bicara MA Suhadi menyatakan, MA telah meminta DPR mengembalikan mandat tugas penyelesaian sengketa hasil pilkada ke Mahkamah Konstitusi (Baca: MK Diminta Kembali Tangani Sengketa Pilkada). MA beralasan para hakimnya sudah terbebani dengan perkara reguler, yang dalam satu tahun bisa mencapai 14.000. Ia khawatir terjadi penumpukan perkara jika hakimnya juga harus menangani sengketa pilkada.

Sebaliknya, Tjahjo menyatakan bahwa MA punya cukup hakim untuk menangani perkara sengketa pilkada. "Kalau alasannya karena ketidakmampuan hakim, saya rasa tidak, karena hakim di daerah cukup. Kalau alasannya ketakutan akan kerusuhan sehingga mengorbankan kantor pengadilan, juga tidak, karena selama ini hanya tiga atau empat (daerah). Jangan sampailah (ada kerusuhan)," katanya.

Politisi PDI Perjuangan itu menilai hakim-hakim MA di daerah memiliki kompetensi menangani sengketa pilkada. Dengan menyatakan enggan mengemban amanat menangani sengket pilkada, Tjahjo menilai banyak hakim sengaja tidak ingin lolos uji coba seleksi hakim sengketa pilkada.

"Misalnya tempo hari MA sudah uji coba, ada tes khusus, yang katanya hanya satu orang yang lolos. Itu tidak mungkin, yang lain pasti sengaja tidak meloloskan diri karena takut seperti pengalaman MK dulu," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie