Mendagri tepis kepala daerah terjaring OTT karena biaya Pilkada



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menepis alasan banyaknya kepala daerah terkena operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilatarbelakangi penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang membutuhkan biaya mahal.

Walapun dalam sejumlah kasus OTT, seperti di Kabupaten Subang (Jabar), Jombang (Jatim), atau Ngada (NTT), ada indikasi pada biaya politik pemilihan, Tjahjo meminta agar hal itu tidak dikaitkan dengan pelaksanaan Pilkada. Sebab kejadian itu merupakan masalah mental masing-masing kepala daerah.

“Kepala daerah, pastinya sudah paham area rawan korupsi. Namun faktanya, masih saja ada yang kena OTT. Artinya, ada yang tidak mau tahu itu,” kata Tjahjo, Rabu (14/2).


Mendagri menegaskan, langkah-langkah pencegahan sebenarnya sudah intensif dilakukan. Misalnya, Deputi KPK sudah datang ke Kemendagri menyampaikan aspek-aspek pencegahan korupsi. Tidak hanya itu, KPK dan Inspektorat Jenderal Kemendagri juga telah berkeliling ke daerah. Tapi, masih saja ada yang terkena OTT.

“Eh masih ada kayak Banten dan Sumut (Sumatra Utara),” ungkap Tjahjo.

Lanjut Tjahjo, Presiden juga berulang kali mengingatkan, agar semua kepala daerah hati-hati. Ia mengemukakan, sering kepala negara mengumpulkan para pemimpin di daerah, untuk hati-hati dalam mengelola keuangan negara.

“Dikumpulkan oleh Bapak Presiden, masih ada saja. Saya sebagai saudara, sebagai mitra kerja, saya terpukul juga. Banyak orang melihatnya ke saya," tutur Tjahjo.

Kata Tjahjo, Presiden Jokowi tidak bosan-bosannya mengingatkan. Beberapa kali dikumpulkan untuk diberi arahan soal pentingnya mencegah korupsi. “Di ceramahi hati-hati. Pengarahan di depan seluruh gubernur, bupati, wali kota. Terakhir, jam empat sore selesai, jam enam sore ketangkep. Ya gimana, enggak bisa disalahkan, tapi setidaknya ini menurut saya harus hati-hati. Jual beli jabatan, masalah tender, hati-hati,” kata Tjahjo.

Mendagri menjelaskan, setiap ada OTT, ia selalu melapor kepada Presiden jika sudah ada keterangan resmi atau menerima surat resmi dari KPK. “Saya lapor kepada Pak Mensesneg, setelah ada surat. Itu dasarnya,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini