Mendagri tetap ingin presidential threshold 20%



JAKARTA. Poin presidential threshold yang masih mengganjal Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu masih harus dimusyawarahkan kembali oleh Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu. Pasalnya belum ada kesepakatan mengenai jumlah presidential threshold dalam internal pansus. Selain itu, pemerintah juga masih bersikeras dalam sikap jumlah ambang batas presiden ini. Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo menyatakan pemerintah tetap dalam sikap menginginkan jumlah presidential threshold sebesar 20%. Ia bilang, pemerintah tak akan berkompromi untuk angka tersebut dengan mengalah pada jalan tengah di kisaran 10% atau malah di angka 0%. "Sepanjang ada jalan baik, mengapa harus pakai jalan tengah," kata Tjahjo usai rapat dengan Pansus RUU Pemilu di DPR RI, Senin (19/6). Tjahjo bilang, pemerintah optimistis keputusan presidential threshold oleh Pansus RUU Pemilu akan di angka 20% sesuai dengan keinginan pemerintah. Ia bilang, pemerintah terus melakukan lobi agar angka yang diinginkan pemerintah bisa disepakati Pansus RUU Pemilu. "Kita harus optimistis, masalah endingnya bagaimana, kita lakukan lobi terus," ujarnya. Sikap pemerintah yang masih bersikeras pada angka presidential threshold sebesar 20%, kata Ketua Pansus RUU Pemilu, Lukman Edy bisa berdampak pada deadlock. Jika sampai pada sidang paripurna tanggall 29 Juli 2017 belum ada kesepakatan di tingkat Pansus ataupun pada sidang paripurna mengenai poin-poin krusial maka akan berdampak banyak hal. Politisi Partai Kebangkitan Bangsa ini bilang, Pemilu serentak 2019 akan menggunakan undang-undang pemilu yang sebelumnya, atau akan diterbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pemilu 2019. "Misalnya belum ada keputusan maka rancangan undang-undang ini bisa batal karena sudah empat kali masa sidang," katanya. Menurut Lukman Edy, secara sistem pilihan keputusannya hanya dua. Pertama, Pansus RUU Pemilu mengikuti keinginan pemerintah dengan besaran ambang batas 20%, atau Pansus RUU Pemilu ini didorong untuk diputuskan pada sidang paripurna. Lukman Edy mengakui, pemerintah tak menginginkan poin-poin krusial tersebut dibawa ke sidang paripurna. Pasalnya jika dibawa ke paripurna dengan sistem pengambilan suara voting, pemerintah merasa tidak boleh akan menolak. "Jika sudah dibawa voting di sidang paripurna pemerintah tidak bisa menolak," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Hendra Gunawan