Mendagri: Waktu revisi UU Pilkada tak tepat



JAKARTA. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menilai revisi undang-undang tentang pemilihan kepala daerah dan undang-undang partai politik yang diusulkan DPR tidak tepat. Terlepas dari substansi materi yang direvisi, Tjahjo menilai waktu revisi kedua UU itu tidak pas karena terlalu mepet dengan pelaksanaan pilkada serentak.

"Kami keberatan bukan pada aspek materinya, tetapi waktunya," kata Tjahjo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/5).

Hal tersebut disampaikan Tjahjo sebelum membahas rencana revisi UU Pilkada dan UU Parpol bersama pimpinan DPR dan Komisi II DPR. Tjahjo mengatakan, pemerintah akan mendengarkan terlebih dahulu argumentasi DPR yang hendak melakukan revisi. Namun, pemerintah khawatir bahwa revisi ini akan mengganggu tahapan pilkada serentak yang sudah terjadwal dengan baik.


"Nanti kalau menjadi melebar nanti bisa menganggu pilkada serentak yang jadwalnya mepet sekali bulan Desember (2015)," kata Politisi PDI-Perjuangan tersebut.

Ia mengatakan, ketika RUU Pilkada dan RUU Parpol masih dibahas di tingkat panitia kerja DPR, pemerintah setuju dengan usul Komisi II yang ingin merevisi sejumlah poin guna menguatkan peran KPU dan Bawaslu. KPU diberi wewenang untuk menyusun peraturan KPU asal tidak bertentangan dengan UU. Tjahjo yakin bahwa peraturan yang saat ini disusun KPU tidak akan merugikan parpol yang sedang berselisih.

"Saya rasa Ketua KPU sangat bijak mengakomodir kepentingan parpol yang terlibat langsung di dalam pilkada serentak," ucap Tjahjo.

Sebelumnya, KPU telah menyetujui draf peraturan KPU mengenai parpol yang bersengketa. KPU memberikan syarat untuk parpol yang bersengketa di pengadilan harus sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau sudah islah sebelum pendaftaran pilkada.

Pada rapat antara pimpinan DPR, Komisi II DPR, KPU, dan Kemendagri, Senin (4/5) lalu, DPR meminta KPU untuk menyertakan putusan sementara pengadilan sebagai syarat untuk mengikuti pilkada. (Baca: PDI-P Tolak Revisi UU Jika untuk Layani Golkar-PPP yang Berkelahi). Namun, KPU menolaknya karena tidak ada payung hukum yang mengatur hal itu. Akhirnya, DPR sepakat untuk merevisi UU Parpol dan UU Pilkada untuk menciptakan dasar hukum baru. (Ihsanuddin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie