Mendaki Krakatau berbekal Bahasa Inggris



Perjalanan karier Irvan K Hakim terbilang lancar-lancar saja. Sejak menyelesaikan pendidikan di Universitas Indonesia (UI), Irvan langsung bergabung dengan perusahan yang berpusat di Cilegon, Banten ini. Hingga akhirnya, pada Juli 2012, Irvan terpilih menjadi Dirut PT Krakatau Steel Tbk (KRAS).

Lahir di Surabaya, 28 Mei 1964, Irvan kecil sudah bercita-cita menjadi seorang insinyur. Namun, ia belum menentukan bidang yang ingin ditekuni sampai dengan lulus Sekolah Menengah Atas (SMA). "Sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), saya sudah ingin menjadi insinyur, tapi belum tahu mau jadi insinyur apa," ujarnya kepada KONTAN belum lama ini.

Memiliki orang tua yang bergelut di bisnis properti, Irvan sempat diminta mendalami ilmu teknik sipil atau arsitektur. Namun, ia menolak karena kemampuan menggambarnya kurang bagus.


Makanya, ia sangat menghindari jurusan teknik yang ada unsur menggambarnya. "Sampai suatu saat, saya tahu ada jurusan teknik metalurgi di UI, lalu saya pilih jurusan itu karena saya kira saya tidak perlu menggambar ketika kuliah," katanya.

Masuk UI tahun 1982, dugaannya ternyata salah. Jurusan teknik metalurgi ternyata ada unsur menggambarnya juga. Bahkan, mata kuliah yang ada unsur menggambarnya itu berlangsung selama satu semester.

Kendati alergi dengan menggambar, toh Irvan lolos juga dari mata kuliah tersebut. Bahkan ia lulus dengan nilai yang cukup memuaskan pada 1987. Lulus kuliah pada 11 Agustus 1987, seperti kebanyakan fresh graduate lainnya, ia pun mulai mencari kerja. Surat lamaran pun ia layangkan ke beberapa perusahaan.

Namun, Krakatau Steel tidak ada dalam daftar perusahaan yang dikiriminya surat lamaran kerja. Pasalnya, sejak kuliah ia memang tidak pernah berminat bekerja di pabrik baja itu.

Keengganannya bekerja di Krakatau Steel muncul saat ia dan teman-teman kuliahnya berkunjung ke pabrik Krakatau Steel di Cilegon. Dalam hatinya Irvan berkata pada diri sendiri untuk tidak bakal bekerja di perusahaan itu. "Ini tempat panas sekali, kenapa ada yang mau kerja di sini, saya tidak bakal mau kerja di sini," ujar Irvan menirukan perkataannya kala itu.

Ada cerita unik dalam masa penantiannya mendapat pekerjaan. Irvan bercerita, pernah melamar di sebuah perusahaan pembuat kanvas rem mobil. Saat diwawancara, ia ditanya mengenai cita-citanya. Sebagai seseorang yang masih muda dan penuh ambisi, tanpa ragu-ragu ia menjawab ingin memiliki pabrik. "Jawaban itu merupakan kesalahan yang akhirnya mengubah arah hidup saya," tuturnya.

Menurut Irvan, lantaran jawabannya itu, ia pun ditolak bekerja di perusahaan tersebut. Pasalnya, perusahaan tidak mau memperkerjakan seseorang yang bakal menjadi pesaing di masa mendatang.

Kendati ditolak, ia tidak patah semangat. Ia pun melanjutkan tes rekrutmen di perusahaan lain. Dalam penantian, ia ditelepon oleh salah seorang dosennya.

Sang dosen meminta Irvan menghadap pejabat Krakatau Steel karena perusahaan itu tengah mencari pegawai baru yang sesuai dengan spesifikasi keahlian milik Irvan. "Saya tanya, spesifikasi apa yang dibutuhkan, lalu dosen senior itu bilang, harus bisa  bahasa Inggris," ucapnya.

Kendati pernah bertekad untuk tidak bekerja di Krakatau Steel, ia akhirnya tetap mencoba tawaran dosennya itu. Ketika tiba di kantor Krakatau Steel, Irvan diberikan brosur tentang perusahaan tersebut dan diminta menceritakan ulang isi brosur itu dalam bahasa Inggris.

Dengan kemampuan bahasa Inggrisnya yang baik, mudah saja bagi Irvan menuntaskan berbagai tugas yang diberikan kepadanya.Pada 12 Oktober 1987, ia resmi diterima dan memulai kariernya di KRAS.

Di luar dugaannya, ketika bergabung dan mulai bekerja di perusahaan itu, ia pun langsung jatuh cinta dengan pekerjaannya. Dengan bermodal dedikasi yang kuat terhadap pekerjaan, kariernya pun melesat cepat. Dalam waktu sembilan tahun mengabdi di Krakatau Steel, ia sudah menjabat level manajer.

Di level manajer, ia pernah menjabat sebagai Manajer Divisi Riset Pasar dan Manajer Divisi Penjualan Domestik II. Karirinya kembali menanjak saat menduduki jabatan sebagai General Manajer Pemasaran, General Manajer Perencanaan Produksi, Kepala Proyek pengembangan untuk Proyek Thin Slab Flat Rolling Mill (TSFRM), staf ahli, dan Asisten Direktur Utama.

Selanjutnya ia pernah menjabat Ketua Tim Pengembangan Industri Besi Baja Kalimantan Selatan. Kariernya semakin moncer saat diserahi jabatan direktur pemasaran pada 2007.

Puncaknya pada 2012 lalu, ketika ia terpilih menjadi Direktur Utama KRAS.  Kendati sibuk dengan pekerjaannya, Irvan juga tak melupakan pendidikan.

Ketika berkarier di perusahaan baja ini, ia juga berhasil menyelesaikan pendidikan Master of Business Administration dari Maastricht School of Management di Belanda, tahun 2006. Selain itu, ia juga mendapat penghargaan profesional dari institusi marketing terbesar di dunia, Chartered Institute of Marketing, University of London pada 2000.

Irvan mengaku tidak menyangka akan menduduki posisi puncak di perusahaan baja tersebut. Lantaran, ia tak pernah membayangkan menjadi orang nomor satu di perusahaan ini.

Namun, ia mengakui bila sejak awal berkarir termasuk tipe pekerja keras. Ia juga tidak pernah memilih-milih pekerjaan. Sering saat bekerja, dalam waktu yang hampir bersamaan ia mengerjakan tiga hingga empat jenis pekerjaan sekaligus. "Saya senang berpikir dan senang bicara dengan banyak topik," ujar pria yang pernah menjadi finalis Abang None Jakarta ini.

Namun kebiasaan ini tidak selamanya baik, karena pada akhir pekan pun, ia kerap memikirkan pekerjaan. Ia sama sekali tidak mau pikirannya kosong dari pekerjaan.

Menjaga keseimbangan

Irvan mengatakan, jika semua pekerjaannya sudah selesai dan ada waktu lowong, ia akan mulai menulis. Yang ditulisnya pun daftar pekerjaan para asistennya. "Saya tinggal ingat wajahnya saja, lalu saya akan ingat dia ada utang kerjaan apa saja ha...ha...ha..," katanya tertawa.

Sebagai pimpinan KRAS, banyak keputusan penting diambilnya demi membesarkan perusahaan. Salah satu terobosannya adalah mengembangkan bisnis yang sifatnya non-baja.

Tapi bukan berarti industri baja diabaikan. Asal tahu saja, kendati bisnis intinya baja, perusahaan pelat merah ini juga punya anak usaha yang bergerak di bidang non-baja.

Bahkan, sebagian pendapatan perusahaan juga berasal dari bidang tersebut, misalnya pembangkit tenaga listrik, properti, rumah sakit, pelabuhan curah terbesar di Indonesia dan bisnis distributor air.

Menurut Irvan, industri baja sangat dipengaruhi perkembangan ekonomi global. Sehingga apabila ada guncangan, seperti perlambatan ekonomi di China, Eropa, atau Amerika Serikat, KRAS pasti terkena imbasnya.

Guncangan akibat pengaruh ekonomi global itu sudah dirasakan KRAS sejak beberapa tahun tahun terakhir. Pemicunya tak lain krisis ekonomi di Eropa dan Amerika Serikat.

Resesi global itu turut melemahkan perekonomian China yang terkenal sebagai negara penghasil sekaligus konsumen baja terbesar di dunia. Efeknya dirasakan industri baja nasional, sehingga terjadi kelebihan pasok di pasar domestik.

Kondisi ini diperparah  dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar, sehingga mempengaruhi kinerja sektor baja. Pasalnya, 80% komponen biaya produksi baja menggunakan dollar Amerika Serikat. "Kami berharap badai ini sudah berakhir pada 2015," ujar dia.

Nah, untuk menyeimbangkan kapal bisnisnya supaya tidak gampang goyah, Irvan pun bertekad memajukan lini  bisnis non-baja sebagai penopang industri baja. "Jika ada kejatuhan harga baja dalam tiga tahun ke depan, kami sudah punya persiapan dan kalaupun harus jatuh, jatuhnya tidak terlalu sakit karena masih ada yang menopang," tandasnya.

Beberapa program sudah terlaksana untuk meningkatkan pendapatan non-baja ini. Misalnya, PT Krakatau Daya Listrik (KDL) yang sudah beroperasi akhir 2013.

Melalui anak usaha lain, yakni PT Krakatau Bandar Samudera, KRAS membangun dermaga dengan kapasitas sandar kapal berbobot 200.000 DWT.Sementara di bisnis penolahan air bersih ada PT Krakatau Tirta Industri yang didirikan pada tanggal 28 Februari 1996. Saham perusahaan ini sepenuhnya dimiliki oleh KRAS.

Nah, Irvan ingin, dalam jangka panjang, bisnis-bisnis sektor non-baja itu bisa mengejar pertumbuhan bisnis baja yang selama ini dikembangkan KRAS. Untuk mengembangkan bisnis baja, KRAS tetap berekspansi melalui bisnis patungan dengan PT Krakatau Posco.

Melalui kongsi usaha dengan perusahaan asal Korea Selatan, KRAS membangun pabrik seluas 388 hektare dan menghabiskan anggaran sekitar Rp 26,8 triliun pada pembangunan tahap pertama. Irvan juga tengah menjajaki kerjasama dengan pabrikan otomotif merek Nissan karena melihat potensi bisnis baja otomotif yang terus meningkat.

Sementara, untuk manajemen yang sifatnya non-bisnis, Irvan menciptakan program Krakatau Steel ‘bersih’. Dalam artian, ia berharap perusahaan ini tidak lagi melakukan praktek-praktek yang bertentangan dengan integritas.

Karyawan tidak diperbolehkan lagi menerima bingkisan. Semua yang berbentuk gratifikasi diserahkan pada unit Good Corporate Governance. Selain itu, ia juga menciptakan whistle blowing system.

Irvan bilang, sistem ini akan diterapkan tidak hanya di perusahaan induk, tapi juga diterapkan di semua anak usaha. "Unit kerja ini kami beri target, sehingga kami tidak sekadar sosialisasi tapi juga menerima laporan," ujarnya.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri