KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ginting Institute bekerjasama dengan Galeri Zen 1 Jakarta menggelar pameran seni bertajuk Indonesia Tanah Airku, Tanah Tumpah Darahku dalam rangka memperingati Hari Pahlawan Nasional. Judul pameran ini diambil dari judul sketsa berjudul sama karya S. Sudjojono yang dibuat pada 1964 dan disinyalir merupakan inspirasi bagi karya berjudul “Mengatur Siasat” yang juga dibuat pada 1964. Karya tersebut kini jadi salah satu aset seni bangsa Indonesia yang tersimpan di Istana Kepresidenan di Bogor. Pameran di Galeri Zen 1 ini menampilkan karya-karya dari Andang Iskandar, Arafura, Chusin Setiadikara, Ida Bagus Purwa, Nuraeni Hendra Gunawan, Oco Santoso, Ronald Apriyan, S. Dwi Stya Acong, Teja Astawa, Toni Antonius, dan Ugo Untoro yang dikuratori Rizki Zaelani.
Selain itu, terdapat pula karya fotografi yang dicetak di atas bidang aluminium yang melihat tindakan kepahlawanan dan bela negara dari perspektif lingkungan dengan menyoal sampah yang telah menjadi isu global dan penanggulangannya kini telah menjadi salah satu agenda penting berbagai negara yang bahkan juga merambah pada persoalan keamanan dan geo politik dunia. Sementara sebuah karya instalasi video juga diketengahkan oleh Arafura Media Designyang membuat 45 interpretasi gambar digital yang dapat dialami secara interaktif oleh para pengunjung.
Baca Juga: Pengusaha Sam Sianata Luncurkan Karya Lukisan Bertajuk Sang Raja Cinta Pemeran tersebut telah dibuka oleh Menteri Perumahan dan Permukiman Republik Indonesia, Maruarar Sirait, pada 10 November lalu. Menurut dia, ekosistem dan pasar seni yang sehat dan fair, akan berdampak baik bagi perkembangan seni rupa Indonesia. “Pameran merupakan tahap penting untuk memberi ruang bagi para seniman membincangkan wacana dan pemikiran serta mendapat etalase untuk mempertemukan karya-karya mereka dengan publik pencinta seni juga para kolektor. Selain itu, juga sarana untuk meningkatkan apresiasi dan nilai ekonomi sebuah karya yang diciptakan oleh seorang seniman,”kata Maruaran dalam keterangannya dikutip Rabu (13/11). Ia bilang bahwa seorang seniman cenderung berfokus pada perkembangan gagasan dan bagaimana menuangkannya dengan baik ke dalam karya dengan teknik dan pendekatan artistik yang mereka kuasai. Tapi, ia melihat persoalan nilai ekonomi dari karya senimansering diabaikan, sehingga tak jarang mereka kurang beruntung dan terpaksa menjalani masa tua dalam kondisi memprihatinkan. “Kondisi seperti itu, menjadi alasan utama mengapa seorang seniman harus memiliki support system yang bisa mengembangkan sisi ekonominya, entah itu pasangan, keluarga atau galeri, agar seniman bisa berfokus berkarya sebebasnya, sementara valuasi karyanya pun dapat terus meningkat di pasar seni,” kata Maruarar. Dalam perhelatan itu, diresmikan juga Yayasan Nuraeni Hendra Gunawan yang digagas Daniel Ginting, pendiri Ginting Institute, sebagai bentuk penghargaan atas karya-karya Hendra yang cukup banyak dikoleksinya.
Baca Juga: Kolaborasi Karya Seni TACO & Indieguerillas Dihadirkan Pada Pameran Art Jakarta 2024 “Pendirian Yayasan tersebut merupakan sebuah upaya untuk membangun ekosistem yang dapat memberikan dukungan terhadap perkembangan kekaryaan sekaligus juga menjadi mitra untuk bertukar pikiran perihal soal-soal keuangan,” ungkap Daniel Ginting. Lebih dari dua dekade menjadi kolektor seni, Daniel Ginting dan istrinya Quoriena telah memiliki pengalaman panjang dari interaksinya dengan para pemangku dunia seni rupa Indonesia mulai dari para seniman, kurator dan pengamat, para pemilik galeri serta sesame kolektor.
Dalam perjalanan panjang tersebut, baik Daniel maupun Quoriena menemukan banyak pengetahuan yang mengasah kematangan mereka membaca dan menilai berbagai dinamika yang terjadi dalam dunia seni rupa Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dina Hutauruk