Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan mencapai 5,3% di tahun 2018. Proyeksi tersebut masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan target pertumbuhan ekonomi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional atau RPJMN yang mencapai hingga 8%. Ketergantungan ekonomi Indonesia terhadap sektor komoditas mentah turut mempengaruhi angka pertumbuhan dalam beberapa tahun terakhir. Praktis, pertumbuhan ekonomi baru bisa membaik pada tahun 2016 kemarin dengan dorongan reformasi kebijakan fiskal serta mulai kembali membaiknya harga sejumlah komoditas mentah. Namun, ekonomi Indonesia diperkirakan baru bisa membaik dengan akselerasi yang pelan. Hingga tahun 2019, pertumbuhan ekonomi negeri ini kami perkirakan masih di sekitar 5,5%. Ke depan, pertanyaan besarnya adalah bagaimana cara untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa lebih cepat dan lebih stabil? Jawabannya adalah dengan mendorong sektor manufaktur Indonesia. Bukan dengan sektor yang lain, seperti konsumsi yang kerap menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan nasional.
Bisa dijelaskan bahwa secara umum, sektor manufaktur yang berkembang pesat akan mendorong dua hal ke suatu negara. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang lebih merata dan stabil. Kedua, bakal terjadi penyerapan tenaga kerja yang lebih besar dari yang sudah-sudah. Lantas, bagaimana kondisi industri manufaktur Indonesia? Saat ini, Industri manufaktur di Indonesia tumbuh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi sejak tahun 2004. Ini sungguh ironis. Akibatnya adalah proporsi sektor industri di dalam perekonomian nasional mengalami penurunan, dikenal dengan istilah sebagai tahap deindustrialisasi. Hal ini bertentangan dengan pola transformasi struktur ekonomi di negara-negara berpendapatan kapita menengah, dan Indonesia sudah masuk di kategori tersebut, yang pada umumnya sektor industrinya tumbuh lebih tinggi dibandingkan sektor-sektor lain. Malah peranan industri manufaktur makin membesar di banding sektor lainnya. Ada beberapa alasan kenapa industrialisasi di Indonesia perlu didorong secara lebih gencar lagi. Pertama, sektor industri memberikan nilai tambah tinggi dibandingkan sektor lain, melalui proses pengolahan dari bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Nilai tambah ini lah yang kemudian menjadi sumber pendapatan pemilik faktor produksi (yaitu tenaga kerja, pemilik modal, pemilik lahan dan entrepreneur). Dengan demikian, industrialisasi adalah strategi kunci untuk meningkatkan pendapatan per kapita secara signifikan dan mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu negara. Kedua, seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita, pola konsumsi dan belanja masyarakat juga bertransformasi mengikuti Engles Law. Pada saat pendapatan per kapita rendah, pengeluaran untuk makanan bisa sebanyak 40% dari pendapatan dan total pengeluaran untuk konsumsi bisa mencapai 75%. Namun saat pendapatan per kapita tinggi, pengeluaran untuk makanan dan total pengeluaran untuk konsumsi bisa hanya sebesar 20% atau kurang dari total pendapatan. Artinya, peningkatan pendapatan per kapita menambah proporsi konsumsi non-makanan dan proporsi investasi. Hal ini akan menggeser permintaan dari barang-barang hasil pertanian ke barang-barang industri dan non-tradables. Ketiga, Indonesia sebagai negara dengan penduduk besar yakni lebih dari dua ratus juta jiwa, menjadi pasar yang besar bagi barang-barang industri. Namun, jika sektor industri tidak berkembang maka neraca transaksi berjalan akan mengalami beban yang memberatkan karena jumlah impor yang pasti akan semakin besar. Padahal, pasar domestik yang besar adalah kesempatan bagi berkembangnya berbagai macam produk industri karena daya serap pasar yang besar sehingga skala industri yang dibangun bisa memenuhi skala ekonomis. Tantangan struktural Lantas, bagaimana mendorong industri manufaktur di dalam negeri sendiri? Kajian ADB (Felipe, 2018) menyebutkan ada dua hal yang bisa dijadikan strategi: Pertama, berusaha untuk membuat diversifikasi produk untuk menangkap celah pasar (niche). Kedua, Fokus kepada sektor yang sudah ada dan mudah untuk dikembangkan seperti elektronik, kimia, mobil, dan makanan. Untuk mendorong industri-industri tersebut maka dibutuhkan tiga hal seperti tenaga kerja yang berkualitas, kemampuan organisasi yang semakin baik (institusi yang semakin baik) dan dukungan kebijakan industri yang lebih baik. Dari sisi kebutuhan tersebut, kami meyakini bahwa kebutuhan tenaga kerja yang baik dan kebijakan insentif terhadap industri sangat penting peranannya bagi perkembangan industri manufaktur.
Berbagai survei menegaskan bahwa konsistensi kebijakan serta insentif yang tepat terhadap industri akan mendorong keinginan berinvestasi yang lebih besar di sektor manufaktur. Masuknya investasi tersebut akan menggairahkan sektor industri ke depannya. Terlebih Indonesia merupakan negara dengan peluang tumbuh yang sangat besar. Namun, di sisi lain tantangannya juga besar karena terkait dengan beberapa hal yang struktural. Mendorong investasi di sektor manufaktur bisa menjawab berbagai tantangan struktural tersebut. Seperti defisit neraca transaksi berjalan serta penyerapan tenaga kerja yang rendah. Kami meyakini bahwa dengan mendorong sektor industri manufaktur ini, Indonesia akan mampu tumbuh lebih pesat dan sesuai prediksi berbagai lembaga dunia sebagai salah satu negara yang terbesar di dunia pada 2030. Semoga. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Adi