Mendorong Komitmen G20 Menciptakan Keadilan Pajak Internasional



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya penerapan pajak internasional menjadi salah satu topik pembahasaan yang krusial dalam forum jalur keuangan atau finance track G20. Ini karena adanya dorongan untuk menciptakan penerapan perpajakan yang adil di dunia, khususnya ditujukan bagi perusahaaan multinasional yang beroperasi di negara-negara di dunia.

Sebagai Presidensi G20, Indonesia pun berharap reformasi pajak internasional yang sudah didengungkan mulai tahun lalu bisa segera terwujud. Langkahnya adalah lewat pembahasaan di jalur keuangan G20.

Ada dua pilar reformasi perpajakan internasional yang menjadi perhatian negara G20. Pilar pertama, membuat sistem perpajakan yang adil bagi negara-negara yang menjadi pasar bagi perusahaan multinasional termasuk perusahaan digital global. 


Rencana penerapanya adalah memberikan sekitar 25% keuntungan setiap perusahaan global kepada negara-negara tempat perusahaan tersebut beroperasi. Adapun pembagian keuntungannya berdasarkan dari kontribusi pendapatan perusahaan tersebut di masing-masing negara.

Adapun pilar yang  kedua adalah rencana penerapan pajak minimum bagi perusahaan global yang beroperasi di setiap negara untuk menciptakan rasa keadilan. Kriterianya adalah perusahaan yang punya omzet bisnis setahun minimal Euro 750 juta. Perusahaan tersebut bakal terkena pajak internasional yang sama di setiap negara yakni minimal 15%.

Hasilnya, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, para menteri keuangan dan bank sentral negara-negara G20 sudah sepakat terkait dua pila tersebut. Kemudian rencananya, kesepakatan dua pilar tersebut bisa diterapkan pada 2023.

Maklum, pembahasan dua pilar tersebut tergolong panas. Ini terkait soal status perusahaan global yang bisa menyasar perusahaan digital global. Ini menjadi isu panas di antara negara G20 dan didunia.

Namun kabar baiknya, sudah ada kesepakatan mengenai mekanisme perpajakan terutama sektor digital yang bergerak secara internasional atau global.

Sedangkan untuk kesepakatan pilar kedua, menyangkut pajak minimum global (global minimum taxation) untuk perusahaan-perusahaan yang bergerak antarnegara. Ini diharapkan mampu meminimalkan kemungkinan upaya penghindaran pajak.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara dalam Global Tax Policy Webinar yang diselenggarakan oleh Harvard Kennedy School - Irish Tax Institute mengatakan bahwa Indonesia siap menantikan implementasi kedua pilar tersebut.

Ini karena kedua ini sangat penting bagi Indonesia karena sebagai negara berkembang, Indonesia merupakan salah satu sasaran investasi global. Banyak negara berkembang biasanya bersaing untuk bisa mendapatkan investasi atau modal global.

Namun, terkadang kompetisi semacam ini berakhir dengan kebijakan di masing-masing negara untuk berlomba-lomba menurunkan tarif pajak ke bawah sehingga bisa lebih rendah bagi investor.

"Jadi pilar dua sangat penting bagi kami dan Indonesia menyambut pajak minimum global sebesar 15% sebagai cara untuk memastikan bahwa hal ini akan cukup untuk memobilisasi sumber daya domestik serta modal dari global," terang Wamenkeu.

Salah satu tantangan bagi Indonesia saat ini adalah adanya sejumlah insentif pajak yang telah ditawarkan Indonesia kepada modal global. Maka dari itu, diperlukan suatu transisi agar pelaksanaan pilar dua perpajakan internasional bisa dipatuhi dan dilaksanakan dengan baik.

Dengan cara itu tujuan G20 untuk menciptakan keadilan bagi pemungutan penghasilan kepada perusahaan multinasional gobal bisa terpenuhi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ridwal Prima Gozal