Mendulang Laba Bergizi dari Lahan Gerai Cepat Saji



restoranfasfoodkfc_muradiSiapa, coba, yang tak kenal pada restoran makanan cepat saji seperti Kentucky Fried Chicken, McDonald's, California Fried Chicken, atau Hoka Hoka Bento? Gerai mereka mudah ditemui di mana-mana. Sejak era 1990-an, restoran cepat saji telah merambah segala macam pusat perbelanjaan di kota besar. Kendati sebagian orang menggolongkan hidangan yang mereka jual sebagai junk food yang tak baik bagi kesehatan, toh penggemarnya bejibun. Para penikmat makanan fast food tidak dibatasi usia, mulai dari anak-anak hingga orang tua yang tinggal di kota besar pasti pernah mencicipi kelezatan makanan cepat saji ini. Selain penyajian yang cepat, harga menu yang mereka tawarkan tak membikin kantong bolong. So, jangan heran, jika Anda selalu mendapati restoran cepat saji menjadi pilihan para karyawan ketika tiba waktu makan siang dan tujuan favorit keluarga pada akhir pekan. Prospek bisnis yang cerah serta persaingan yang cukup ketat telah mendorong perusahaan-perusahaan pengelola restoran cepat saji berekspansi secara cepat. Namun, tidak seperti banyak usaha yang menawarkan skema waralaba, jarang-jarang ada restoran fast food yang mau menggandeng mitra dalam bentuk franchise. Meski begitu, bukan berarti tertutup kesempatan bagi Anda ikut mencuil rezeki dari mereka. Cuma, “Tawarannya sebatas kerjasama lokasi,” kata Hotma Gideon, Staf Analis Market Development PT Fastfood Indonesia Tbk, pemegang lisensi rumah makan cepat saji Kentucky Fried Chicken (KFC). Maksud dia, KFC menawarkan kerjasama kepada para pemilik lahan atau gedung untuk lokasi membuka gerai-gerai baru. Tawaran serupa juga datang dari PT Eka Boga Inti yang mengoperasikan jaringan Hoka Hoka Bento. “Sistem yang kami tawarkan adalah bagi hasil dengan pemilik lahan atau tempat,” ungkap Detha E., Staf Analis Properti PT Eka Boga Inti. Dengan pola kerjasama ini, pemilik lahan akan mendapatkan keuntungan dari pendapatan sewa lokasi. “Rata-rata pemilik lokasi KFC bisa balik modal dalam tujuh tahun,” kata Hotma. Menurut dia, tanpa kehilangan hak atas kepemilikan lahan atau lokasi, setelah balik modal para investor bisa berinvestasi membeli lahan baru. Nah, seperti apa persisnya tawaran mereka? Yuk kita telisik lebih dalam. KFC Memasuki usia ke-30 tahun beroperasi di Indonesia, KFC getol menawarkan kerjasama lokasi ini. Maklumlah, mereka tengah berupaya keras memperbanyak gerai jumlah baru. Rencananya, KFC akan menambah 30 gerai lagi pada tahun 2010. Penambahan gerai ini bertujuan meningkatkan pertumbuhan penjualan hingga 20%. “Menjadi sekitar Rp 2,4 triliun,” ucap Direktur Fastfood Indonesia J.D. Juwono. Nah, bila berminat menjalin kerjasama lokasi dengan KFC, Anda harus punya lahan atau gedung dengan luas minimal 300 m². Lokasi yang jadi incaran terutama di kota-kota besar seluruh Indonesia. Tentu tak semua tawaran yang masuk langsung disetujui oleh KFC. Tim analis KFC akan menilai lebih dulu kelayakan lokasi sebagai bakal gerai. Setidaknya, KFC akan memantau aktivitas di sekitar lokasi hingga radius 5 kilometer. Lokasi dengan aktivitas yang padat serta dekat area perkantoran dan hunian akan memiliki nilai lebih. “Soalnya, jam makan orang kantor dan rumahan, kan, berbeda,” kata Hotma. Tapi, sekali lagi, kalau kerjasama jadi terjalin, para pemilik lokasi jangan bermimpi bisa menjadi bagian manajemen dari gerai KFC tersebut. “KFC internasional tidak mengizinkan waralaba atau franchise pada pihak ketiga,” kata Hotma. Ada beberapa pilihan kerjasama lokasi yang ditawarkan pihak KFC: Pertama, KFC menyewa langsung dari pemilik lahan atau gedung. Kerjasama ini hanya sebatas sewa, urusan interior dan kebutuhan perlengkapan disediakan pihak KFC. Kedua, pemilik lokasi bisa menawarkan tanah atau gedung miliknya untuk dijual kepada KFC. Jika berminat, KFC akan mencari pihak lain yang bersedia membeli gedung atau tanah tersebut. “Baru, setelah itu KFC menyewa dari pemilik yang baru,” kata Hotma. Dalam kerjasama sewa menyewa ini, KFC akan membayar uang sewa dari omzet yang didapat gerai tersebut. Pemilik lokasi akan mendapat bagian 5% dari penjualan kotor setiap bulan. Sayang, ia enggan membeberkan rata-rata omzet bulanan dari setiap gerai KFC. Yang jelas, ujar Hotma, kerjasama ini akan menguntungkan para pemilik lahan. “Uang sewa lebih besar dari harga pasar karena menggunakan sistem bagi hasil,” kata Hotma. Hotma mengaku, meski membayar ongkos sewa hanya 5% dari omzet, KFC tidak serta-merta menikmati seluruh sisa omzet yang dia dapat. Soalnya, KFC harus mengalokasikan sebagian dari omzet untuk biaya operasional gerai. Fastfood Indonesia adalah pemilik tunggal waralaba KFC di Indonesia. Perusahaan yang didirikan Gelael Group ini mengoperasikan restoran pertama di Indonesia pada Oktober 1979, di Jalan Melawai, Jakarta. Sukses berbisnis di Jakarta, KFC telah membuka gerai di kota-kota besar lain, seperti Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Makassar, dan Manado. Dari total 370 gerai KFC, sebanyak 350 didapat dari menyewa dari pihak lain. Hoka Hoka Bento Restoran cepat saji ala Jepang Hoka Hoka Bento (Hokben) juga menawarkan pola kerjasama mirip-mirip dengan KFC dalam membuka gerai baru. Meski restoran ini sepenuhnya berbendera lokal di bawah naungan PT Eka Boga Inti, toh tetap tidak ada tawaran kerjasama selain sewa tempat. “Demi menjaga kualitas layanan,” kata Detha E., yang mengurusi kerjasama lokasi ini. Kiprah Hokben di Indonesia tak bisa dibilang baru. PT Eka Boga Inti mendirikan Hoka Hoka Bento pada tahun 1985. Namun, saat itu, Hokben baru merambah kota-kota besar seperti kawasan Jabodetabek, Bandung, Surabaya, serta Malang. Kini, jumlah gerai Hokben di Jabodetabek telah mencapai lebih dari 100 lokasi. Lokasi gerai yang dibutuhkan Hokben bervariasi. Jika gerai yang hendak mereka buka mencakup pula dapur dan ruang makan, maka luas minimal sekitar 200 m². Tapi, jika gerai yang mereka buka hanya menyediakan layanan take away (pesan ambil), luas yang dibutuhkan lebih kecil. “Bisa 3 meter x 3 meter saja,” kata Detha. Gerai mini Hokben ini bisa ditemukan di beberapa pusat perbelanjaan, seperti Point Square, Grand Indonesia, dan ITC Permata Hijau, Jakarta. Ada dua sistem kerjasama lokasi yang dianut Hokben: Pertama, berupa sewa putus, seperti sewa menyewa biasa. Pendapatan pemilik lahan berasal dari pembayaran sewa tempat. Lalu, kedua, Hokben juga menyewa lokasi dengan sistem bagi hasil. “Sistem bagi hasil biasanya hasil negosiasi pemilik lahan besar dengan potensi sangat bagus,” kata Detha. Biasanya, Hokben memberikan bagi hasil maksimal 10%. Andai omzet Hokben di lokasi mencapai Rp 30 juta per hari, maka pemilik lahan bakal mendapat bagian sekitar Rp 30 juta per bulan atau sebanyak Rp 360 juta per tahun.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Uji Agung Santosa