Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu daerah penghasil jagung di Jawa Tengah. Pada saat musim panen tiba, jagung biasanya dipipil sebelum dijual dan bonggol jagung akan dibuang. Memang ada sebagian kecil petani yang memanfaatkan bonggol jagung sebagai bahan bakar atau pupuk. Tetapi sebagian besar dibuang menjadi sampah. Adalah Hendarto Ferdioko yang mencoba memanfaatkan limbah bonggol jagung menjadi sesuatu yang bernilai tinggi. Di tangan kreatifnya, limbah bonggol jagung itu diolah menjadi aneka lampu hias. Ia merintis usaha ini pada tahun 2012. "Kerajinan ini berawal dari coba-coba," katanya. Dari coba-coba itu, ia mampu menghasilkan 50 lampu hias dengan aneka bentuk.
Lampu tersebut lalu dijualnya dengan harga mulai Rp 50.000 - Rp 150.000 per piece, tergantung bentuk dan ukurannya. "Awalnya saya jual ke teman-teman," kata Hendarto yang tinggal di di Jalan Kademangan, Kelurahan Cemani, Kecamatan Grogol ini. Ia mengaku, lampu buatannya cukup diminati karena kualitas dan keunikannya. Mendapat respon positif dari pasar, ia pun fokus mengembangkan usahanya. Kini, dengan dibantu tiga orang karyawan, Hendarto mampu memproduksi 100 lampu hias setiap bulannya. Lampu buatannya terdiri dari berbagai macam model, seperti lampu duduk lampu duduk kerucut, lampu tempel dinding, lampu gantung dan lain-lain.Lampu tersebut dipasarkan lewat sejumlah toko online dan situs www.gallerylampuhias.com. Lampu dari bahan limbah bonggol jagung ini dibandrol harga mulai Rp 75.000- Rp 200.000. "Harganya cukup terjangkau," ujarnya. Menurut Hendarto, produksi lampunya selalu habis terjual. Konsumennya kebanyakan dari daerah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. "Ada yang beli satuan dan ada yang beli banyak untuk dijual kembali," tuturnya. Hendarto mengatakan, peluang bisnis lampu hias dari bonggol jagung cukup menjanjikan. Pasalnya, lampu tersebut tahan lama dan unik sehingga cukup diminati orang. Dari usahanya ini, ia mengaku mampu mengantongi omzet mulai Rp 7 juta -Rp 15 juta setiap bulannya. Hendarto bilang, proses pembuatan lampu tersebut tidak terlalu rumit. Ia hanya membutuhkan bonggol jagung, kayu jati, bola lampu, cat clear natural dan peralatan lain, seperti penghalus dan mesin potong. Awalnya, tutur Hendarto, bonggol jagung dikeringkan. Setelah itu dihaluskan dan dipotong menjadi lingkaran-lingkaran kecil dengan berbagai ukuran. Selanjutnya, bonggol jagung yang sudah dipotong-potong itu siap dirakit menjadi lampu hias sesuai bentuk yang diinginkan.
Untuk mendapatkan bahan baku, Hendarto mendatangi langsung petani jagung di daerahnya setelah musim panen tiba. Dalam setahun, musim panen jagung di daerahnya ini bisa sampai tiga. Bonggol jagung itu dibelinya dengan harga Rp 25.000 per karung. "Saya biasanya membeli dua pick up," ujarnya. Ia mengaku, langsung membeli bonggol jagung dalam jumlah banyak buat stok. Soalnya, pada saat-saat tertentu, petani di daerahnya itu kadang mengganti tanaman dengan komoditas lain. "Itu makanya kalau membeli bonggol langsung banyak," ungkapnya. Hendarto berharap, produknya dapat terus diterima masyarakat. Ia pun punya mimpi besar untuk menjual lampu hias buatannya hingga ke mancanegara. "Itu makanya saya sudah buat website sebagi strategi awal agar bisa ekspor," tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Havid Vebri