JAKARTA. Sebelum memutuskan berinvestasi, seorang investor harus membangun kepekaan dalam melihat prospek investasinya secara jangka panjang. Begitulah pedoman investasi yang dipegang oleh Ari Pitojo,
Chief Investment Officer PT Eastspring Investments Indonesia. Ari memulai pengalaman berinvestasi melalui instrumen reksadana saham pada tahun 1996. Tak lama, dia harus berhadapan dengan krisis moneter Asia tahun 1998. Akibatnya, investasi yang digenggamnya dua tahun ikut anjlok seiring jatuhnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Pengalaman rugi tersebut selalu ia kenang. Ari memetik pelajaran yang berharga dari kegagalan berinvestasi perdananya itu. Ari pun memutuskan tidak langsung menjual reksadana sahamnya melainkan dipegang hingga harga rebound.
Dengan sabar, bapak dua anak ini menunggu momentum pulihnya IHSG untuk melepas reksadana. "Ketika saya melepas reksadana saham, tetap merugi. Namun karena posisi jual yang saya lakukan tidak pada saat harga paling bawah, maka kerugiannya tidak terlalu besar," tutur Ari. Seiring berjalannya waktu, Ari merambah ke investasi properti. Salah satu sumber pendanaan properti diperoleh dari akumulasi keuntungan investasi di reksadana saham. Portofolio properti ini, salah satunya berupa rumah yang ia tinggali saat ini. Ia memilih Bekasi sebagai lokasi hunian. Sekitar lima tahun yang lalu, Ari merogoh kocek Rp 1,1 miliar untuk membeli tanah di Bekasi. Saat ini, harga tanah sudah melambung hingga Rp 2,3 miliar. Awalnya, Ari membandingkan harga tanah yang akan ia beli dengan harga tanah di lokasi yang tidak terlalu jauh dari perumahannya. Harga tanah di perumahannya lebih murah dibanding tanah yang lain. Namun, ia memiliki keyakinan bahwa pengembang perumahannya akan membangun akses jalan. Keyakinan tersebut terbukti, sehingga harga tanah miliknya lebih tinggi dibanding harga tanah di lokasi lain. "Dalam berinvestasi, kita harus melihat prospek ke depan. Pasca pengembang membangun akses jalan, harga tanah saya lebih mahal dibanding perumahan lain," ujar Ari. Selain dalam bentuk rumah tinggal, Ari juga memiliki sebidang tanah di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD). Tanah ini ia beli tahun 2004. Ia membeli tanah di lokasi ini untuk diversifikasi portofolio. Setelah memiliki rumah dan tanah, Ari merasa cukup mengalokasikan portofolionya pada sektor properti. Selanjutnya, ia memperbesar porsi kepemilikan reksadana saham. Ari menilai, reksadana saham lebih likuid ketimbang properti. Untuk mendapatkan keuntungan, kepemilikan properti umumnya dipegang setidaknya dalam lima tahun. Hal ini berbeda dengan reksadana saham yang bisa dilepas sewaktu-waktu. Namun, transaksi jual beli di properti nilainya lebih besar ketimbang reksadana saham. Bekerja di perusahaan manajer investasi membuat dia mengoleksi produk reksadana yang diterbitkan perusahaan. Dengan demikian, pekerjaannya itu bermanfaat ganda. Pria berkacamata ini juga mengalokasikan investasinya pada emas. Tujuannya adalah untuk berjaga-jaga saat kondisi pasar sedang ekstrem.
Dari sejumlah portofolio yang dimilikinya, Ari menggolongkan dirinya sebagai tipe investor moderat. Sebab, setengah dari portofolio ia parkir di properti. Selebihnya dialokasikan pada reksadana saham 30%, emas 10%, dan kas 10%. Porsi kas, ia bagi ke dalam tiga mata uang, yakni rupiah, dollar Singapura dan dollar Amerika Serikat. Dari sejumlah portofolio investasi itu, bagi Ari, reksadana saham merupakan instrumen investasi yang paling pas meski terhitung volatil. Sebab, reksadana saham sangat menarik dari sisi likuiditas maupun return. Sebagai pemain lama, Ari mengimbau para pemula agar memegang prinsip kehati-hatian dalam memulai investasi. Seorang investor harus memiliki keyakinan. Tapi, ada kalanya penting mendengar masukan orang lain. "Investor harus yakin pada prinsipnya. Jika ada masukan dari pihak lain, sebaiknya pertimbangkan apakah masukan itu masuk akal. Investor perlu mengasah analisa," imbuh dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati