KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa ada sekitar 60 negara akan ambruk perekonomiannya karena ancaman krisis dan situasi global yang tidak menentu. Data tersebut didapatkan dari Bank Dunia atau World Bank dan Dana Moneter International atau International Monetary Fund (IMF). Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiksal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengatakan bahwa kondisi perekonomian Indonesia masih lebih baik jika dibandingkan dengan negara lain yang tertekan perekonomiannya, sehingga Indonesia bukan termasuk dari 60 negara tersebut. Namun dirinya mengingatkan bahwa Indonesia perlu berhati-hati dengan kondisi global yang tidak menentu dan adanya tekanan global.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan bahwa terkait dengan ancaman resesi global memang saat ini kondisi dari perekonomian global tertekan dampak dari krisis geopolitik antara Rusia dan Ukraina. "Muara lain dari konflik Rusia premi ini ke peningkatan harga pangan. Karena harga pangan meningkat beberapa negara sudah melakukan langkah untuk sementara waktu tidak melakukan ekspor terutama untuk beberapa produk komoditas pangan tertentu," ujar Yusuf kepada Kontan.coid, Kamis (16/6).
Baca Juga: Waspada! Pukulan Inflasi Datang Dari Segala Arah Hal ini menurutnya akan menyebabkan angka untuk harga-harga pangan strategis yang langka akan mengalami kenaikan, sehingga pada muaranya akan berdampak terhadap kenaikan inflasi. 'Inflasi ini tentu juga berpotensi terjadi di Indonesia mengingat beberapa komoditas pangan strategis itu masih harus diimpor dari luar," tuturnya. Namun demikian, jika belajar dari krisis global terutama pada periode 2009 sampai 2010, Yusuf mengatakan bahwa Indonesia mempunyai modal yang cukup baik terutama dilihat dari proporsi penyumbang pertumbuhan ekonomi. Seperti yang diketahui, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia banyak disumbang oleh konsumsi rumah tangga sehingga menurutnya, dampak yang diberikan dari ketidakpastian ekonomi global seharusnya relatif lebih sedikit jika dibandingkan dengan negara-negara yang proporsi ekspor dan impornya besar seperti negara Singapura. Hanya saja, ia mengatakan, harus diakui bahwa konsumsi rumah tangga juga berpotensi tertekan jika pemerintah tidak sigap dalam mitigasi dampak dari krisis geopoltik dan pangan yang saat ini tengah terjadi secara global.
Baca Juga: Pandemi Melandai, Kini Inflasi Jadi Ancaman Terburuk Ekonomi Indonesia 2022 Adapun sebagai langkah mitigasi yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah memastikan anggaran terutama yang berkaitan dengan daya beli masyarakat dapat tersalurkan secara baik. Selain itu, menurutnya pemerintah harus mempertimbangkan kembali untuk menambah anggaran perlindungan sosial yang menjadi salah satu langkah dalam konteks menjaga daya beli dan mempertahankan pemulihan ekonomi yang terjadi saat ini dari potensi resesi ekonomi global. "Saya kira kuartal II ini belum terlalu terdampak dari potensi resesi global, karena isu resesi global baru muncul di akhir-akhir saja. Dan seharusnya di kuartal II tahun ini terutama untuk bulan April dan Mei itu terdorong dari momentum bulan Ramadan dan lebaran yang biasanya terjadi peningkatan konsumsi dari rumah tangga dan investasi," pungkasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli