Menelisik Peluang Pertamina Masuk ke Blok Masela



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertamina menyebut akan mengkaji seluruh kesempatan yang ada di industri hulu minyak dan gas (migas), termasuk peluang pengembangan Blok Masela.

Corporate Secretary Subholding Upstream Pertamina/PT Pertamina Hulu Energi, Arya Dwi Paramita memastikan, Pertamina terus menjalin komunikasi dengan pemangku kepentingan atawa stakeholder terkait.

“Pertamina sebagai Perusahaan Migas Nasional mengkaji seluruh kesempatan yang ada, termasuk pengembangan Blok Masela, untuk meningkatkan produksi dan sumber daya migas demi menjaga ketahanan energi nasional,” ujar Arya kepada Kontan.co.id, Kamis (8/9).


Blok Masela terletak di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku. Laporan Tahunan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Tahun 2020 menyebutkan,  proyek pengembangan Lapangan Gas - Abadi itu memiliki cadangan terbukti mencapai 18,5 triliun kaki kubik (Tcf) dan 225 juta barel kondensat.

Dengan proyeksi produksi gas alam cairnya alias liquefied natural gas (LNG) yang sebesar  9,5 juta  ton per tahun (mtpa),  gas pipa 150 juta kaki kubik per hari (mmscfd),dan kondensat 35.000 barel per hari (bcpd), proyek lapangan gas abadi Masela masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional dan ditargetkan mulai berproduksi di tahun 2027.

Baca Juga: Pertamina Berpeluang Jadi Mitra Inpex di Blok Masela

Operator blok Masela adalah Inpex Masela Ltd dengan porsi hak partisipasi atau participating interest (PI) sebesar 65%. Sebanyak 35% hak partisipasi sisanya dipegang oleh Shell Upstream Overseas Services Limited (Shell) selaku partner Inpex.

Pada akhir tahun 2021, progres penyusunan Front End Engineering Design (FEED) Blok Masela baru mencapai 6,04% dari target 99,65%.

Perlambatan kegiatan dan realisasi yang rendah, berdasarkan Laporan Tahunan SKK Migas Tahun 2021, disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya yakni persiapan penyusunan dokumen AMDAL dan survei Metocean serta beberapa survei lainnya yang tertunda oleh Pandemi Covid-19, juga rencana keluarnya Shell sebagai partner di Wilayah Kerja (WK) Masela.

Catatan saja, Shell memang memutuskan untuk mundur dari Blok Masela pada pertengahan 2020 lalu.

Beberapa waktu lalu, nama Pertamina mencuat dalam wawancara awak media dengan Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto di Nusa Dua, Bali. Seperti telah diberitakan Kontan.co.id sebelumnya, Dwi berujar bahwa proses pencarian pengganti Shell untuk mendampingi Inpex menggarap Blok Masela masih terus berlanjut.

Pertamina menjadi pemain hulu migas dalam negeri yang paling potensial untuk mengisi peran itu, menurut Dwi.

“Domestik yang sangat kuat Pertamina, cuma nanti Pertamina kemungkinan bisa ambil berapa persen (hak partisipasi), sedang pelajari data," kata Dwi ditemui awak media di Nusa Dua, Bali.

Baca Juga: Masih Macet, Jokowi Dorong Proyek Blok Masela Bisa Segera Dimulai

Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Bumi (Aspermigas), Moshe Rizal, menggantikan Shell dalam pengembangan Blok Masela bukan merupakan opsi yang mudah bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

Selain menanggung biaya pembelian hak partisipasi, KKKS yang ingin masuk ke Blok Masela menggantikan Shell juga harus siap turut terlibat dalam pengembangan wilayah kerja.

Padahal, Blok Masela belum masuk ke tahapan produksi, sehingga KKKS masih harus menunggu beberapa tahun lagi hingga akhirnya beroleh keuntungan dari pengembangan wilayah kerja tersebut.

“Blok Masela belum produksi, jadi belum ada revenue. Jadi setidaknya masih ada 5 tahun lagi sebelum gas pertama bisa dijual,” ujar Moshe saat dihubungi Kontan.co.id (7/9).

Moshe mengaku belum memiliki gambaran berapa kira-kira harga wajar untuk membeli 35% hak partisipasi Shell di Masela. Namun, menurut Moshe, harga pembelian 35% hak partisipasi Shell di Masela wajarnya setara dengan biaya investasi yang sudah dikeluarkan Shell di Masela ditambah barangkali bunganya.

Dengan kondisi-kondisi ini, opsi menggantikan Shell di Blok Masela, menurut perkiraan Moshe, juga bukan pilihan yang mudah bagi Pertamina.

“Pertamina kan ada Blok Mahakam, ada juga Blok Rokan yang baru diakuisisi, dan masih banyak pengembangan yang lain juga yang juga membutuhkan biaya membutuhkan atensi, expertise, dan lain sebagainya. Jadi enggak mudah,” tutur Moshe.

Praktisi Hulu Migas, Tumbur Parlindungan menyambut positif peluang keterlibatan Pertamina dalam pengembangan Blok Masela. Menurutnya, tanpa keterlibatan ‘ Badan Usaha Milik Negara (BUMN) , penggarap proyek menghadapi risiko atas kemungkinan terjadinya perubahan regulasi atau adanya campur tangan pihak lain/pemerintah yang bisa menimbulkan perubahan keekonomian secara signifikan.

“Dengan adanya BUMN, diharapkan adanya support yang penuh dari Pemerintah dan kepastian hukum dari projek tersebut semakin baik. BUMN akan men-support program Pemerintah dan Pemerintah akan menjaga agar BUMN tidak mengalami kerugian apabila ada perubahan regulasi,” ujar Tumbuh kepada Kontan.co.id (8/9).

Baca Juga: Proyek Mangkrak 3 Tahun, Pengamat Sarankan Pemerintah Ambil Lagi Blok Masela

Di sisi lain, opsi untuk menggantikan Shell di Blok Masela menurut Tumbur juga bisa menjadi hal positif bagi Pertamina. Pengalaman kerja sama dengan mitra internasional dalam mengembangkan lapangan gas besar, kata Tumbur, bisa menjadi pengalaman belajar yang bernilai bagi Pertamina.

“Hanya saja di sisi lain, ini membutuhkan capital yang besar dan memerlukan pendanaan baik internal ataupun eksternal,” kata Tumbur.

Pihak Shell Indonesia mengaku tidak dapat memberikan komentar ketika ditanyai soal potensi masuknya Pertamina menggantikan Shell di Blok Masela.

“Mohon maaf, kami tidak dapat memberikan komentar mengenai aktivitas portofolio tersebut,” ujar Corporate Communications Shell Indonesia, Edit Wahyuningtyas kepada Kontan.co.id (8/9).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari