JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah mencatat kenaikan 7,04% sejak awal tahun hingga penutupan kemarin (4/5). Otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) masih optimistis IHSG bisa mencapai level 6.000 di akhir tahun ini. Seiring kenaikan IHSG tersebut, harga saham-saham
big caps juga naik cukup tinggi. Dari 45 saham paling likuid di bursa saham, cuma 15 saham yang harganya turun dibandingkan posisi akhir tahun lalu. Kalau Anda merasa harga saham-saham
big caps sudah mahal, cobalah melirik saham
second liner. Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Bima Setiaji mengatakan, saham-saham
second liner masih menarik.
Beberapa emiten lapis kedua layak dipertimbangkan masuk dalam portofolio lantaran mendapat sentimen positif dari datangnya bulan Ramadan, terutama emiten konsumsi seperti
AISA dan
ROTI, serta emiten ritel seperti
ACES,
MAPI dan
RALS, serta
poultry seperti
JPFA. "Emiten ini secara musiman akan bagus, sejak sebelum dan selama bulan puasa sampai menjelang lebaran," kata Bima, Kamis (4/5). Analis BCA Sekuritas Achmad Yaki menyatakan kontribusi saham
second liner terhadap pergerakan bursa saat ini cukup besar, meski tidak sesignifikan saham
big caps. Ia merekomendasikan saham
MEDC dengan target harga terdekat di Rp 3.040 dan
support di Rp 2.530, serta
MLPL dengan target harga terdekat di Rp 320 dan
support Rp 290. Meski sepakat prospek saham lapis kedua masih menarik, para analis mengingatkan risiko saham-saham ini lebih tinggi ketimbang saham kapitalisasi besar. Kepala Riset Mirae Asset Sekuritas Indonesia Taye Shim menuturkan, saham lapis kedua lebih rentan terpengaruh kondisi makroekonomi ketimbang
big caps. Banyak saham
second liner yang pada satu waktu sukses mencatatkan kinerja luar biasa sehingga sahamnya pun naik signifikan. Tapi, waktu krisis, kinerjanya tiba-tiba anjlok sehingga harga sahamnya terjerembab. Karena itu, investor tetap perlu memperhatikan fundamental dan valuasi saham
second liner yang diincar. "Kami merekomendasikan investor untuk melihat dengan cermat fundamental dan valuasi dari emiten
small caps sebelum membuat keputusan investasi," kata Taye. Selain itu, Achmad menyarankan investor tidak menempatkan dana terlalu besar di saham
second liner. "Tergantung kita mau jadi apa, apakah investor atau
trader," jelas dia.
Achmad menilai investor tetap perlu menempatkan sebagian dana di saham
blue chip. "Tetap ada porsi saham
blue chip, terutama emiten yang secara historis pertumbuhannya baik dari tahun ke tahun," papar dia. Emiten
blue chip memiliki kinerja stabil dan konsisten, hampir tidak ada volatilitas seperti kinerja emiten lapis kedua. Kinerja saham
blue chip yang terkesan naik pelan-pelan, bila dicermati terus naik dari waktu dan waktu dan biasanya hanya turun jika IHSG turun. Jadi, kalau Anda tertarik masuk ke saham
second liner, pilih sahamnya dengan cermat. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia