Menelusuri kampung tertua Bumi Pajajaran (3)



KONTAN.CO.ID - Udara segar, aroma tanah basah dan suara gemericik air akan menyapa para pengunjung saat memasuki kawasan Kampung Budaya Sindang Barang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Para pengunjung diajak kembali untuk merasakan suasana pedesaan khas Pasundan. Bahasa Sunda dengan logat kental pun menjadi sapaan untuk menyambut pengunjung.

Sayang, lahan dan bangunan di Kampung Budaya Sindang Barang terancam dijual. Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Adat sekaligus pengelola kawasan, Maki Sukawijaya. Ia mengaku kesulitan membiayai operasional dan sejumlah perbaikan bangunan peninggalan adat tersebut.

"Saya sudah tidak ada uang. Mumpung Kampung ini masih ada nilainya, lebih baik saya jual saja," kata Maki. Selama 11 tahun terakhir, ia banyak memakai uang pribadi untuk pemeliharaan bangunan.  


"Biaya itu untuk perbaikan kecil - kecil. Tapi kalau renovasi besar lagi secara keseluruhan belum ada. Terakhir ya tahun 2006 kemarin itu," tutur Maki. Ia menilai, kerusakannya cukup parah pada bagian atap, lantai dan kaki bangunan.

Maki menjelaskan, upaya meminta dana bantuan dari pemerintah daerah, provinsi maupun pusat juga telah ditempuh. "Waktu zaman Pak Aher (Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan), beliau mau memberikan bantuan hampir satu miliar rupiah tapi cairnya tahun 2019. Kemarin ada informasi dana bantuan itu kemungkinan tidak jadi," keluhnya.

Staf bagian umum manajemen Kampung Budaya Sindangbarang, Rohman Hidayat membenarkan berita tersebut. Ia menjelaskan bahwa Kampung Budaya Sindang Barang memang sudah waktunya untuk diperbaiki. Sejumlah bangunan memang tampak rusak, terutama di bagian dalam.

Menurut pantauan KONTAN, kerusakan lebih banyak terjadi pada bagian atap yang terbuat dari lapisan ijuk, hateup, sponge dan bilik kayu. Kerusakan cukup parah juga dialami bagian lantai yang terbuat dari kayu.

Seperti yang terjadi pada bangunan panggung pertunjukan musik yang disebut saung talu, lantai kayu di bagian belakang panggung jebol karena keropos. Kondisi serupa juga dialami balai riungan yang biasa digunakan untuk pertemuan dan diskusi pengunjung. Rohman mengatakan, faktor kerusakan tersebut dianggap menurunkan jumlah kunjungan ke Kampung Budaya Sindangbarang dalam beberapa tahun terakhir.

Keterbatasan biaya juga ikut mengurangi kegiatan besar yang rutin diadakan empat kali dalam setahun menjadi hanya sekali setahun. Satu-satunya kegiatan budaya yang digelar saat ini adalah seren taun atau upacara panen padi khas Sunda Wiwitan. "Itu biayanya sampai Rp 100 juta. Ada bantuan dari Pemkab Bogor, tapi tetap tak cukup karena hanya memenuhi 10% kebutuhan," tandasnya.       

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Johana K.