JAKARTA. Porsi saham dan obligasi pada portofolio reksadana campuran relatif seimbang. Namun, tak sedikit manajer investasi yang memaksimal efek tertentu agar kinerjanya lebih agresif. Lihat saja, PT First State Investment (FSI) Indonesia yang memperbesar porsi saham pada jeroan reksadana First State Indonesian MultiStrategy Fund. Distribution Channel Manager FSI Tandy Cahyadi menyatakan, produk yang meluncur sejak 6 September 2005 ditujukan bagi investor agresif, namun masih belum nyaman jika 100% berinvestasi pada reksadana saham. Tak heran, patokan investasi reksadana ini adalah memutar minimal 40% dan maksimal 79% aset dasar pada efek saham. Sedangkan, pada efek obligasi minimal 1%, maksimal 58%.
Ada tiga kriteria pemilihan saham yang menjadi aset dasar First State Indonesian MultiStrategy Fund. Pertama, fundamental yang baik. Lalu, valuasi harga sahamnya masih menarik. Terakhir, tata kelola perusahaan tersebut baik. Maka, produk ini dapat mengoleksi semua sektor saham, asalkan emiten tersebut memenuhi kriteria. Hingga akhir Mei lalu, mayoritas saham yang dikoleksi dari sektor keuangan. Menurut Tandy, emiten sektor ini, terutama perbankan yang paling banyak memenuhi tiga kriteria tadi. “Kapitalisasi emiten perbankan juga tinggi sehingga menarik dikoleksi,” jelasnya. Sedangkan, pada efek obligasi, First State Indonesian MultiStrategy Fund bisa mengoleksi surat utang negara (SUN) maupun obligasi korporasi. Tidak ada kriteria khusus pemilihan SUN. Tapi, untuk obligasi korporasi minimal berperingkat AA-. Meski demikian, tahun ini, kinerja produk ini belum menggembirakan. Secara year to date hingga 12 Juni 2015, kinerjanya minus 5,89%. Imbal hasil negatif sejalan dengan rata-rata return reksadana campuran (Infovesta Balanced Fund Index) yaitu minus 4,23%. Tandy bilang, meski pasar modal sedang terkoreksi, FSI tidak adakan mengubah kebijakan investasi First State Indonesian MultiStrategy Fund. FSI menilai, koreksi yang terjadi masih temporer. Adapun, dari fundamental ada harapan membaik pada sisa tahun ini. Hingga akhir April lalu, total dana kelolaan First State Indonesian MultiStrategy Fund sejumlah Rp 97,15 miliar. Tandy mengaku, tidak punya target khusus pertumbuhan dana kelolaan hingga akhir tahun ini. “Yang jelas kami tetap berusaha memaksimalkan penjualan produk dengan cara memperluas agen penjual,” imbuhnya. Per 12 Juni 2015, nilai aktiva bersih per unit penyertaan (NAB/UP) reksadana campuran ini senilai Rp 3728,24. Investor bisa mengoleksinya dengan minimal pembelian Rp 1 juta. Investor akan dikutip biaya pembelian maksimal 2%. Biaya penjualan kembali juga maksimal 2%, sementara biaya manajemen dan bank kustodian masing-masing 3% dan 0,25% per tahun.
Analis Infovesta Utama, Edbert Suryajaya menilai, MI sebaiknya menurunkan porsi efek saham sebagai respons terhadap koreksi pasar saham saat ini. Namun di sisi lain, strategi portofolio reksadana yang baik adalah tetap mengacu pada kebijakan investasi awal. Jika kebijakan investasi First State Indonesian MultiStrategy Fund minimal memutar 40% aset pada efek saham, FSI pasti sudah mempertimbangkan kemungkinan terjadi koreksi pasar seperti sekarang. "Reksadana yang baik, tidak cepat mengganti kebijakan investasinya,” ujar Edward. Ia menambahkan, FSI bisa tetap mengacu minimal 40% aset dasar ada efek saham, dengan catatan melakukan riset pemilihan emiten yang tepat. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto