Menerawang efek program vaksinasi ke pasar saham



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Indonesia bergerak cepat dalam menangani pandemi. Di pengujung 2020 lalu, vaksin Sinovac kembali mendarat di Indonesia sebanyak 1,8 juta dosis.

Dengan demikian, Indonesia total sudah mendatangkan 3 juta dosis vaksin Sinovac. Secara total, Indonesia berencana mendatangkan 329 juta dosis plus 334 juta vaksin lagi sebagai opsi.

Vaksin hadir di Indonesia seiring jumlah kasus positif Covid-19 yang terus naik. Jumlah kasus baru pada 4 Januari 2021 mencapai 6.753 kasus. Di hari yang sama, jumlah pasien sembuh tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah kasus baru, yaitu 7.166 pasien. 


Sumber: covid19.go.id

Secara total, jumlah kasus terkonfirmasi di Indonesia per 4 Januari 2021 mencapai 772.103 kasus, dengan kasus aktif 110.089 kasus. Total pasien sembuh Covid mencapai 639.103 pasien. Sehingga tingkat kesembuhan sebesar 82,8%, di atas standar WHO 75%. 

Sumber: covid19.go.id

Tren Covid-19 di Indonesia masih belum melandai. Namun, pemerintah terus membuat kebijakan untuk memperkecil dampak yang diakibatkan oleh pandemi.

Salah satu kebijakan pemerintah Indonesia adalah impor vaksin. Selain itu, ada pengembangan vaksin di dalam negeri, yang dilakukan Bio Farma dan Eijkman. 

Indonesia menggunakan vaksin yang berasal dari Sinovac, Novavax, Covax/Gavi, AstraZeneca dan Pfizer. Dari kebutuhan vaksin 426,8 juta dosis, Indonesia memesan 328,5 juta dosis vaksin ditambah 334 juta dosis vaksin sebagai opsi.

Saat ini BPOM sudah mengeluarkan ijin lot release untuk 3 juta vaksin Sinovac yang sudah datang. Untuk penyuntikan, vaksin memerlukan ijin Emergency Use Authorization (EUA) yang terus dikebut oleh BPOM. 

Nantinya, vaksin akan diberikan kepada masyarakat secara gratis. Untuk merealisasikan vaksin gratis tersebut, pemerintah diperkirakan harus menyiapkan dana Rp 74 triliun.

Saat ini pemerintah sudah menyiapkan dana sebesar Rp 54,4 triliun untuk vaksinasi. Dana berasal dari dana cadangan Rp 18 triliun dan dana PEN yang belum terserap Rp 36,4 triliun. 

Vaksinasi dilakukan selama 15 bulan dan berlangsung dalam dua tahap yang dimulai pada 13 Januari 2021. Tahap 1 berlangsung bulan Januari-April 2021 dengan memprioritaskan 1,3 juta tenaga kesehatan dan 17,4 juta petugas publik. 21,5 juta penduduk lanjut usia juga akan mendapat vaksin. 

Tahap 2 berlangsung selama 11 bulan, yaitu bulan April 2021-Maret 2022. Vaksin akan disuntikan kepada 63,9 juta masyarakat rentan atau masyarakat di daerah dengan risiko penularan tinggi dan 77,4 juta masyarakat lainnya. 

Vaksin menjadi kunci utama dalam pemulihan ekonomi. Adanya vaksin akan membuat pandemi lebih terkendali sehingga kegiatan ekonomi dapat berjalan normal. Lembaga-lembaga dunia pun memprediksi ekonomi Indonesia akan lebih baik dibanding 2020.

Kegiatan produksi akan kembali berjalan, sehingga utilisasi produksi akan meningkat dan perusahaan dapat meningkatkan output produk untuk diserap masyarakat.. Tentu saja indeks PMI akan stabil berada di level ekspansif. 

Produksi yang bergerak juga akan menyerap tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja akan membuat masyarakat memiliki penghasilan dan dapat meningkatkan daya beli atau tingkat konsumsi.

Ini akan berpengaruh pada produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Sekitar 50%-60% PDB Indonesia didorong oleh konsumsi.

World Bank, dalam laporan 'Indonesia Economic Prospects Desember 2020: Toward a Secure and Fast Recovery', memproyeksikan ekonomi Indonesia di 2021 akan tumbuh 4,4%.

Lebih optimistis, Bank Indonesia memprediksi ekonomi Indonesia tahun ini tumbuh 4,8%-5,8%. JP Morgan menganalisa ekonomi Indonesia di 2021 akan tumbuh 4,0%.

Peningkatan ekonomi juga akan mendorong laju IHSG di 2021, karena optimisme yang terbangun atas pulihnya ekonomi. Dengan pulihnya ekonomi Indonesia, kinerja saham-saham yang jatuh di 2020 akan mulai membaik. 

Vaksinasi yang mulai dilaksanakan Januari juga menjadi sentimen positif bagi saham farmasi, terutama bagi emiten yang ditunjuk sebagai distributor vaksin Covid-19, seperti PT Kimia Farma Tbk (KAEF).

Penunjukan tersebut akan berdampak positif bagi profitabilitas KAEF. Selain itu, tren pelemahan dollar AS juga menguntungkan KAEF, lantaran emiten ini masih mengimpor bahan baku obat.

Melihat valuasinya, price to book value (PBV) KAEF saat ini 4,18 kali. PBV ini di bawah PBV rata-rata lima tahun, 4,59 kali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Harris Hadinata