Meneropong arah IHSG pasca pemilu



JAKARTA. Beberapa waktu belakangan, pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak positif. Kondisi ini berbanding terbalik dengan pergerakan pasar saham di kawasan regional.

Sebagai ilustrasi, mari kita bandingkan pergerakan IHSG dan bursa Asia pada periode tiga bulan terakhir yang berakhir pada Jumat (28/2) lalu. Berdasarkan data yang dihimpun Bloomberg, pada periode tersebut, IHSG berhasil menorehkan lonjakan sebesar 9,1%. Kondisi itu menempatkan pasar saham Indonesia di posisi dua sebagai pasar saham dengan performa terbaik di Asia setelah VN Index Vietnam. Sementara, indeks MSCI Asia Pacific malah mencatatkan penurunan sebesar 2,9%.

Apa penyebabnya? Sejumlah analis menilai, reli pada IHSG disebabkan oleh sejumlah faktor. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang positif. Asal tahu saja, sepanjang tahun ini, nilai dana asing yang masuk ke pasar saham Indonesia nilainya mencapai lebih dari US$ 800 juta. Nilai tersebut merupakan yang terbesar di antara pasar saham Asia lainnya.


Faktor kedua adalah rilis kinerja emiten di kuartal IV yang positif menyokong performa IHSG. Sebagai bukti, data yang dihimpun Bloomberg menunjukkan, sekitar 72% emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang sudah merilis kinerjanya sejauh ini, melampaui estimasi analis.

"Saya sangat super overweight terhadap pasar saham Indonesia setelah terjadi peningkatan kepemilikan saham oleh asing sejak awal Februari lalu," jelas Alan Richardson, dari Credit Suisse Securities. Dia juga bilang, kinerja emiten di kuartal empat tahun lalu, khususnya sektor perbankan, terbilang memuaskan. Hal ini menandakan bahwa sistem finansial Indonesia masih sehat.

Ambil contoh, kinerja PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) setidaknya 20% lebih tinggi dari estimasi analis. Demikian pula halnya dengan saham PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) yang kinerjanya 5,6% lebih tinggi dari estimasi.

IHSG dan pemilu

Lantas, bagaimana analis melihat arah IHSG pasca pemilu nanti?

Joshua Tanja, head of research PT UBS Securities Indonesia kepada Bloomberg memprediksi, kinerja sektor perbankan di tahun ini akan naik hingga 15%. Sementara, sektor barang konsumen diramal akan naik 17% seiring dihelatnya pemilihan umum yang dijadwalkan April dan Juli mendatang. Pasalnya, partai politik akan banyak mengeluarkan anggaran untuk belanja iklan, makanan, t-shirts, dan lain-lain saat kampanye.

Meski demikian, Joshua mengingatkan, saat ini masih terlalu dini bagi investor untuk membeli saham-saham Indonesia. Apalagi setelah nilai valuasinya meningkat tahun ini. Dia menjelaskan, valuasi IHSG saat ini mencapai 13,9 kali proyeksi laba selama 12 bulan. Naik dari posisi 12,4 kali pada pertengahan Desember lalu.

Nilai valuasi IHSG tersebut juga jauh lebih mahal dari indeks MSCI Emerging Merket. Sementara, valuasi indeks MSCI Asia Pacific adalah 12,4 kali.

"Rekomendasi kami kepada klien adalah jangan terlalu excited terhadap pasar saham Indonesia," imbuh Joshua.

Muhammad Alfatih, analis Samuel Sekuritas memiliki pandangan yang berbeda. Dia bilang, pemilu periode 2014 sangat mirip dengan kondisi pemilu 2004 silam. Pemilu pada 2004 silam masih belum jelas siapa kandidat terkuat yang bakal menang meski sudah dekat dengan jadwal penyelenggaraan pemilu. "Dan kondisi itu kembali terulang pada pemilu tahun ini," imbuhnya kepada KONTAN, (3/3).

Tapi, lanjut Alfatih, ada satu sisi yang membuat pesta politik periode tahun ini jauh berbeda dengan tahun 2004 silam. “Ada unsur 'harapan' dalam perdagangan IHSG. Nah, meski belum jelas siapa kandidat terkuatnya, tapi beberapa karakter (ARB, Jokowi, Prabowo) yang selama ini sudah digadang-gadang oleh media masa belakangan ini merupakan sosok decision maker,” urainya.

Calon-calon tersebut memiliki karakter yang tidak dimiliki pemerintahan SBY selama ini. Calon-calon tersebut dipandang pelaku pasar sebagai sosok yang tidak akan tarik ulur dalam setiap pengambilan keputusan.

"Jadi, meski sebelum pemilu pasar masih wait and see tapi pergerakannya cenderung lebih positif, range IHSG akan berada di kisaran 4.700-4.800," jelas Alfatih.

Nah, jika pemilu selesai dilaksanakan dan penyelenggaraannya sukses dijalankan dengan aman, maka Alfatih memiliki target optimistis IHSG akan menyentuh level 5.300 untuk tahun ini. Target tersebut hanya berpeluang bisa tercapai jika penyelenggaraan pemilu berjalan dengan lancar, tidak ada kerusuhan atau gangguan lain yang menyangkut keamanan.

"Kalau pun ada upaya-upaya untuk menggagalkan pemilu, target pesimis IHSG masih tetap lebih baik, target pesimis kami ada di level 4.400," pungkas Alfatih.

Sementara, Mandiri Sekuritas mematok target Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ada di level 5.550 pada akhir tahun nanti. Namun, level itu hanya bisa tercapai jika IHSG mampu melewati beberapa hal yang krusial, salah satunya adalah pemilu.

John Rachmat, Head of Equity Research Mandiri Sekuritas menjelaskan, (24/2), sebelum mencapai level tersebut, pergerakan IHSG akan mencapai level 4.800 terlebih dahulu. "Level ini akan terwujud hingga April nanti, terhitung mulai Januari kemarin," imbuhnya.

Hanya saja, untuk mencapai level tersebut bukan perkara mudah. Sebab, transaksi yang dilakukan pelaku pasar selama periode itu hanya memanfaatkan data positif makro ekonomi menjelang akhir tahun lalu, khususnya surplus neraca perdagangan yang dipicu oleh akan diberlakukannya pembatasan ekspor mineral.

Peraturan tersebut membuat pengekspor mineral berbondong-bondong menjual produksinya sebelum beleid itu diberlakukan. Tapi, mulai Januari kemarin aksi panic selling itu mulai berakhir, sehingga neraca perdagangan per Januari hasilnya memang tidak sebaik data Desember.

Sekadar mengingatkan, kondisi neraca perdagangan yang kembali defisit pada Januari. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca dagang Januari 2014 defisit sebesar US$ 430,6 juta. Nilai ini lebih besar dibanding defisit bulan yang sama tahun 2013 kemarin sebesar US$ 74,7 juta.

“Hal ini bisa menjadi sentimen negatif yang menghambat pergerakan IHSG. Apalagi, data-data tersebut bakal terangkum dalam posisi rupiah yang selama ini juga menjadi pertanyaan investor asing, apakah rupiah sudah mencapai level bottom -nya?” jelas John.

Namun, lanjut John, secara umum data-data soal inflasi, neraca berjalan, transaksi perdagangan hingga soal posisi rupiah saat ini relatif lebih baik jika dibanding posisi sekitar tengah tahun lalu yang sempat menghajar telak level IHSG. Kebetulan secara historikal IHSG juga cenderung meningkat menjelang pemilu.

"Nah, selepas April nanti indeks baru mulai terkoreksi karena pelaku pasar cenderung wait and see. Karena pada saat itu, pemilu parlemen sudah dilaksanakan, dan pemimpin anyar baru bisa mulai ditebak jika pemilu parlemen selesai dijalankan," tutur John.

Salah satu yang menjadi penentu arah pergerakan IHSG adalah jika presiden terpilih nanti merupakan sosok yang market friendly, maka IHSG berpotensi menembus 5.550.

Tapi, jika pemimpin baru yang terpilih ternyata hanya mengedepankan tujuan khusus sehingga mengorbankan data makro ekonomi, maka bukan tak mungkin skenario terburuk IHSG menjadi kenyataan. IHSG akan menyentuh target pesimistis di level 4.000. "Andai ada kenaikan, paling hanya naik 6% hingga 7% dibanding realisasi IHSG tahun lalu," pungkas John.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie