Meneropong Dampak Kenaikan Harga Minyak dan Pelemahan Rupiah pada Ekspor Impor RI



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kondisi nilai tukar rupiah melemah dalam sepekan terakhir. Pada Jumat (4/10) lalu, kurs rupiah spot melemah 2,27% sepekan menjadi Rp 15.485 per dolar Amerika Serikat (AS).

Sejalan dengan itu, harga minyak global kembali meningkat, pasca eskalasi konflik yang memanas di Timur Tengah akibat Israel vs Iran telah mendongkrak harga minyak mentah dunia.

Dalam sepekan, harga West Texas Intermediate (WTI) dan Brent kompak menanjak lebih dari 9%. Merujuk Trading Economics, dalam sepekan terakhir harga WTI mengakumulasi kenaikan 9,09% ke level US$ 74,38 per barel hingga Minggu (6/10). Pada periode yang sama, harga Brent menguat 9,10% ke posisi US$ 78,05 per barel.


Baca Juga: Prabowo Siapkan Kebijakan untuk Kurangi Beban APBN 2025 dari Kenaikan Harga Minyak

Staf Bidang Ekonomi, Industri, dan Global Markets dari Bank Maybank Indonesia Myrdal Gunarto menilai, kondisi harga minyak global seperti Brent masih berada di bawah US$ 80 per barel, atau masih di bawah asumsi dalam APBN 2024 yakni harga minyak mentah Indonesia sebesar US$ 82 per barel.

Kondisi tersebut, lanjutnya, seharusnya masih belum menjadi kekhawatiran terhadap perkembangan ekspor dan impor Indonesia. 

Di sisi lain, ia menilai kondisi nilai tukar rupiah saat ini masih di bawah Rp 16.000, sehingga belum memiliki dampak yang signifikan terhadap kondisi keuangan fiskal dalam negeri.

“Saya lihat kondisi saat ini dari sisi harga minyak kelihatannya itu hanya temporary lonjakannya. Karena kalau kita lihat dari sisi permintaan minyak secara global pun juga masih relatif menurun terutama dari konsumen terbesar minyak dunia yaitu China,” tutur Myrdal kepada Kontan, Minggu (6/10).

Baca Juga: Jika Serius Pajaki Para Konglomerat, Makan Bergizi Gratis bisa Tanpa Membebani APBN

Dengan permintaan yang menurun tersebut, Myrdal melihat dampak yang dirasakan dari kenaikan harga minyak hanya sementara saja.

Editor: Noverius Laoli