Meneropong geliat harga saham GGRM



JAKARTA. Empat hari tanpa henti, harga saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM) terus melejit dan ikut mendorong Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Kemarin (23/8), saham GGRM ditutup naik 1,25% dari hari sebelumnya ke Rp 40.550 per saham.

Jadi, dalam empat hari, harga saham ini sudah naik sekitar 14,23%. Bahkan, sejak awal tahun, saham ini sudah memberi keuntungan 88,17%.

Masalahnya, apakah kenaikan ini punya dasar kuat dan setinggi apa GGRM akan mendaki?


Pada semester I-2010, pendapatan GGRM mencapai Rp 18,01 triliun. Sebesar 93% berasal dari penjualan rokok di dalam negeri. Sisanya atau sebesar Rp 1 triliun berasal dari pasar ekspor.

Produsen rokok asal Kediri, Jawa Timur, ini tetap mengandalkan produk sigaret kretek mesin (SKM).

Harga bahan baku naik

Analis Waterfront Securities Isfhan Helmi Arsad menilai, secara fundamental, bisnis GGRM masih akan tumbuh. "Di Indonesia, rokok masih dianggap kebutuhan pokok. Apalagi, GGRM memiliki distribusi pasar yang cukup kuat dan menjangkau seluruh wilayah tanah air," ujarnya.

Tapi, GGRM kemungkinan besar akan menghadapi kenaikan harga tembakau, akhir tahun ini. Pasokan tembakau diprediksi berkurang lantaran faktor cuaca yang buruk.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Budidoyo memprediksi, akibat buruknya cuaca, produksi tembakau tahun ini bakal turun 30% dibandingkan produksi tahun lalu, yang sebanyak 176.937 ton.

Sayang, Isfhan belum bisa menghitung pengaruhnya terhadap kinerja GGRM. "Salah satu jalan untuk menjaga kinerja GGRM adalah dengan menaikkan harga jual rokok," ujar dia, kemarin (23/8).

Kendati begitu, Isfhan berani memperkirakan, GGRM tahun ini akan meraup pendapatan Rp 40 triliun dan laba besih sekitar Rp 4 triliun.

Adapun Analis BNI Securities Akhmad Nurcahyadi menaksir, pendapatan dan laba bersih GGRM tahun ini masing-masing sebesar Rp 35,08 triliun dan Rp 3,89 triliun.

Tahun lalu, GGRM meraih pendapatan Rp 32,97 triliun dan laba bersih Rp 3,45 triliun.

Dengan kapitalisasi pasar saat ini mencapai Rp 78,02 triliun, saham GGRM cukup berpengaruh pada pergerakan indeks. Sayangnya, saham ini terbilang tidak likuid. "Banyak yang memilih memegang saham ini ketimbang melempar ke pasar," kata Satrio Utomo, Analis Universal Broker.

Apalagi, investor ritel cuma menguasai 26,94% dari total saham GGRM. "Pergerakannya menjadi tidak fair karena tak banyak orang yang punya," imbuh Satrio.

Oleh sebab itu, ia menyarankan investor berhati-hati mencermati tren harganya. "Saham GGRM memiliki risiko tinggi, apalagi kalau indeks regional anjlok," jelasnya.

Apalagi, menurut hitungan Akhmad, rasio harga terhadap laba bersih (PER) GGRM sudah mencapai 21,5 kali. Ini dengan asumsi laba bersih tahun ini Rp 2.000 per saham. "Sahamnya paling tinggi di antara saham sektor konsumsi lainnya," tuturnya.

Toh, ketiganya memberi rekomendasi beli saham GGRM. Ishfan dan Akhmad mematok target harga masing-masing Rp 45.000 dan Rp 43.000 per saham. "Beli dengan jangka pendek di Rp 43.500 per saham," kata Satrio.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa