Meneropong Potensi Imbal Hasil Reksadana Pendapatan Tetap Tahun Ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar obligasi Indonesia tengah berada dalam tekanan seiring adanya sentimen kenaikan suku bunga acuan dan kenaikan inflasi global. Hal ini tercermin dari yield SBN acuan 10 tahun yang bergerak dari kisaran 6,7% pada akhir Februari 2022 menjadi 6,9% pada hari ini, Rabu (13/4).

Kendati pasar obligasi berada dalam tekanan, nyatanya reksadana pendapatan tetap masih catatkan pertumbuhan dana kelolaan. Merujuk data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada akhir Maret 2022, dana kelolaan reksadana ini sebesar Rp  155,77 triliun. Jumlah tersebut naik 2,61% secara bulanan mengingat pada akhir Februari masih sebesar Rp 151,81 triliun.

Head of Fixed Income Sucorinvest Asset Management Dimas Yusuf menjelaskan, salah satu faktor pendorong masih tumbuhnya dana kelolaan reksadana pendapatan tetap adalah pertumbuhan investor reksadana. Dia bilang, reksadana jenis ini cenderung jadi pilihan bagi para investor reksadana yang baru atau pemula ketimbang reksadana saham. 

Baca Juga: Mantap! Jumlah Investor Pasar Modal Capai 8,4 Juta Per Maret 2022

“Apalagi, ini ditunjang dengan yield Indonesia yang dalam posisi cukup terkoreksi jika dibandingkan sejak akhir tahun 2021. Alhasil, banyak investor yang punya view bahwa reksadana pendapatan tetap punya outlook yang menarik ke depannya,” kata Dimas ketika dihubungi Kontan.co.id, Rabu (13/4).

Dia bilang, di Sucorinvest AM sendiri, jumlah dana kelolaan maupun unit penyertaan reksadana pendapatan tetap mengalami pertumbuhan, sejalan dengan yang terjadi di industri. Namun, ia bilang, pertumbuhan terlihat lebih signifikan pada reksadana pendapatan tetap yang berbasis obligasi korporasi. 

Pada sisa akhir tahun ini, Dimas melihat peluang yield SBN acuan 10 tahun berpotensi kembali menguat, khususnya pada semester II-2022. Menurutnya, pada periode tersebut, ekspektasi pelaku pasar terhadap kenaikan inflasi sudah memuncak. 

Dengan karakteristik pasar yang melihat ke depan, inflasi diperkirakan akan mulai turun, kebijakan moneter bank sentral sudah semakin jelas, maka dengan sendirinya, yield SBN acuan 10 tahun akan menguat dan harga obligasi pun terkoreksi.

Baca Juga: Manajer Investasi Dihadapkan Pada Pilihan Dilematis Untuk Saham GOTO

“Indonesia seharusnya punya real yield yang menarik, lalu dengan pergerakan yield yang jauh lebih stabil dibandingkan negara lain, bahkan AS sekalipun, pasar obligasi Indonesia punya prospek yang menarik,” imbuh dia. 

Menyikapi keadaan pasar obligasi saat ini, Dimas menyebut strategi yang diterapkan secara umum adalah pengelolaan defensif namun tetap dinamis. Ia menjelaskan, untuk reksadana pendapatan tetap berbasis obligasi negara, strateginya adalah memperpendek durasi, namun tetap full berinvestasi untuk mendapatkan kupon yang optimal.

Sementara untuk reksadana pendapatan tetap yang berbasis obligasi korporasi yang berdurasi jangka pendek, pihaknya lebih memilih perbanyak porsi cash. Namun, ketika ada koreksi yang cenderung sementara, pihaknya akan tambah kepemilikan karena secara jangka panjang masih punya outlook yang positif.

“Proyeksi kami, kinerja reksadana pendapatan tetap yang fokus ke obligasi negara bisa berikan imbal hasil sekitar 4%-6% untuk tahun ini. Sedangkan untuk yang berbasis obligasi korporasi bisa berikan imbal hasil di kisaran 6%-7%,” pungkas Dimas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati