Meneropong prospek BNLI pasca-rights issue



JAKARTA. Lembaga keuangan, khususnya perbankan, ramai-ramai memperkuat permodalannya melalui rights issue alias penerbitan saham baru. Salah satunya adalah PT Bank Permata Tbk (BNLI).

Bank hasil merger lima bank swasta, yaitu PT Bank Bali Tbk, PT Bank Universal Tbk, PT Bank Artamedia, PT Bank Patriot dan PT Bank Prima Ekspress, ini berencana mengeluarkan tambahan saham sebanyak 1.290.520.987 saham dengan harga Rp 1.549 per saham baru.

Direktur Utama BNLI David Fletcher berharap, dari aksi korporasi ini bank yang dia kelola mendapat tambahan likuiditas Rp 2 triliun.


Seolah tak ingin kepemilikannya terdilusi, kedua pemegang saham pengendali, yaitu PT Astra International Tbk (ASII) dan Standard Chartered Bank (SCB) siap menjadi standby buyer. Saat ini, ASII dan SCB memiliki saham BNLI masing-masing 44,51%.

Analis Sucorinvest Central Gani Robby Hafil melihat, penambahan modal ini dilakukan tak hanya bertujuan agar BNLI semakin leluasa menyalurkan kredit. "Saya pikir, ini juga bagian dari persiapan penerapan Basel II," timpal Isfhan Helmi Arsad, Analis Waterfront Securities.

Secara umum, aturan Basel II mensyaratkan, bank harus memiliki cadangan modal yang cukup untuk menanggung risiko penyaluran kredit yang mereka lakukan. Bank Indonesia (BI) optimistis, perbankan kita mampu memenuhi aturan ini pada 2012.

Isfhan menilai, dengan rasio tier 1 atau modal inti terhadap total aset sebesar 9,2%, serta rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) 13,9% yang dimiliki BNLI per 30 Juni 2010, maka jika rights issue sukses, maka CAR BNLI akan meningkat sekitar 370 basis poin (bps) atau 3,7%. Artinya, setelah rights issue, CAR bank ini akan menjadi 17,6%.

Saham publik sedikit

Robby melihat, langkah BNLI melakukan rights issue saat ini cukup tepat. Pasalnya kondisi pasar sedang relatif stabil. "Kemungkinan harga sahamnya turun, sangat tipis," jelas Robby.

Namun Analis Samuel Sekuritas Indonesia M. Alfatih melihat, rights issue ini tidak akan memberikan dampak yang signifikan terhadap harga saham BNLI. Sebab, saham yang digenggam publik tidak banyak, hanya 10,99%. Jadi, saham yang beredar di pasar cuma 850,20 miliar saham. Oleh karena itu, "Saham BNLI hanya cocok bagi investor jangka menengah dan panjang," jelas Alfatih.

Isfhan memprediksi, pendapatan bunga bersih atau net interest income (NII) BNLI tahun ini akan mencapai Rp 3,25 triliun dengan laba bersih Rp 1 triliun. Pada 2009, bank yang fokus menggarap kredit sektor konsumer dan komersial ini meraup NII sebesar Rp 2,95 triliun, dengan laba bersih Rp 739,61 miliar.

Ketiga analis sepakat merekomendasikan beli untuk saham BNLI. "Harga sahamnya tergolong masih murah. PE (harga saham per laba) 2010 sebesar 13 kali, padahal PE industri berkisar 18-19 kali," ujar Isfhan, yang menargetkan harga Rp 2.200 per saham.

Robby memasang target harga Rp 2.000 per saham. Sedangkan, Alfatih memberi catatan tersendiri. "Beli saat harganya terkoreksi di Rp 1.650. Nanti ada koreksi sedikit, tetapi akan naik lagi dan berpotensi ke Rp 2.000 per saham," ramal dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie