Mengaca Gempa Turki yang Memakan Korban, Ini Pentingnya Rencana Evakuasi Mandiri



KONTAN.CO.ID -  Turki dan Suriah dilanda bencana gempa bumi dengan kekuatan 7,8 magnitudo pada hari Selasa (6/2) lalu. 

Akibat musibah ini, diperkirakan sedikitnya 3.800 orang meninggal dan belasan ribu warga yang terluka akibat kejadian gempa tersebut. 

Dari hasil laporan laporan Badan Survei Geologi Amerika (USGS) menyatakan bahwa pusat gempa di Turki berkekuatan 7,8 R itu berada 23 kilometer timur Nurdagi, di Provinsi Gaziantep Turki, pada kedalaman 24,1 kilometer.


Dosen Geologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Wahyu Wilopo, mengatakan magnitude gempa di Turki yang cukup besar dan tingkat kedalaman pusat gempa yang  dangkal menyebabkan risiko tingkat kerusakan bangunan yang begitu besar.

Baca Juga: 4 Tips Memilih Pesantren yang Tepat dan Aman untuk Anak, Orangtua Perlu Tahu

”Kerusakan gempa bumi sangat dipengaruhi oleh kekuatan gempa, durasi gempa, jarak gempa (jarak horizontal dan kedalaman) dari lokasi, kondisi tanah dan batuan di lokasi termasuk ada tidaknya jalur patahan dan kekuatan bangunan yang ada,” kata Wahyu Wilopo, dikutip dari situs UGM.

Disamping itu, tambah Wahyu, episentrum gempa juga berada di daerah daratan dan kejadian gempa yang besar terjadi bukan pada gempa pertama, namun pada kejadian gempa selanjutnya. 

“Yang terjadi pada pukul 4.17 pagi dengan magnitude yang lebih rendah, kemudian terjadi gempa lagi pada pukul 4.28 dengan magnitude 6,7 dan pada pukul 13.24 siang terjadi gempa dengan magnitude paling besar 7,8,” katanya.

Pentingnya memiliki rencana evakuasi mandiri

Kejadian gempa yang berturut-turut dengan magnitude yang cukup besar ini menurut pengamatan dosen Fakultas Teknik ini justru akan lebih merusak dibandingkan dengan kejadian gempa yang hanya terjadi hanya sekali atau gempa yang agak besar diikuti dengan gempa-gempa kecil. 

“Masyarakat kita juga harus waspada terhadap gempa susulan, yang mungkin magnitudonya lebih besar dari gempa yang pertama seperti kasus yang terjadi di Turki ini atau di Lombok pada 2018,” katanya.

Wahyu Wilopo menjelaskan penyebab banyaknya korban yang meninggal dunia yang tertimpa reruntuhan bangunan. 

Secara umum bangunan di Turki sudah lebih baik secara kekuatan dibandingkan di Indonesia, namun demikian dengan kejadian gempa yang cukup besar berkali-kali akan menyebabkan terjadinya keruntuhan. 

“Sebagian besar tipikal bangunan di Turki dibangun bertingkat bukan satu lantai, sehingga lebih rentan runtuh dan menimbulkan banyak korban,” jelasnya.

Baca Juga: Daya Tampung Jenjang D3 dan D4 UI di SNBP 2023, Simak Daftarnya Ini

Menurut Wahyu Wilopo, pelajaran yang bisa kita petik dari kejadian gempa di Turki dan Suriah adalah kita harus selalu waspada terhadap kejadian gempa bumi yang ada di Indonesia. 

Salah satu kewaspadaan yang harus dilakukan adalah dengan membangun bangunan yang tahan terhadap gempa. Ia mencontohkan, salah satu contoh bangunan tahan gempa yang sederhana adalah RISBA yang dikembangkan oleh teman-teman di Teknik Sipil dan Lingkungan UGM.

Selain itu, masyarakat juga harus memiliki rencana evakuasi mandiri bila terjadi gempa dengan mengenali tempat-tempat berlindung atau jalur evakuasi untuk menuju tempat aman. 

Yang tidak kalah penting, melakukan pemetaan sesar-sesar aktif sebagai pemicu terjadinya gempa bumi juga perlu dilakukan lebih detail untuk menginventarisasi daerah berpotensi terjadi gempa bumi. 

Sebab, pengembangan wilayah juga harus mengacu pada informasi bencana salah satunya gempa bumi, dimana harus ada rekomendasi kekuatan bangunan yang sesuai dengan ancaman gempanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News