Dalam mengelola produk unitlink, perusahaan asuransi tidak semata mengejar return terbaik bagi para nasabahnya. Lazimnya sebuah entitas bisnis, perusahaan asuransi harus pintar-pintar menempatkan dana di manajer investasi untuk dikelola secara baik sehingga menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.Maklum, kinerja perusahaan asuransi tak semata dari perolehan premi nasabah, tapi juga hasil investasinya. “Investasi diperlukan agar industri asuransi bisa terus tumbuh,” kata Iwan Pasila, Chief Financial Officer AXA Mandiri.Nah, Peraturan Menteri Keuangan merilis Peraturan Nomor 53/PMK 010/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi yang dirilis beberapa bulan lalu bisa menjadi pegangan sekaligus melindungi perusahaan asuransi dalam berinvestasi. “Sebab, penempatan portofolio akan berpengaruh ke risk based capital,” kata Hary Prasetyo, Direktur Keuangan PT Jiwasraya.Aturan itu membatasi investasi asuransi pada instrumen tertentu plus pilihan jenis investasinya, sehingga sangat membantu perusahaan mencari pilihan investasi yang lebih variatif, namun tetap memperhatikan risiko. “Kami mencoba menyesuaikan dengan aturan secara bertahap,” kata Hary.Sedangkan Iwan melihat, beleid itu menjadi acuan perusahaan untuk mengelola dana investasi dari produk unitlink atau endowment. Maklum, imbal hasil dari dua produk ini menjadi perhatian para nasabah.Beleid yang baru mulai berlaku tahun 2013 itu mengatur batas maksimal penempatan dana di aneka instrumen investasi seperti reksadana dan deposito. Hary menyebut Jiwasraya memiliki portofolio investasi lebih dari 50% di reksadana dan hanya secuil di saham. Padahal, aturan baru itu membatasi porsi investasi di reksadana di satu manajer investasi paling tinggi 15%, dan total investasi dalam reksadana maksimal 50% dari jumlah dana investasi.Beda lagi dengan AXA Mandiri yang lebih condong menempatkan dananya ke obligasi milik pemerintah, deposito, dan sebagian di saham sebagai investasi jangka panjang. “Kami mencoba menyesuaikan dengan strategi dan horizon investasi kami,” pungkas Iwan. ***Sumber : KONTAN MINGGUAN 02 - XVII, 2012 Laporan UtamaCek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Mengail return, menyebar risiko
Dalam mengelola produk unitlink, perusahaan asuransi tidak semata mengejar return terbaik bagi para nasabahnya. Lazimnya sebuah entitas bisnis, perusahaan asuransi harus pintar-pintar menempatkan dana di manajer investasi untuk dikelola secara baik sehingga menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.Maklum, kinerja perusahaan asuransi tak semata dari perolehan premi nasabah, tapi juga hasil investasinya. “Investasi diperlukan agar industri asuransi bisa terus tumbuh,” kata Iwan Pasila, Chief Financial Officer AXA Mandiri.Nah, Peraturan Menteri Keuangan merilis Peraturan Nomor 53/PMK 010/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi yang dirilis beberapa bulan lalu bisa menjadi pegangan sekaligus melindungi perusahaan asuransi dalam berinvestasi. “Sebab, penempatan portofolio akan berpengaruh ke risk based capital,” kata Hary Prasetyo, Direktur Keuangan PT Jiwasraya.Aturan itu membatasi investasi asuransi pada instrumen tertentu plus pilihan jenis investasinya, sehingga sangat membantu perusahaan mencari pilihan investasi yang lebih variatif, namun tetap memperhatikan risiko. “Kami mencoba menyesuaikan dengan aturan secara bertahap,” kata Hary.Sedangkan Iwan melihat, beleid itu menjadi acuan perusahaan untuk mengelola dana investasi dari produk unitlink atau endowment. Maklum, imbal hasil dari dua produk ini menjadi perhatian para nasabah.Beleid yang baru mulai berlaku tahun 2013 itu mengatur batas maksimal penempatan dana di aneka instrumen investasi seperti reksadana dan deposito. Hary menyebut Jiwasraya memiliki portofolio investasi lebih dari 50% di reksadana dan hanya secuil di saham. Padahal, aturan baru itu membatasi porsi investasi di reksadana di satu manajer investasi paling tinggi 15%, dan total investasi dalam reksadana maksimal 50% dari jumlah dana investasi.Beda lagi dengan AXA Mandiri yang lebih condong menempatkan dananya ke obligasi milik pemerintah, deposito, dan sebagian di saham sebagai investasi jangka panjang. “Kami mencoba menyesuaikan dengan strategi dan horizon investasi kami,” pungkas Iwan. ***Sumber : KONTAN MINGGUAN 02 - XVII, 2012 Laporan UtamaCek Berita dan Artikel yang lain di Google News