Mengail untung dari kenaikan DOC



JAKARTA. Kenaikan harga jual bibit ayam berumur sehari atau day old chiken (DOC) terus naik. Berdasarkan data Pusat Informasi Pasar (Pinsar) Unggas, Jumat (16/3), harga DOC sudah mencapai Rp 4.750 per ekor. Dibanding awal Januari 2012, harga itu sudah naik 26,6%.

Kenaikan harga DOC tersebut disebabkan oleh kondisi cuaca. Pergantian musim dari kemarau ke musim hujan menggangu produksi ayam. “Ini sudah biasa terjadi saat musim hujan, produksi DOC membutuhkan suhu yang hangat, ketika musim hujan produksi turun,” kata Arief Farhrury, Analis Mega Capital Indonesia, Jumat (16/3).

Kenaikan harga DOC pada awal tahun ini sama dengan peristiwa di 2010. Pada waktu itu terjadi kelangkaan DOC sehingga harga meningkat hingga menyentuh Rp 6.000 per ekor pada Mei 2010. “Jika harga ayam dan DOC tetap tinggi sampai akhir tahun ini, akan menguntungkan bagi industri ternak,” kata Adi N. Wicaksono, Analis Kim Eng Securities, dalam risetnya.


Meski begitu, Arief menilai, kenaikan tersebut hanya berlangsung sementara. Sebab, kenaikan tersebut akan dikompensasi ketika kemarau datang. Saat itu produksi DOC akan kembali normal dan harga DOC akan kembali turun.

Tapi, tahun ini penjualan DOC diprediksi bakal naik seiring peningkatan kosumsi ayam di Indonesia. “Tahun ini kosumsi ayam per kapita bisa sampai 8 kilogram (kg) per tahun, naik dari tahun lalu yang sebanyak 7 kg per kapita per tahun,” kata Arief.

Secara industri, Arief memprediksi, penjualan di sektor ternak akan meningkat dikisaran 10%-15%. Hal tersebut akan memberi pengaruh positif terhadap emiten pakan ternak. Itulah yang membuat sejumlah emiten pakan ternak ini berekespansi meningkatkan produksi.

Ambil contoh, PT Sierad Produce Tbk (SIPD). Tahun ini Sierad akan mengoperasikan dua peternakan pembibitan ayam (breeding farm) dari tiga peternakan yang sudah jadi. Dari dua peternakan ini, kapasitas produksi DOC Sierad akan meningkat sebesar 30%.

SIPD sebelumnya telah memiliki 15 peternakan pembibitan ayam di Jawa Barat dan Jawa Timur, seperti Sukabumi, Bogor, dan Lamongan. Lima belas peternakan pembibitan itu masing-masing mampu memproduksi DOC sebanyak 100 juta ekor per tahun.

Anak usaha PT Japfa Tbk (JPFA), PT Ciomas Adisatwa juga akan meningkatkan produksi ayam pedaging atau broiler. Anak perusahaan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) ini menargetkan peningkatan produksi sebesar 14,4 juta ekor sampai 19,5 juta ekor pada tahun ini. Tentu, ini membuat kebutuhan DOC bakal naik. Angka itu akan menambah total produksi ayam pedaging perusahaan yang tahun lalu sebesar 120 juta hingga 130 juta ekor.

Untuk mencapai target tersebut, Ciomas akan menambah 300-400 mitra peternak plasma. Dengan penambahan ini, maka sampai akhir 2012 nanti, jumlah peternak plasma Ciomas Adisatwa akan mencapai kisaran 4.300 sampai 4.400 mitra.

Tidak liquid

Para analis melihat, harga jagung, bahan baku pakan ternak, tidak akan lebih tinggi dari tahun lalu, lantaran persediaan jagung lokal masih cukup banyak. Selain jagung, bungkil kedelai merupakan bahan baku utama untuk pakan ternak. Kedua bahan baku itu berkontribusi sebesar 70%-80% dari biaya di bisnis ternak DOC.

Adi menghitung, dengan kenaikan harga DOC dan harga bahan baku yang relatif stabil, JPFA bisa membukukan margin kotor 40% untuk bisnis di divisi DOC. Angka ini naik dari prediksi sebelumnya yang sebesar 30%. Catatan saja, hingga kuartal III 2011, penjualan DOC berkontribusi sekitar 7% dari total penjualan JPFA.

Reza Priyambada, Managing Research Asset Management Indosurya Asset Management, mengatakan, untuk memilih saham pakan ternak, investor mesti melihat likuiditas masing-masing saham di pasar. Maklum, saham akan sulit dijual jika tidak terlalu liquid.

Reza melihat, saham JPFA dan CPIN cukup liquid ketimbang emiten pakan ternak lainnya, seperti PT Sierad Produce Tbk (SIPD) dan PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN). Hal ini tercermin dari kapitalisasi pasar. Kapitalisasi pasar CPIN saat ini mencapai Rp 44,68 triliun, sedang JPFA sekitar Rp 8,7 triliun. Sedang kapitalisasi pasar MAIN dan SIPD masing-masing hanya sebesar Rp 1,81 triliun dan Rp 497,73 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini