Kerajinan kaligrafi timbul sedang naik daun, khususnya yang berbahan anyaman benang baja berwarna emas dan perak. Perajinnya bisa mengantongi omzet hingga Rp 50 juta sebulan. Penghasilan ini dapat naik berkali-kali lipat menjadi Rp 300 juta saat mengikuti pameran besar semacam Pekan Raya Jakarta. Dengan mayoritas penduduk muslim, Indonesia tentu saja merupakan pangsa pasar yang sangat besar bagi beragam produk yang menonjolkan nuansa Islami, termasuk kaligrafi. Saat ini, produk kaligrafi yang sedang naik daun adalah kaligrafi timbul berbahan benang emas dan perak. Kerajinan ini dibuat dengan anyaman benang baja berkelir emas atau perak, sehingga membentuk ayat-ayat suci Al-Quran.Produk kaligrafi timbul pertama kali dipopulerkan oleh Raya Galery di Surabaya sejak dua tahun lalu.Budi Wagiatno, pemilik Raya Galery, mengatakan, proses pembuatan kaligrafi jenis tersebut agak susah. Pertama, paku-paku baja yang dipesan langsung dari pabrik disusun membentuk ayat dan huruf hijaiyah. Setelah itu, benang-benang baja berwarna emas mengkilap dihubungkan antara satu paku dengan paku lainnya membentuk huruf yang lebih tebal dan berkesan mewah. "Pembuatannya cukup memakan waktu lama, sebab satu karya hanya dikerjakan satu orang," kata Budi.Menurut Budi, pengerjaan hanya oleh satu orang bertujuan agak karya itu bisa konsisten dan rapi. Untuk kaligrafi berukuran kecil, pengerjaannya bisa memakan waktu tiga hari. Pembuatan kaligrafi ukuran besar makan waktu tiga pekan. Lama pengerjaan tergantung pada tingkat kesulitan serta ukuran kaligrafi. Budi mencontohkan, kaligrafi berbentuk pohon yang berisi Asmaul Husna selesai dalam waktu tiga minggu.Selain jenis kaligrafi timbul dengan paku, Budi juga membuat kaligrafi dari bahan lain. Misalnya, lukisan kaligrafi dengan bahan cat minyak, aluminium, dan perak. Dalam mengerjakan semua kerajinan tersebut Budi dibantu 25 pekerja. Ia juga melayani kaligrafi sesuai dengan pesanan konsumen. Harga jual produk kaligrafi timbul buatan Budi bervariasi, tergantung besar dan tingkat kesulitan pembuatannya. Untuk ukuran kecil, rata-rata dijual dengan harga Rp 1,5 juta. Sementara, ukuran besar dibanderol seharga Rp 2,5 juta.Kaligrafi berbentuk pohon yang ukurannya lebih dari satu meter persegi (m²) dijual dengan harga Rp 5 juta. Tetapi, "Yang paling favorit dibeli dan dipesan konsumen adalah, kaligrafi timbul ayat Kursi," ungkap Budi.Saat ini, Budi memiliki satu galeri dan dua gerai penjualan di kota Surabaya. Setiap bulan, ia mampu mencetak penjualan minimal Rp 50 juta. Budi bisa meraup yang berlipat-lipat lebih tinggi saat ada pemeran kerajinan, meski ia memberi diskon pada ajang tersebut.Dalam pameran Crafina di Jakarta Convention Centre (JCC) Jakarta selama lima hari sampai Ahad (28/11), misalnya, Budi mengantongi penghasilan hingga Rp 100 juta. Bahkan, saat Pekan Raya Jakarta tahun ini, ia bisa membukukan penjualan Rp 300 juta. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Menganyam berkah dan fulus dari kaligrafi benang baja
Kerajinan kaligrafi timbul sedang naik daun, khususnya yang berbahan anyaman benang baja berwarna emas dan perak. Perajinnya bisa mengantongi omzet hingga Rp 50 juta sebulan. Penghasilan ini dapat naik berkali-kali lipat menjadi Rp 300 juta saat mengikuti pameran besar semacam Pekan Raya Jakarta. Dengan mayoritas penduduk muslim, Indonesia tentu saja merupakan pangsa pasar yang sangat besar bagi beragam produk yang menonjolkan nuansa Islami, termasuk kaligrafi. Saat ini, produk kaligrafi yang sedang naik daun adalah kaligrafi timbul berbahan benang emas dan perak. Kerajinan ini dibuat dengan anyaman benang baja berkelir emas atau perak, sehingga membentuk ayat-ayat suci Al-Quran.Produk kaligrafi timbul pertama kali dipopulerkan oleh Raya Galery di Surabaya sejak dua tahun lalu.Budi Wagiatno, pemilik Raya Galery, mengatakan, proses pembuatan kaligrafi jenis tersebut agak susah. Pertama, paku-paku baja yang dipesan langsung dari pabrik disusun membentuk ayat dan huruf hijaiyah. Setelah itu, benang-benang baja berwarna emas mengkilap dihubungkan antara satu paku dengan paku lainnya membentuk huruf yang lebih tebal dan berkesan mewah. "Pembuatannya cukup memakan waktu lama, sebab satu karya hanya dikerjakan satu orang," kata Budi.Menurut Budi, pengerjaan hanya oleh satu orang bertujuan agak karya itu bisa konsisten dan rapi. Untuk kaligrafi berukuran kecil, pengerjaannya bisa memakan waktu tiga hari. Pembuatan kaligrafi ukuran besar makan waktu tiga pekan. Lama pengerjaan tergantung pada tingkat kesulitan serta ukuran kaligrafi. Budi mencontohkan, kaligrafi berbentuk pohon yang berisi Asmaul Husna selesai dalam waktu tiga minggu.Selain jenis kaligrafi timbul dengan paku, Budi juga membuat kaligrafi dari bahan lain. Misalnya, lukisan kaligrafi dengan bahan cat minyak, aluminium, dan perak. Dalam mengerjakan semua kerajinan tersebut Budi dibantu 25 pekerja. Ia juga melayani kaligrafi sesuai dengan pesanan konsumen. Harga jual produk kaligrafi timbul buatan Budi bervariasi, tergantung besar dan tingkat kesulitan pembuatannya. Untuk ukuran kecil, rata-rata dijual dengan harga Rp 1,5 juta. Sementara, ukuran besar dibanderol seharga Rp 2,5 juta.Kaligrafi berbentuk pohon yang ukurannya lebih dari satu meter persegi (m²) dijual dengan harga Rp 5 juta. Tetapi, "Yang paling favorit dibeli dan dipesan konsumen adalah, kaligrafi timbul ayat Kursi," ungkap Budi.Saat ini, Budi memiliki satu galeri dan dua gerai penjualan di kota Surabaya. Setiap bulan, ia mampu mencetak penjualan minimal Rp 50 juta. Budi bisa meraup yang berlipat-lipat lebih tinggi saat ada pemeran kerajinan, meski ia memberi diskon pada ajang tersebut.Dalam pameran Crafina di Jakarta Convention Centre (JCC) Jakarta selama lima hari sampai Ahad (28/11), misalnya, Budi mengantongi penghasilan hingga Rp 100 juta. Bahkan, saat Pekan Raya Jakarta tahun ini, ia bisa membukukan penjualan Rp 300 juta. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News