Mengapa Ahok enggan tempati rumah dinas Gubernur?



JAKARTA. Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menolak untuk menetap di rumah dinas gubernur di Taman Suropati Nomor 7, Menteng, Jakarta Pusat.

Padahal, kepala daerah-kepala daerah sebelumnya memilih untuk hijrah dari rumah pribadinya ke rumah dinas yang tepat berhadapan dengan Taman Suropati itu. Sutiyoso dulu menempati rumah dinas itu selama 10 tahun saat dia menjabat sebagai gubernur Jakarta, kemudian Fauzi Bowo selama 5 tahun serta Joko Widodo selama 2 tahun. Lantas mengapa Basuki lebih memilih tetap tinggal di rumah pribadinya di Pantai Mutiara, Jakarta Utara, yang lokasinya jauh dari kantornya di Balaikota?   "Saya itu enggak suka keramaian, kalau di sini (rumah dinas Taman Suropati) rame banget, dari pagi sampai pagi selalu rame. Kalau di rumah saya (di Pantai Mutiara) setelah magrib saja, sudah seperti tidak ada kehidupan, sepi banget. Apalagi kalau weekend, tetangga saya kebanyakan pasti di luar negeri, tidak ada yang di rumah," kata Basuki, saat berbincang santai dengan wartawan di rumah dinas gubernur di Taman Suropati nomor 7 itu beberapa waktu lalu.   Banyak nyamuk   Sepanjang wawancara, Ahok tak henti-hentinya menepok nyamuk yang berterbangan di rumah dinas yang telah berdiri sejak zaman Belanda itu. Menurut dia, desain bangunan rumah dinas gubernur tidak dibuat untuk menangkal nyamuk. Pria yang akrab disapa Ahok itu pun meminta Tunjung, staf pengamanan dalam (pamdal) yang bertugas khusus di rumah dinas gubernur DKI untuk membeli raket nyamuk. Basuki merasa heran bagaimana bisa Jokowi dan gubernur lainnya betah menempati rumah dinas gubernur selama bertahun-tahun. "Nyamuknya ganas-ganas lho di sini, enggak enak ada tamu terus nyamuknya terbang-terbang. Aneh, kok Pak Jokowi bisa betah tinggal di sini," kata Ahok.   Hawa mistik

Saat mengelilingi berbagai sudut dan ruangan rumah dinas gubernur, Ahok ditemani beberapa pengawal pribadi, pamdal, dan penjaga rumah yang sudah 28 tahun berjaga di sana, Katman. Basuki mengaku bulu kuduknya merinding ketika melihat satu persatu ruangan di sana, terutama di kamar sang gubernur. "Kalian (wartawan) mau enggak tinggal di sini? Boleh, tidur di sini saja, paling yang nemenin (menemani) ada noni Belanda-nya," kata Ahok bercanda kepada wartawan.   "Tadi ganti baju di kamar mandi sendirian saja seram banget," ujarnya lagi. Bangunan rumah dinas gubernur ini sebelumnya merupakan merupakan kediaman GJ Bisschop, wali kota pertama dari Gemeenterad Batavia (1916-1920). Bangunan dirancang Ir Kubath di atas areal tanah bekas eigendom. Rumah itu berlantai dua, lengkap dengan paviliun dan gudang dengan luas keseluruhan 1.100 meter persegi.   Bangunan tersebut sudah direnovasi beberapa kali namun tetap mempertahankan gaya aslinya, terutama di bagian genteng. Beralih ke zaman Jepang, gedung ini tetap difungsikan sebagai tempat tinggal wali kota. Tepatnya pada tahun 1949, rumah ini resmi menjadi milik Pemprov DKI Jakarta dan dijadikan sebagai cagar budaya. "Kalau dibandingkan sama Istana Merdeka, lebih seram rumah dinas (gubernur) suasananya," kata Ahok.


Rumah pribadi dekat dengan sekolah anak   Alasan lain mengapa Ahok lebih memilih menetap di rumah pribadinya ketimbang di rumah dinas gubernur adalah lokasi sekolah anak-anak mereka tak jauh dari kediaman mereka. Alasan itulah yang menyebabkan Ahok dan keluarganya tak ingin pindah ke rumah dinas gubernur. "Anak-anak sekolahnya lebih dekat kalau di Pluit. Kalau jadi anak Menteng, susah, sekolahnya jauh," kata dia. Oleh karena itu, ia hanya akan mempergunakan rumah dinas gubernur hanya untuk jamuan resmi, menerima tamu resmi, serta menyelenggarakan acara resmi Pemprov DKI.   Bakal dibuka untuk umum   Daripada kosong, Ahok bakal menjadikan rumah dinas gubernur itu terbuka untuk umum. Kebijakan itu sebelumnya juga dilakukan saat ia menjabat sebagai bupati Belitung Timur. Rumah dinas bupati yang menghadap langsung ke pantai dibuka untuk warga. Saat menjadi bupati Belitung Timur, Ahok juga lebih memilih menetap di rumah pribadinya, di Desa Gantong, Belitung Timur. "Kalian pengen tahu enggak sih rumah tua yang dipakai pejabat DKI ini interior di dalamnya seperti apa? Waktu saya jadi bupati (Belitung Timur), orang-orang bisa lihat rumah dinas saya seperti apa," kata Ahok.   Kendati demikian, sebelum hal itu terealisasi, pihaknya bakal memasang banyak closed circuit television (CCTV) atau kamera pengawas terlebih dahulu. Sebab, banyak asset DKI berharga yang tersimpan di sana. Adapun kamera pengawas yang tersebar di rumah dinas gubernur, jumlahnya sekitar 8-10 buah. Kamera itu tersebar mulai dari halaman depan hingga taman luas di belakang rumah dinas gubernur. Ia berencana untuk menambah pengawasan dengan menggunakan CCTV teknologi baru, yang gambarnya mampu diperbesar hingga partikel terkecil. "Nanti setelah saya dilantik jadi gubernur saja deh pasang CCTV-nya," kata Ahok. (Kurnia Sari Aziza)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie