JAKARTA. Daftar Orang Tercela (DOT) menjadi istilah yang ngetop belakangan ini menyusul kontroversi kembalinya taipan Mochtar Riady ke industri perbankan. Bank Indonesia (BI) sendiri sudah menegaskan bahwa nama pemilik kerajaan bisnis Lippo tersebut tidak masuk daftar hitam tersebut melainkan telah berstatus lulus bersyarat. Tak ayal, simpang siurnya status si taipan ini mengundang desakan publik agar BI memublikasikan saja nama-nama orang atau bankir yang masuk dalam daftar hitam otoritas perbankan. Cuma, BI berkeras untuk merahasiakan nama-nama bankir hitam dalam sebuah berkas yang kini disebut Daftar Tidak Lulus. Alasannya, "Ini soal hak keperdataan seseorang dan dalam proses ini tidak selalu melalui proses hukum," jelas Direktur Perizinan dan Informasi Bank Indonesia Joni Swastanto kepada KONTAN, Kamis (7/10).Sekadar menyegarkan ingatan publik, isu DOT ini memang sempat heboh di tahun-tahun awal kasus rekapitalisasi perbankan di kisaran tahun 1998 silam. Kerahasiaan nama-nama bankir hitam dilegitimasi oleh Pasal 5 SK Direksi BI No. 27/118/KEP/DIR tanggal 25 Januari 1995 tentang Kriteria DOT, daftar nama itu bersifat rahasia. Beleid tersebut kini sudah direvisi menjadi PBI Nomor 5/25/PBI/2003 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test). Disebutkan dalam pasal 59, "Sejak berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini, maka pihak-pihak yang masuk dalam daftar mengenai orang-orang tertentu yang memenuhi kriteria perbuatan tercela di bidang perbankan sebagaimana dimaksud dalam SK Direksi BI/Nomor 27/118/KEP/DIR tanggal 25 Januari 1995 tentang Kriteria Perbuatan Tercela Orang-orang yang Dilarang menjadi Pemegang Saham dan atau Pengurus Bank, khususnya pihak-pihak yang berasal dari Bank Umum, dinyatakan sebagai pihak-pihak yang Tidak Lulus dengan jangka waktu larangan selama 20 (dua puluh) tahun".BI berkukuh, yang bisa membeberkan nama-nama bankir hitam dalam daftar DOT tersebut adalah Kepolisian dan Kejaksaan karena beberapa kriterianya terkait tindak kejahatan. Dalam catatan KONTAN, BI memang terlihat kikuk dengan masalah DOT ini. Taipan Edward Soerjadjaya pewaris kerajaan bisnis Astra namanya disebutkan BI masuk dalam DOT memprotes putusan tersebut. "DOT bersifat sangat subyektif, tergantung kepada pejabat yang menyusun," ujarnya, ketika itu. Nama Edward kena catut karena kasus ambruknya Bank Summa di awal dekade 1990-an. Penilaian subyektifitas BI ini salah satunya merunut kisah bredel Bank Andromeda pada November 1997 silam. Meski terang-terangan bank itu melanggar Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang diancam sanksi penjara enam tahun dan denda Rp 6 miliar, toh beberapa hari setelah dibredel, BI kembali mempersilakan Bambang Trihatmodjo, pemilik bank itu untuk mengelola Bank Alfa. Padahal, pengucuran kredit US$ 75 juta dari Bank Andromeda ke Chandra Asri jelas-jelas melanggar BMPK (Mingguan KONTAN No. 25, Tahun III, 22 Maret 1999 "DOT Dituding bersifat subyektif").Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Mengapa BI merahasiakan nama-nama bankir hitam?
JAKARTA. Daftar Orang Tercela (DOT) menjadi istilah yang ngetop belakangan ini menyusul kontroversi kembalinya taipan Mochtar Riady ke industri perbankan. Bank Indonesia (BI) sendiri sudah menegaskan bahwa nama pemilik kerajaan bisnis Lippo tersebut tidak masuk daftar hitam tersebut melainkan telah berstatus lulus bersyarat. Tak ayal, simpang siurnya status si taipan ini mengundang desakan publik agar BI memublikasikan saja nama-nama orang atau bankir yang masuk dalam daftar hitam otoritas perbankan. Cuma, BI berkeras untuk merahasiakan nama-nama bankir hitam dalam sebuah berkas yang kini disebut Daftar Tidak Lulus. Alasannya, "Ini soal hak keperdataan seseorang dan dalam proses ini tidak selalu melalui proses hukum," jelas Direktur Perizinan dan Informasi Bank Indonesia Joni Swastanto kepada KONTAN, Kamis (7/10).Sekadar menyegarkan ingatan publik, isu DOT ini memang sempat heboh di tahun-tahun awal kasus rekapitalisasi perbankan di kisaran tahun 1998 silam. Kerahasiaan nama-nama bankir hitam dilegitimasi oleh Pasal 5 SK Direksi BI No. 27/118/KEP/DIR tanggal 25 Januari 1995 tentang Kriteria DOT, daftar nama itu bersifat rahasia. Beleid tersebut kini sudah direvisi menjadi PBI Nomor 5/25/PBI/2003 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test). Disebutkan dalam pasal 59, "Sejak berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini, maka pihak-pihak yang masuk dalam daftar mengenai orang-orang tertentu yang memenuhi kriteria perbuatan tercela di bidang perbankan sebagaimana dimaksud dalam SK Direksi BI/Nomor 27/118/KEP/DIR tanggal 25 Januari 1995 tentang Kriteria Perbuatan Tercela Orang-orang yang Dilarang menjadi Pemegang Saham dan atau Pengurus Bank, khususnya pihak-pihak yang berasal dari Bank Umum, dinyatakan sebagai pihak-pihak yang Tidak Lulus dengan jangka waktu larangan selama 20 (dua puluh) tahun".BI berkukuh, yang bisa membeberkan nama-nama bankir hitam dalam daftar DOT tersebut adalah Kepolisian dan Kejaksaan karena beberapa kriterianya terkait tindak kejahatan. Dalam catatan KONTAN, BI memang terlihat kikuk dengan masalah DOT ini. Taipan Edward Soerjadjaya pewaris kerajaan bisnis Astra namanya disebutkan BI masuk dalam DOT memprotes putusan tersebut. "DOT bersifat sangat subyektif, tergantung kepada pejabat yang menyusun," ujarnya, ketika itu. Nama Edward kena catut karena kasus ambruknya Bank Summa di awal dekade 1990-an. Penilaian subyektifitas BI ini salah satunya merunut kisah bredel Bank Andromeda pada November 1997 silam. Meski terang-terangan bank itu melanggar Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang diancam sanksi penjara enam tahun dan denda Rp 6 miliar, toh beberapa hari setelah dibredel, BI kembali mempersilakan Bambang Trihatmodjo, pemilik bank itu untuk mengelola Bank Alfa. Padahal, pengucuran kredit US$ 75 juta dari Bank Andromeda ke Chandra Asri jelas-jelas melanggar BMPK (Mingguan KONTAN No. 25, Tahun III, 22 Maret 1999 "DOT Dituding bersifat subyektif").Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News