Mengapa Sri Mulyani Bintangi Sementara Anggaran K/L Senilai Rp 50 Triliun?



KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah melakukan automatic adjustment atau mekanisme pencadangan belanja kementerian/lembaga (K/L) yang diblokir sementara pada pagu belanja K/L tahun anggaran 2024.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-1082/MK.02/2023. Adapun kebijakan automatic adjustment belanja K/L tahun anggaran 2024 ditetapkan sebesar Rp 50,14 triliun.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Deni Surjantoro mengatakan, kebijakan ini merupakan salah satu metode untuk merespon dinamika global dan telah terbukti ampuh untuk menjaga ketahanan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022 dan 2023.


Keberlanjutan kebijakan ini juga sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun 2024, di mana kondisi geopolitik global yang dinamis berpotensi memengaruhi perekonomian dunia.

"Sehingga perlu diantisipasi potensi atau kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi di 2024," ujar Deni dalam keterangannya, Jumat (2/2).

Baca Juga: Kemenkeu Blokir Anggaran Kementerian/Lembaga Rp 50,14 Triliun di 2024, Ini Alasannya

Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet menyampaikan bahwa kebijakan tersebut tidak terlepas dari rancangan untuk menambah bantuan sosial (bansos) di awal tahun.

Namun, penambahan bansos ini tidak hanya semerta-merta untuk kepentingan politik saja, melainkan juga kondisi awal tahun yang masih dibayangi oleh ketidakpastian ekonomi.

Yusuf bilang, ketidakpastian ini berkaitan dengan kondisi geopolitik yang akan memengaruhi sentimen dan prospektif proses pemulihan ekonomi di sepanjang tahun 2024.

"Di sisi lain ketika periode ketidakpastian ini mengalami peningkatan dan ditambah terkait prospek pertumbuhan ekonomi sepanjang 2024, maka ini juga akan berkaitan dengan imbal hasil yang akan diminta oleh investor di pasar keuangan terutama untuk instrumen surat utang pemerintah," kata Yusuf kepada Kontan.co.id, Jumat (2/2).

Menurutnya, pemerintah tentu ingin menjaga target untuk imbal hasil di sepanjang tahun ini dan sebisa mungkin kemudian menyerap surat utang yang masuk penawarannya sesuai dengan target imbal hasil yang ingin disasar pemerintah.

Oleh karena itu, pemerintah melihat bahwa adanya ketidakpastian di awal tahun ini akan memengaruhi imbal hasil yang akan diminta oleh investor.

Dugaannya, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak akan memenuhi atau memenangkan semua informasi yang ditawarkan oleh investor yang dipengaruhi aspek ketidakpastian tersebut.

"Jadi pemerintah hanya akan memenangkan surat utang dengan imbal hasil yang memang masih sesuai dengan target yang ingin dicapai oleh pemerintah,," kata Yusuf.

Di sisi lain, Yusuf melihat bahwa pada awal tahun ini, pemerintah masih relatif sulit dalam menggunakan pembiayaan lantaran keterbatasan anggaran. Di samping itu, pemerintah juga tidak ingin menyerap surat utang dalam porsi yang sangat besar mengingat ada potensi imbal hasil yang besar.

"Maka ini yang kemudian menjadi salah satu alasan di luar tambahan logistik bansos pemilu, kenapa pemerintah kemudian melakukan automatic adjustment di awal tahun ini," terang Yusuf.

Sementara itu, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan munculnya kebijakan automatic adjustment tersebut berkaitan dengan adanya kekhawatiran penambahan pos belanja, terutama bansos dan percepatan penyelesaian infrastruktur sehingga berkorelasi dengan meningkatnya kebutuhan belanja.

"Di saat yang bersamaan mitigasi risiko terhadap menurunnya pendapatan dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan pajak karena melambatnya harga komoditas juga memengaruhi keputusan automatic adjustment," jelas Bhima.

Baca Juga: Jumat Siang, Sri Mulyani Menghadap Jokowi di Istana

Kendati begitu, kebijakan automatic adjustment ini bisa menimbulkan beberapa risiko. Salah satunya adalah disiplin fiskal menjadi menurun lantaran anggaran yang sudah disiapkan tahun sebelumnya bisa dipangkas.

"Berarti ganggu program yang sudah direncanakan dan pencapaian target tiap kementerian bisa terdampak," katanya.

Selain itu, kebijakan ini juga bisa menimbulkan moral hazard dalam pemilihan kementerian/lembaga mana yang menjadi sasaran realokasi anggaran.

"Ini juga efeknya ke demotivasi dari ASN kementerian untuk menyelesaikan program tepat waktu," imbuh Bhima. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat