Mengatasi krisis tenaga kerja terampil dengan teknologi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dunia bisnis di Asia Pasifik dan global mengalami kesenjangan tenaga terampil untuk pertumbuhan perusahaan. Menurut laporan International Business Report Grant Thornton per kuartal IV 2018, 40% pemimpin bisnis di seluruh dunia kekurangan pekerja terampil, sehingga menjadi kendala bagi pertumbuhan perusahaan. 

Laporan itu menunjukkan beberapa industri membutuhkan pekerja terampil dalam jumlah besar karena mengalami peningkatan intensitas kegiatan. Grant Thornton melihat kesenjangan keterampilan itu khususnya pada pekerja baru.  Kesenjangan keterampilan global yang diperkirakan semakin memburuk ini sudah berdampak pada bisnis. Beberapa perusahaan tidak dapat tumbuh, karena tidak dapat meningkatkan keterampilan karyawan mereka untuk meningkatkan kapasitas produksi demi menghasilkan lebih banyak barang atau jasa.

Sementara tingkat pengangguran di dunia juga turun menjadi 5,2%, level terendah selama 40 tahun terakhir. Penyebabnya, upah yang lebih rendah dan gig economy. "Faktor pendorong tren tersebut, antara lain populasi global yang kian menua dan jumlah angkatan kerja yang menurun di berbagai negara. Pemerintah Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2019 dengan target menyediakan lahan pekerjaan untuk dua juta orang atau 5,2%-5,6% lebih besar dari tahun lalu," ujar Johanna Gani, Managing Partner Grant Thornton Indonesia, mengutip laporan International Business Report Grant Thornton, dalam rilis, Sabtu (2/2)..  


Ketika pekerja baru semakin banyak dan teknologi berkembang pesat, bisnis berada di bawah tekanan lebih tinggi memperoleh pekerja terampil yang untuk mendukung perkembangan. Seperti kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), otomasi dan teknologi blockchain. Laporan Grant Thornton itu menyebutkan, teknologi adalah penyebab, setidaknya menjadi bagian dari solusi untuk kesenjangan keterampilan. Seiring kenaikan kebutuhan terhadap tenaga terampil, investasi dalam inovasi dan solusi bisnis baru juga meningkat.

Teknologi dapat mengatasi dampak kekurangan tenaga terampil di sebagian besar sektor bisnis, termasuk keuangan, akuntansi, pemasaran, manufaktur, dan logistik. Manfaat lain, karyawan yang ada jadi memiliki lebih banyak kesempatan untuk menambah nilai mereka di area yang tidak dapat dilakukan mesin, otomatisasi, dan teknologi. Dengan integrasi teknologi dan kecerdasan buatan, pebisnis dapat memprediksi inventaris optimal untuk masing-masing produk mereka. Mereka mengotomatiskan pengambilan keputusan pemasok yang akan dipakai untuk produk apa saja, dan berapa banyak yang perlu dibeli.

Otomatisasi ini mengurangi beban kerja tim, sehingga dapat fokus pada tugas-tugas lain yang lebih rumit, seperti mencari produk baru. Kecerdasan buatan juga membantu dunia usaha mengatasi kesenjangan keterampilan melalui otomatisasi pengambilan keputusan dan membantu interaksi manusia dengan mesin dalam operasi sehari-hari.Meski solusi baru dapat dicari untuk memenuhi kebutuhan bisnis, Grant Thornton tetap menekankan pentingnya program pembelajaran dan pengembangan keterampilan karyawan. 

.

Editor: Ahmad Febrian