Mengatasi Polusi Plastik, Perlu Aturan Global dan Kerjasama Banyak Pihak



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. . Masalah sampah global, khususnya polusi plastik, memerlukan langkah mendesak. United Nations Environment Programme (UNEP) memperkirakan, setiap hari volume sampah plastik setara 2.000 truk sampah dibuang ke ekosistem perairan. Setiap tahunn, antara 19 juta-23 juta ton sampah plastik mencemari danau, sungai dan laut.

Kementerian Perindustrian menyebutkan, volume total bahan baku plastik di Indonesia di tahun 2021 mencapai 7.965 metrik ton. Sementara tingkat daur ulang (recycling rate) sampai tahun 2022 masih di kisaran 12%. 

Akibat pola pikir ‘kumpul-angkut-buang’ masih kuat mengakar di masyarakat Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di tahun 2023 mencatat, 76,6% sampah berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) tahun 2023 menunjukkan peningkatan penggunaan plastik di Indonesia dari 16,74% pada 2019 menjadi 19,59% di tahun 2023.  Bappenas memprediksi, seluruh TPA di Indonesia tidak akan bisa memenuhi daya dukungnya di tahun 2028 atau bisa lebih cepat lagi apabila masalah tersebut tidak diselesaikan. 


Melihat urgensi tersebut,  Business Coalition for A Global Plastic Treaty (BCGPT) atau Koalisi Bisnis untuk Perjanjian Plastik Global di Indonesia, kembali mengingatkan, perjanjian yang mengikat secara hukum dan mencakup siklus hidup produk plastik merupakan peluang terbaik untuk mengatasi krisis polusi plastik. 

Baca Juga: World Plastics Council dan Global Plastics Alliance Ajak RI Akhiri Polusi Plastik

Nurdiana Darus, Direktur Sustainability and Corporate Affairs Unilever Indonesia menyampaikan, perjanjian plastik global yang bersifat mengikat secara internasional merupakan jawaban atas masalah polusi plastik dunia selama ini. "Kita harus melangkah lebih dari sekedar upaya sukarela karena selama ini upaya-upaya tersebut belum menyelesaikan masalah.  Perjanjian tersebut penting untuk mengatur sejumlah restriksi, tercapainya tingkat produksi plastik yang berkelanjutan, serta perluasan tanggung jawab produsen," kata Nurdiana, dalam rilis yang diterima Kontan.co.id, Sabtu (23/11). 

Sementara, Lucia Karina, Direktur Public Affairs, Communication and Sustainability Coca-Cola Europacific Partners Indonesia (CCEP Indonesia) menekankan pentingnya upaya komprehensif dari hulu ke hilir dan sinergi multipihak dalam rangka menuntaskan permasalahan sampah di Indonesia.

Menurutnya, agar upaya mengatasi masalah plastik efektif, perlu pendekatan holistik dan kolaboratif yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan di sepanjang rantai nilai plastik, termasuk pelaku usaha, pemerintah, akademisi, pemuka agama, pemuka masyarakat, media, dan masyarakat. Khususnya di negara berkembang, kerangka kerjasama perlu inklusif dan adaptif terhadap konteks dan budaya lokal, dengan pelibatan aktif sektor informal.

"Pendekatan semacam ini telah menunjukkan hasil positif dalam memperluas pengumpulan sampah dan meningkatkan taraf hidup. Ini menjadi bukti nyata urgensi kolaborasi multipihak yang disesuaikan dengan situasi setempat, demi transisi menuju ekonomi sirkular," ujar Karina.

Sebagai instrumen internasional yang mengikat, Perjanjian Plastik Global diharapkan menjadi payung perlindungan bagi tumbuhnya ekonomi hijau di berbagai tempat.

Selanjutnya: 3 Cara Top Up Saldo DANA dari BCA dengan Kode Virtual Account

Menarik Dibaca: 6 Website Jurnal Ilmiah Gratis, Mahasiswa Wajib Tahu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ahmad Febrian