Mengatur portofolio investasi saat IHSG sideways



JAKARTA. Menjelang pemilihan presiden (pilpres), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung bergerak mendatar. Pergerakan yang sejak awal tahun cenderung naik, mulai tertahan. Investor bisa mengatur ulang portofolio investasi mereka demi mendapatkan imbal hasil optimal.Sekadar gambaran, IHSG sempat menyentuh level tertinggi tahun ini di 5.031,57 pada 15 Mei 2014. Tapi posisi itu tidak bertahan lama dan selanjutnya mondar-mandir di  sekitar 4.800–5.000. Kemarin (6/6), IHSG tutup di 4.937,18  naik tipis 0,03% dari hari sebelumnya.Dalam situasi seperti ini, bagaimana investor mengatur portofolio? Agus Yanuar, Presiden Direktur Samuel Aset Manajemen (SAM), menilai, kondisi pasar modal sideways hanya berlangsung jangka pendek. "Pasar masih menunggu hasil pilpres," kata Agus.Dalam kondisi sekarang, Agus menyarankan, investor masuk ke saham-saham sektor defensif seperti barang-barang konsumsi dan perlengkapan. Adapun bagi investor saham dengan bentang investasi atau horison menengah dan panjang, dapat memanfaatkan momentum koreksi untuk akumulasi saham. "Mengantisipasi pelemahan rupiah, investor bisa memilih saham-saham perusahaan yang penghasilannya dollar Amerika Serikat (dollar earner) serta memiliki balanced sheet sehat," kata Agus.Sesuai Profil RisikoJika tidak mengoleksi saham, investor dapat memilih jenis investasi yang lebih konservatif seperti pasar uang. Agus membagi investor dalam tiga jenis, yakni konservatif, moderat dan agresif (lihat tabel).Sependapat, Direktur Panin Asset Management, Ridwan Soetedja memperkirakan gerak pasar modal yang sideways hanya  akan berlangsung sementara. Dia merekomendasikan investor memperbesar aset reksadana saham hingga 50%.Presiden Direktur Bahana TCW, Edward Lubis menyarankan, investor sebaiknya berinvestasi pada reksadana sesuai profil resiko. Investor konservatif bisa mengalokasikan seluruh dana pada reksadana pasar uang. “Ini cukup untuk mengamankan modal serta dapat imbal hasil yang cenderung lebih tinggi dibanding deposito,” ujar Edward.Direktur Pengembangan Bisnis Manulife Aset Manajemen Indonesia, Putut E. Andanawarih, menilai secara umum prinsip berinvestasi yang baik semestinya dilakukan 20 tahun yang lalu. “Tapi second line jika tidak  dilakukan 20 tahun lalu, ya, berarti pada hari ini juga,” ujarnya.Sehingga, lanjut Putut, apapun kondisi pasar saat ini, investasi tetap bisa dilakukan pada hari ini. Ia menyarankan pada kondisi sekarang investor sebaiknya masuk secara bertahap. Menurut dia, reksadana pasar uang merupakan instrumen paling tepat. Tapi jika ingin mendulang imbal hasil lebih tinggi dalam jangka panjang, efek saham bisa jadi pilihan tepat. Sementara, Direktur Danareksa Investment Management, Prihatmo Hari Mulyanto bilang bursa memang terlihat sideways tapi asing masih melakukan pembelian. Hal itu terlihat dari porsi asing di Surat Utang Negara (SBN) yang tinggi mencapai angka  Rp 390 triliun. "Investor lokal juga harus masuk sekarang sebelum ketinggalan dengan asing,” ujarnya.Untuk saat ini, ia menyarankan investor menempatkan 50% dana pada reksadana campuran, 40% di pasar saham sedangkan 10% berupa uang kontan untuk tetap menjaga likuiditas. “Tapi itu semua tergantung pada likuiditas keuangan dan profil risiko investor,” ujar Hari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Sofyan Hidayat