Mengecap hangat laba bisnis ramen



JAKARTA. Mi ramen menjadi salah satu yang digandrungi pecinta kuliner di tanah air belakangan ini. Sajian mi khas Jepang ini diminati lantaran menawarkan rasa pedas dengan aneka pilihan topping lezat.Salah seorang yang melihat peluang ini adalah Nova Sri Yumel. Ia mendirikan usaha  Gerobak Ramen di Bandung pada Juni tahun lalu. Nova mengklaim, keunggulan Gerobak Ramen terletak pada variasi kuah dengan cita rasa restoran ramen ternama, namun harganya lebih terjangkau. Ada empat varian kuah yang ditawarkan, yakni tomyam, miso, wakame dan kimchi. Selain itu, ada sembilan topping, seperti naruto, katsu, ebi furai, dan bakwan goreng ikan. Satu porsi dibanderol Rp 12.000. Adapun, hargatopping berkisar Rp 2.500 sampai Rp 10.000 untuk satu porsi.Lantaran banyak peminat, Nova pun membuka peluang kemitraan pada akhir tahun lalu. Kini, ada total tujuh gerai Gerobak Ramen yang tersebar di Bandung, Tasikmalaya, Garut dan Serang. “Tiga gerai milik pusat berlokasi di Bandung, sisanya milik mitra,” paparnya.Tertarik? Ia mengemas empat paket investasi. Pertama, paket food court dengan investasi Rp 30 juta. Lalu, paket gerobak senilai Rp 35 juta. Paket gerobak X seharga Rp 53 juta. Terakhir,  paket mini resto dengan besaran investasi Rp 135 juta.Perbedaannya dari sisi luas tempat dan penyediaan bahan baku awal. Sebagai gambaran, paket mini resto dengan luas tempat minimal 40 meter persegi (m2). Mitra berhak mendapat renovasi tempat, perlengkapan masak, pelatihan, bahan baku awal dan pendampingan selama bulan pertama. Setiap paket investasi sudah termasuk biaya kemitraan selama lima tahun. Pasca lima tahun, biaya perpanjangan penggunaan merek akan dihitung lagi.Balik modal 7 bulanMengacu gerai yang sudah beroperasi, mitra diperkirakan bisa meraup omzet berkisar Rp 20 juta hingga Rp 59 juta sebulan. Kata Nova, dengan keuntungan bersih mencapai 24%, mitra bisa balik modal dalam waktu tujuh bulan hingga sembilan bulan. Pihak pusat akan mengutip biaya royalti sebesar 5% dari omzet bulanan mitra.Pengamat waralaba, Amir Karamoy menilai, bisnis makanan kuliner Jepang masih menjanjikan, khususnya di kota besar. Ini lantaran masyarakat perkotaan memiliki gaya hidup yang setara dengan masyarakat internasional. Bahkan, katanya, masyarakat di daerah pun mulai menggemari kuliner Jepang. “Peluang bisnisnya terbuka lebar, yang penting rasanya bisa disesuaikan dengan lidah orang Indonesia,” papar Amir.Untuk itu, ia menyarankan, setiap pemain menentukan target pasar terlebih dahulu. Setelah itu, bisa menentukan lokasi dan harga yang tepat untuk produk ramennya.Namun, Amir mengingatkan, saat ini persaingan bisnis kuliner Jepang sudah sangat ketat. Supaya bisa bersaing, pemilik usaha harus terus menjaga kualitas rasa produk, harganya tetap kompetitif, branding yang kuat, serta  sistem manajemen yang kuat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Dupla Kartini