JAKARTA. Rencana pemerintah yang akan menurunkan suku bunga kredit single digit di akhir tahun 2016 ini tampaknya masih akan menghadapi beberapa rintangan. Pasalnya, tidak semua sektor penyaluran kredit bisa diseragamkan perlakuannya dan bisa dipatok di single digit. Sektor yang diperkirakan masih membutuhkan waktu lama agar bisa ke single digit adalah UMKM non subsidi. Menurut Sekertaris Perusahaan Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk Hari Siaga, sifat kredit mikro adalah mempunyai
overhead cost dan
risk premium yang lebih tinggi dari sektor lain.
Hal ini, menurut Hari disebabkan karena prinsip pengelolaan kredit mikro adalah padat karya dan memiliki jaringan kerja dan jangkauan yang luas. “Terkait dengan pelaksanaan suku bunga single digit perlu dilakukan efisiensi operational expenditure untuk menekan over head cost,” ujar Hari Siaga kepada KONTAN, akhir pekan lalu. Hari mengatakan agar nantinya penurunan suku bunga kredit mikro non subsidi tidak mengurangi NIM (net interest margin) dan laba, BRI mempunyai beberapa strategi. Pertama adalah dengan memperkuat posisi dana murah. Bank berkode BBRI ini memang menargetkan proporsi CASA bisa meningkat menjadi di atas 59% pada 2016. Selain itu pada tahun monyet api ini BRI juga menargetkan agar bisa mengurangi cost of fund. Apalagi pada kuartal 1 2016 ini, pemerintah berencana untuk membatasi bunga simpanan deposito untuk simpanan pemerintah pusat, pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bank hanya 5%. Diharapkan dengan hal tersebut bisa banyak mengurangi cost of fund perusahaan. Selain itu menurut Hari, agar nantinya bunga kredit mikro non subsidi bisa cepat mengalami penurunan, BRI akan menurunkan risk premium dengan merealokasi portofolio kredit ke segmen dengan risiko yang lebih rendah. Saat ini menurut Hari, porsi kredit mikro BRI non subsidi BRI masih dominan yaitu sebesar 97% dari total kredit. Pada 2016, BRI menargetkan laba bersih bisa tumbuh walaupun tipis di angka 3% sampai 5%. Selain itu NIM, BRI pada tahun 2016 ini diproyeksi akan berada di angka 7,8% sampai 8%. Bank Mandiri Persero Tbk juga mengaku untuk kredit mikro harus mendapatkan perlakukan khusus terkait dengan suku bunga. Menurut Direktur Keuangan Bank Mandiri, Kartika Wirjoatmodjo sifat kredit UMKM mempunyai cost to serve yang mahal. Hal ini karena untuk ekspansi kredit maka bank harus investasi di gedung dan sumber daya manusia yang jumlahnya tidak sedikit. “Jadi terkait dengan penurunan suku bunga UMKM non subsidi single digit ini tidak bisa cepat dilakukan, perlu waktu bertahap,” ujar Tiko. Pada akhir tahun lalu menurut Tiko porsi penyaluran kredit mikro bank berkode saham BMRI ini adalah sebesar Rp 42,5 triliun atau mengalami kenaikan 22,9% yoy. Menurut Tiko jumlah penyaluran kredit mikro Mandiri tahun lalu merupakan terbesar kedua setelah BRI. Tiko mengatakan agar suku bunga UMKM non subsidi bisa turun ke single digit dalam waktu dekat, maka pemerintah harus memperbaiki dan menurunkan beberapa indikator suku bunga seperti risk free rate dan BI Rate. Diharapkan pada 2016 ini kredit mikro Bank Mandiri bisa mengalami kenaikan di atas 2015 yaitu di atas 23%. Bank BPD tidak mau kalah. Bank Jateng malah pada tahun 2016 ini akan meluncurkan program kredit mikro Jateng dengan bunga 7%. Untuk melakukan hal ini Bank Jateng mengaku tidak mengandalkan dana subsidi dari pemerintah namun dengan memaksimalkan kreativitas program cross selling. Menurut Direktur Utama Bank Jateng Supriyatno, saat ini jumlah kredit mikro bank Jateng adalah sebesar 30% - 40% dari total kredit. Tidak semua plafon kredit mikro Bank Jateng untuk program kredit mikro 7% ini. Tercatat Bank Jateng menyalurkan total sebesar Rp 350 miliar kredit mikro program bunga 7% ke 35 kabupaten di Jawa Tengah. “Agar program ini tidak mempengaruhi kinerja maka kami akan melakukan efisiensi, menekan biaya overhead sehingga BOPO menjadi turun,” ujar Supriyatno, kepada KONTAN, akhir pekan lalu. Supriyanto mengatakan pada akhir 2016 diprediksi laba bersih Bank Jateng bisa mencapai pertumbuhan laba antara 10% - 30%. Selain itu NIM juga bisa dijaga di angka 70% sampai 73% pada akhir tahun 2016 ini. Bank Sumsel Babel juga tidak kalah. Menurut Direktur Utama Bank Sumsel Babel Muhammad Adil mengatakan agar bisa mencapai efisiensi penyaluran kredit mikro, pada 2016 ini Bank Sumsel Babel akan mengarahkan seluruh program mikro perusahaan ke KUR. “Selain dijamin Askirindo dan Jamkrindo, dengan mengarahkan kredit mikro Sumsel Babel ke KUR, maka penyaluran kredit mikro perseroan bisa lebih efisien,” ujar Muhammad Adil kepada KONTAN. Saat ini menurut Adil, jumlah kredit mikro Bank Sumsel Babel adalah sebesar 26%. Pada 2016 ini Adil menargetkan proporsi kredit mikro perseroan bisa mencapai 40% dari total kredit. Selain itu menurut Adil, pada akhir tahun ini laba bersih perusahaan diperkirakan masih akan tumbuh 18,33% dengan NIM sebesar 7,3%. Berbeda dengan bank konvensional. Beberapa bank syariah mengatakan masih akan susah merealisasikan penurunan suku bunga single digit pada 2016 ini. Hal ini disebabkan karena risiko bisnis pembiayaan mikro masih relatif tinggi dimata bank syariah. Direktur Utama BTPN Syariah Harry Arief Soepardi Sukadis mengatakan sebagai bank syariah yang baru terbentuk, maka masih banyak investasi yang masih harus dilakukan sehingga penurunan suku bunga kredit akan dilakukan secara bertahap sejalan dengan kesiapan infrastruktur. Sebagai informasi sampai September 2015 lalu NIM Bank BTPN Syariah masih di angka 34,01%. Saat ini menurut Harry, hampir seluruh pembiyaaan bank BTPN Syariah diarahkan ke mikro. “Nantinya diharapkan dengan cost of fund bisa turun maka pembiyaan mikro akan mengikuti,” ujar Herry kepada KONTAN.
Direktur Utama BNI Syariah Imam Teguh Saptono menimpali, suku bunga pembiyaan mikro perusahaan masih di atas 1 digit saat ini. Secara umum menurut Imam, pembiayaan mikro perusahaan bisa diturunkan dengan mengurangi imbas hasil dana, overhead, risk premium, overhead dan keuntungan. “Oleh karenanya BNI Syariah fokus untuk memperbaiki struktur dana dan melakukan penyesuaian di sisi profit margin meskipun demikian dalam jangka waktu pendek masih mustahil untuk capai 1 digit,” ujar Imam kepada KONTAN. Sebagai informasi pada 2016, BNI Syariah memperkirakan NIM akan berada di kisaran 7,5% - 8% dan laba ditargetkan mencapai Rp 290 miliar. Saat ini kredit mikro BNI Syariah mencapai 6% - 7% dari total portofolio. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto