Mengejar kualitas batik ketimbang kuantitas (2)



Para perajin batik tenun di sentra batik Desa Tohpati, Kecamatan Batubulan, Bali rata-rata hanya bisa menghasilkan beberapa lembar kain batik per bulan. Sebab, mereka mengedepankan kualitas yang prima untuk setiap produk yang akan dijual. Biasanya bahan baku pewarna alami dipasok dari Pulau Jawa dan Sumbawa. Sementara pewarna buatan didapat di pasar tradisional.  

Desa Tohpati di Kecamatan Batubulan, Bali sudah terkenal menjadi salah satu objek wisata budaya para pelancong dari dalam maupun luar negeri. Sebab di tempat ini, pengunjung bisa menyaksikan sendiri proses pembuatan batik tenun sekaligus berbelanja berbagai produk fesyen yang berkualitas bagus.

Ketika KONTAN menyambangi sentra ini terlihat para perajin sedang membatik di depan para pengunjung yang datang melihat-lihat. Ada pula pekerja yang sedang menjahit pakaian di sisi lainnya. Tampak pula perajin yang sedang menenun kain tampak sibuk mengoperasikan alat tenun tradisional.

Kadek Sugiarta, Pemilik Butik Bidari di sentra ini  memiliki sekitar 20 perajin batik. Para perajin bisa menghasilkan puluhan helai batik per bulan.

Dalam membatik ada tiga bahan baku utama yang dibutuhkan yakni malam atau yang sering disebut lilin, pewarna, dan kain sebagai media lukis. Fungsi lilin adalah untuk menutupi bagian tertentu agar tidak terkena pewarna.

Menurut Kadek, bahan baku alami pewarna batik dia pasok dari beberapa daerah di Pulau Jawa dan Sumbawa. Biasanya pewarna alami hanya untuk warna standar seperti merah dan kuning. 

Sementara warna-warna lainnya memakai bahan pewarna kimia dari pabrik yang bisa dijumpai disejumlah pasar tradisional. "Selain untuk mengejar kapasitas produksi, bahan baku kimia juga memiliki varian warna yang lebih beragam," kata dia.

Adapun Arya Purwarangsa, pemilik butik lainnya di sentra ini memiliki sekitar 10 perajin batik. Dalam sebulan para perajin maksimal menghasilkan sekitar 30 kain. Produksi kain di sentra batik ini tidak terlalu banyak karena para perajin memang memfokuskan pada kualitas produk yang dihasilkan. 

Semakin tinggi tingkat kesulitan motif dan semakin beragamnya jumlah warna, maka akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk proses pembuatannya. Karena para perajin menekankan mutu produk, sehingga sehelai kain pun bisa diproduksi selama berbulan-bulan.

Kapasitas produksi yang terbatas ini tidak hanya semata-mata karena proses produksi yang butuh waktu lama. Namun, Kadek dan Arya mengaku saat ini makin sulit menemukan perajin batik tenun di Bali. Sehingga, mereka harus memasok kain dari para perajin di daerah-daerah lain yang juga terkenal lewat batiknya seperti Pekalongan dan Solo hingga kain tenun dari Sumba.  

Meski pengunjung yang datang tetap ada, namun para pengusaha batik di sentra ini mengaku iklim bisnis saat ini agak lesu. Dulu, ada musim ramai pengujung yang biasanya terjadi di bulan Agustus, Desember, dan Januari. Namun, kini bulan Agustus sudah hampir berlalu, dia tidak merasakan ada lonjakan pengunjung yang berarti. "Saya cemas juga," kata Kadek. (Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan