Mengejar tax ratio 20% dengan keterbukaan data



JAKARTA. Usai program amnesti pajak yang berjalan selama sembilan bulan, pemerintah memiliki pekerjaan rumah memikirkan keberlanjutan bagaimana memenuhi target penerimaan pajak ke depan tanpa adanya program amnesti pajak.

Salah satu pekerjaan rumah yang harus diselesaikan adalah bagaimana menerobos data kerahasiaan keuangan nasabah lewat revisi Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

“Kalau semua data aset terhubung ke perpajakan, 20% bisa tax ratio kita. Tidak usah tiap hari menangkap orang, tinggal kita uji saja. Itu akan mengubah perilaku orang secara otomatis,” kata Kepala Sub Direktorat Perencanaan Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Tunjung Nugroho dalam acara Diskusi Publik Forum Pajak Berkeadilan Indonesia 'What is Next After Tax Amnesty' di Jakarta, Selasa (11/4).


Menurut Tunjung, yang paling elementer dari perpajakan adalah transaksi keuangan. Bila itu bisa diakses oleh Ditjen Pajak, maka otoritas membandigkan data SPT Wajib Pajak (WP) dengan transaksi keuangannya.

“Misal transaksi dia miliaran, tapi SPT-nya berapa. Kalau itu semua dibuka, siapa memperoleh apa, berapa, dalam jangka waktu berapa bisa ketahuan. Ini yang selama ini belum maksimal,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa mengatakan, akan berlangsungnya AEoI pada tahun depan belum cukup untuk mendorong penerimaan negara dari sektor pajak. Pemerintah menurut dia harus memprioritaskan revisi UU KUP.

“Revisi UU KUP sebagai salah satu upaya untuk mendorong penerimaan negara dari sektor pajak dengan mereformasi administrasi perpajakan sekaligus menutup celah pengemplangan pajak,” ujarnya.

Sementara menurut Spesialis Kerjasama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Putri Rahayu, usai amnesti pajak perlu ada mengenai reformasi di internal perpajakan. Harapannya, di kemudian hari tidak ada fiskus (pejabat pajak) yang konglakikong dengan pengusaha untuk mengurangi tagihan pajak atau mengeluarkan restitusi pajak.

“Lalu mengenai kewenangan, seharusnya Ditjen Pajak punya akses ke perbankan, kenapa sekarang belum? Saya melihatnya mungkin ada kurang percaya dari republik ini ke fiskus,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto