KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perubahan iklim terus menunjukkan dampak yang nyata di berbagai belahan dunia, termasuk di kawasan Antartika. Berdasarkan penelitian terbaru yang menggunakan data satelit selama 35 tahun, kawasan ini perlahan namun pasti mengalami peningkatan vegetasi, sebuah fenomena yang mencerminkan perubahan ekologi yang signifikan di salah satu tempat terdingin di Bumi.
Data Satelit: Rekaman Transformasi Antartika
Mengutip
sciencealert, data dari satelit Landsat, yang dioperasikan oleh NASA dan United States Geological Survey (USGS) sejak 1975, telah menjadi sumber informasi berharga untuk memantau perubahan lingkungan global. Penelitian yang diterbitkan dalam
Nature Geoscience ini menggunakan data dari Landsat 5 hingga Landsat 8 untuk mengukur penyebaran vegetasi di Semenanjung Antartika dari tahun 1986 hingga 2021. Hasilnya, area vegetasi meningkat lebih dari 10 kali lipat, dari 0,86 km² pada 1986 menjadi 11,95 km² pada 2021.
Baca Juga: Bagaimana Bill Gates Menghabiskan Kekayaannya yang Mencapai US$153.000.000.000 Peningkatan ini terkonsentrasi di tepi semenanjung yang lebih hangat, menunjukkan adaptasi ekologi akibat emisi karbon yang memicu perubahan iklim global.
Peran Lumut dan Liken: Pelopor Kehidupan Baru
Lumut dan liken merupakan spesies pelopor yang menjadi kunci dalam transformasi ini. Sebagai tumbuhan non-vaskular yang tangguh, lumut dapat tumbuh di lingkungan minim nutrisi, seperti batuan terbuka. Mereka mempersiapkan habitat bagi tumbuhan lain dengan menghancurkan batu melalui sekresi asam dan menyediakan bahan organik saat mati. Penelitian sebelumnya yang menggunakan sampel inti karbon dari bank lumut di bagian barat Semenanjung Antartika menunjukkan bahwa akumulasi lumut meningkat dalam 50 tahun terakhir, menandakan peningkatan aktivitas biologis yang signifikan. Transformasi ini membawa dampak besar terhadap ekosistem lokal. Antartika, yang memiliki ratusan spesies asli seperti lumut, liken, dan fungi, menghadapi ancaman dari spesies non-asli yang dapat diperkenalkan melalui aktivitas manusia atau penyebaran angin. Spesies non-asli ini berpotensi mengungguli spesies asli dan mengganggu keseimbangan ekosistem. Selain itu, perubahan ini memunculkan pertanyaan tentang kelangsungan spesies asli Antartika, termasuk dua spesies tanaman berbunga, yaitu
Antarctic Hair Grass (
Deschampsia antarctica) dan
Antarctic Pearlwort (
Colobanthus quitensis), yang dapat menghadapi tekanan persaingan dengan spesies invasif.
Baca Juga: SpaceX Milik Elon Musk Menangkan Kontrak US$843 Juta untuk Deorbit ISS Langkah Selanjutnya: Penelitian Lapangan
Para peneliti, termasuk Thomas Roland dari University of Exeter dan Olly Bartlett dari University of Hertfordshire, menyatakan bahwa penelitian lapangan lebih lanjut diperlukan untuk memahami perubahan ini secara mendalam. Mereka berencana untuk mempelajari komunitas tanaman yang mulai terbentuk dan mengamati pergeseran lingkungan secara langsung. “Data Landsat telah memberikan kami gambaran besar,” kata Roland. “Namun, untuk memahami apa yang benar-benar terjadi, kita harus pergi ke lokasi-lokasi dengan perubahan paling mencolok dan melihat langsung kondisinya.”
Editor: Handoyo .