Mengekor Wall Street, Mayoritas Bursa Asia Menguat pada Jumat (14/10)



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dipimpin Nikkei 225 yang naik 3,3%, indeks saham utama di Asia sore ini, Jumat (14/10) ditutup naik. 

Tim riset Phillip Sekuritas Indonesia mengatakan, penguatan ini terjadi setelah indeks saham utama di Wall Street semalam secara dramatis melakukan reli dan ditutup naik, meskipun data memperlihatkan bahwa laju inflasi (CPI) Amerika Serikat (AS) di bulan September naik lebih cepat dari ekspektasi.

Dari sisi makroekonomi, investor mencerna rilis data inflasi (CPI) China yang tumbuh 2,8% secara tahunan alias year-on-year (YoY) di bulan September, tertinggi sejak April 2020 dari 2,5% YoY pada bulan sebelumnya akibat lonjakan harga bahan makanan. 


Inflasi harga bahan makanan naik menjadi 8,8%, tertinggi dalam 25 bulan dari 6,1% YoY di bulan Agustus. kenaikan ini dipicu oleh harga daging babi yang terus naik meskipun ada upaya dari pemerintah China untuk melepas cadangan daging nasional ke pasar.

Baca Juga: Wall Street Melonjak Lebih Dari 2% Meski Inflasi AS Tetap Tinggi

Sementara itu, inflasi di tingkat produsen atau Producer Price Index (PPI) melambat ke level terendah dalam 20 bulan menjadi 0,9% YoY di bulan September dari 2,3% YoY pada bulan sebelumnya. Angka ini juga lebih rendah dari estimasi kenaikan 1,0%.

Ini adalah penurunan PPI selama 21 bulan beruntun, refleksi dari dampak kebijakan lockdown Covid-19 dan anjloknya harga minyak mentah dana berbagai komoditas lain.

Menurut perhitungan awal, ekonomi Singapura mencatatkan ekspansi 4,4% YoY di kuartal ketiga 2022, turun tipis dari ekspansi 4,5% YoY di kuartal sebelumnya. Namun, realisasi ini lebih tinggi dari estimasi 3,4%. Sektor manufaktur tumbuh 1,5% YoY, turun tajam dari 5,7% YoY di tengah pelemahan industri elektronika dan kimia.

Secara kuartalan, ekonomi Negeri Singa itu tumbuh 1,5% setelah menderita kontraksi 0,2% di kuartal kedua 2022. Pada bulan Agustus lalu, pemerintah Singapura mempersempit kisaran proyeksi pertumbuhan ekonomi (PDB) kuartal kedua 2022 menjadi 3%-4% dari sebelumnya 3%-5. Penurunan proyeksi ini merefleksikan lonjakan inflasi dan tantangan yang di hadapi ekonomi global.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi