KONTAN.CO.ID - Rasa pedas cabai yang menyengat bahkan membakar lidah, justru bikin banyak orang ketagihan. Makan pun jadi lahap. Tak heran, buat sebagian orang, menyantap makanan tanpa ada sensasi rasa pedas, berasa kurang nendang. Masalahnya, mengolah cabai hingga lumat untuk menghasilkan rasa pedas dan nikmat pada masakan jelas merepotkan. Butuh waktu yang tidak sebentar untuk mengulek cabai menjadi halus. Belum lagi rasa panas di jemari, jika munggilingnya secara manual. Bukan hanya di level rumah tangga, kerepotan membikin cabai giling ini juga dialami pelaku usaha kuliner. Kondisi ini pun membuka peluang usaha cabai giling dalam kemasan yang membuat urusan memasak makanan pedas menjadi lebih praktis.
Peluang ini lah yang digarap Anwar Basyit melalui UD Usaha Tani, produsen cabai giling kemasan asal Surabaya, Jawa Timur. Memulai produksi cabai giling kemasan pada 2015 lalu, Anwar mengungkapkan, kini permintaan yang masuk melonjak hingga tiga kali lipat. Dalam sebulan, kini ia mampu menjual 4.000 botol cabai giling ukuran 250 gram dengan harga Rp 25.000 sebotol. Untuk kemasan 500 gram yang dia jual Rp 40.000 per botol bisa laku sekitar 500 botol sebulan. Dus, Anwar meraup omzet minimal Rp 120 juta per bulan. “Margin usaha ini antara 30% hingga 40%,” ujar Anwar. Ia menambahkan, sebanyak 75% konsumennya adalah pemilik restoran dan rumah makan di Surabaya dan sekitarnya. Sisanya pembeli perorangan. Penikmat cabai giling buatan Anwar ini sudah tersebar di lima pulau besar di Indonesia. Bahkan, imbuh dia, beberapa konsumennya berasal dari negara tetangga, seperti Malaysia. Permintaan cabai giling yang terus meningkat juga diterima Dwi Setiawan, pemilik Sambal Aida asal Tasikmalaya, Jawa Barat. Awalnya, di tahun 2013 dia membuka usaha aneka bumbu organik, termasuk cabai giling kemasan. Namun, seiring permintaan yang kian meningkat, sejak 2017 dia pun fokus ke usaha cabai giling kemasan. Sekarang, dalam sebulan penjualan cabe giling kemasan bikinan Dwi bisa mencapai 2.500 botol ukuran 250 gram dengan harga Rp 23.000 sebotol. Jadi, omzet yang ia raih per bulan sebesar Rp 57,5 juta. Pasokan cabe Tertarik mengikuti jejak Anwar dan Dwi berbisnis cabe giling kemasan? Dwi menuturkan, langkah pertama adalah memastikan ketersediaan dan kualitas bahan baku cabai. Makanya, kebanyakan pengusaha cabai giling memiliki basis produksi di daerah penghasil cabai. “Atau, minimal punya akses yang tidak terlalu jauh dari pusat produksi, agar lebih terjaga kesegarannya,” ujarnya. Setelah memastikan pasokan cabai aman, kebutuhan utama selanjutnya ialah mesin penggiling dan panci
blanching untuk merendam cabai di dalam larutan kalsium metabisulfit. Lalu, dibutuhkan pula injektor pasta untuk memasukan cabai giling ke dalam kemasan, serta alat sterilisasi cabai. Nilai investasi awal pembelian berbagai peralatan produksi tersebut, berdasar pengalaman Dwi, setidaknya Rp 30 juta. Untuk memperolehnya, sangat mudah, tersedia di toko peralatan khusus pengolahan makanan, baik online maupun offline. Dwi mengingatkan pentingnya kalsium metabisulfit atau natrium bisulfit untuk menonaktifkan enzim yang menimbulkan reaksi pencoklatan pada cabai giling. Perlu pula garam dapur dan asam atau natrium benzoat yang bermanfaat sebagai pengawet cabai giling. Komposisi garam biasanya 20% hingga 30% dari total cabai giling. Izin edar Kemasan, Anwar mengatakan, juga memainkan peranan penting dalam usaha cabai giling, sekalipun membidik pengusaha kuliner. Sebenarnya, banyak produsen cabai giling yang berjualan di pasar tradisional tapi jarang bahkan tidak memperhatikan pengemasan. Padahal, inilah yang menjadi keunggulan UD Usaha Tani. Anwar berbagi rahasia, untuk kemasan botol, dia merendamnya terlebih dahulu dalam air yang mengandung kaporit 5 gram–10 gram untuk 1 meter kubik air. Perendaman itu berlangsung kurang lebih 30 menit dalam wadah tahan karat. Botol-botol itu kemudian direbus dengan air yang sama sampai mendidih. Sementara tutup botol cukup menjalani proses perebusan dengan air biasa menggunakan wadah berbeda. Untuk mengangkat botol dan tutupnya, gunakan alat penjepit dan sebaiknya memakai sarung tangan sebagai isolator panas. Untuk memasukkan cabai giling ke dalam botol, gunakan injektor pasta. Masukkan cabai giling hingga 1,5 cm–2 cm di bawah mulut botol. “Ini untuk memastikan prosesnya higienis,” ungkap Anwar. Setelah proses pengemasan cabe giling, langkah selanjutnya tentu saja pemasaran produk. Anwar mengingatkan, produsen cabai giling kemasan mulai banyak dan konsumen mulai cerdas. Untuk itu, pelaku usaha harus mengurus izin edar dulu ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dengan begitu, produk Anda tak diragukan kesehatan dan kelayakannya. Menurut Anwar, untuk mengurus izin BPOM, butuh waktu 6 sampai 10 bulan. Sayangnya, dia enggan menyebutkan berapa biaya pengurusan izin tersebut. Setelah memiliki izin edar, langkah memasarkan yang paling efektif, menurut Anwar, adalah menggabungkan penjualan online dan offline. Untuk online, bisa dengan membuat website, membuka lapak di situs marketplace, dan memasang iklan di media sosial. Keunggulan strategi ini: menjaring konsumen yang lebih luas.
Sedangkan strategi offline adalah dengan mengikuti pameran olahan makanan, melakukan penawaran langsung ke restoran dan warung makan, serta bekerjasama dengan kantin-kantin di lingkungan sekolah juga perkantoran. “Meski sekarang eranya digital, strategi penawaran langsung masih bisa diandalkan,” kata Anwar. Dwi menambahkan, menjalin kemitraan dan menerapkan konsep dropshipper pun bisa membuat penjualan meningkat. Cara ini juga untuk mempercepat promosi ke berbagai daerah di Indonesia. Ia sendiri menjalankan strategi kemitraan sejak akhir tahun lalu. Hasilnya, penjualan meningkat 25%. Siapa yang berminat? Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: S.S. Kurniawan