KONTAN.CO.ID - Industri perdagangan elektronik (e-commerce) di tanah air tumbuh kencang. Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai negara dengan pertumbuhan bisnis e-commerce tertinggi di dunia. Hasil riset PPRO Financial Ltd, perusahaan keuangan asal Inggris, bertajuk High Growth Market 2018 menunjukkan, bisnis e-commerce di Indonesia sepanjang 2017 tumbuh melesat hingga 78%. Jauh di atas rata-rata pertumbuhan e-commerce global yang cuma cuma 14% serta Asia sebesar 28%. Dan, kemasan memainkan peranan cukup penting dalam bisnis daring. Pengemasan yang rapi jali jadi salah satu pertimbangan pembeli untuk kembali bertransaksi di toko online tersebut. Kemasan yang baik meminimalisir risiko kerusakan barang pesanan pembeli.
Maklum, pedagang kebanyakan menyerahkan pengiriman produk pada pihak ketiga. Yang jadi kemasan favorit para penjual online untuk mengemas produk adalah kardus. Memang, pedagang bisa menggunakan kardus bekas yang mereka bentuk menjadi boks. Tapi, jika pesanan sedang banyak-banyaknya, cara itu jelas sangat merepotkan. Nah, buat yang enggak mau repot-repot lagi dengan urusan kemas mengemas barang, bisa menggunakan kardus kemasan siap pakai. Rendy, pedagang aksesori ponsel, salah satu pemakainya. Kini, dia tak perlu repot lagi sama urusan pengemasan. “Jadi lebih terbantu,” kata pria 29 tahun ini. Tentu, jumlah pedagang online yang sangat banyak dengan pertumbuhan transaksi yang amat pesat membuat bisnis kardus kemasan sungguh-sungguh gurih. Tak heran, Nicolaus Edwin Wijaya banting setir memproduksi kardus kemasan dari awalnya jualan makanan ringan (
snack) online. Pemilik toko online bernama Karduskardus ini sejak April 2017 fokus menggeluti usaha tersebut lantaran lebih menjanjikan. Bagaimana tidak? Selama setahun menjalani bisnis itu, Nicolaus bisa mengantongi omzet hingga Rp 500 juta per bulan. “Marginnya sekitar 10% sampai 15%,” ungkapnya. Hampir 90% pelanggannya adalah pedagang online yang tersebar di seluruh Indonesia. Dia menjajakan kardus kemasan dengan berbagai ukuran. Ini untuk mengantisipasi permintaan yang beragam. Total, Nicolaus menyediakan 20 pilihan ukuran kardus kemasan siap pakai. Namun yang paling banyak pelanggan pesan adalah, ukuran 20 cm x 10 cm x 8 cm untuk bungkus handphone dan alat elektronik. Bentuknya lembaran kardus berpola yang tinggal dibentuk menjadi kemasan kotak. Praktis. Harga yang ia tawarkan mulai Rp 1.150 hingga Rp 27.000 per kardus tergantung ukuran. Cuma, produsen kardus kemasan asal Cengkareng, Jakarta, ini mensyaratkan minimal order sebanyak 100 kardus. Tidak hanya berbagai ukuran, Nicolaus juga menawarkan kardus kemasan custom plus sablon, dengan minimal pesanan 100 kardus. “Untuk biaya sablon Rp 300.000,” ujarnya. Jaya Setiadi juga merasakan peruntungan yang sama pula. Pemilik toko online Karduspas di Bekasi, Jawa Barat, ini menggeluti usaha kemasan kardus sejak awal 2016. Ia menjual kardus kemasan yang terbuat dari karton baru dan bekas. Tentu, harga yang dia tawarkan berbeda. Untuk kemasan kardus bekas, banderol harganya mulai Rp 500–Rp 750 per kardus. Sedang harga jual yang baru Rp 1.100–Rp 20.000. Minimal order 50 kardus. Dalam sebulan, Jaya bisa melego 200.000 kemasan kardus dengan omzet rata-rata Rp 300 juta. Untuk margin, dia memperoleh hingga 15%. Jaya bilang, setahun terakhir permintaan kemasan kardus buatannya tumbuh 60%. Lonjakan pemesanan ini terjadi karena banyak pedagang yang melakukan pengemasan ulang untuk barang dagangan yang mereka impor dari China. Pasokan bahan baku Tertarik memulai usaha pembuatan kemasan kardus? Menurut Jaya, pasokan bahan baku kardus menjadi kunci utama bisnis ini. Ia sendiri mendapatkan lembaran karton dari pabrik di Bekasi. Harga per lembarnya adalah Rp 850. Untuk kardus bekas, dia memperoleh dari pemasok di sekitar rumahnya. Tetapi, Jaya enggan menyebut harga. Nicolaus juga mendapat bahan baku kardus dari pabrik di kawasan Tangerang. Rata-rata harganya Rp 1.000 per lembar untuk ketebalan hingga 8 cm. Ia memilih karton dari pabrik untuk memastikan kualitasnya. Semakin tebal, biasanya kardus lebih kuat dan awet. Hanya, baik Nicolaus maupun Jaya menganjurkan agar Anda tidak bergantung dengan satu pabrik untuk memenuhi bahan baku. Alasannya, ketika pabrik tersebut memiliki gangguan mesin sehingga tidak bisa produksi, maka Anda masih bisa mendapatkan bahan kertas kardus dari tempat lain. Selain bahan baku, yang juga harus Anda siapkan adalah mesin pengolah dan pencetak kemasan kardus. Secara umum, ada beberapa jenis mesin yang mesti Anda miliki. Yakni, mesin slitter atau slotter untuk memotong, mesin staples untuk menjahit atau mengelem, dan mesin untuk menjalankan rel. Harganya tergantung, mesin baru atau bekas. Untuk mesin baru, satu paket mesin pencetak kemasan kardus berharga sekitar Rp 300 juta. Yang bekas berkisar Rp 200 juta. Menurut Nicolaus, itu harga untuk mesin buatan Taiwan. Ada juga produk bikinan dalam negeri dengan harga sekitar Rp 100 juta per paket. “Mesin-mesin itu bisa diperoleh secara online juga,” sebutnya. Kalau juga menawarkan jasa sablon untuk pembuatan logo, gambar, atau teks di atas permukaan kardus, tentu Anda harus menambah satu mesin lagi. Yaitu, mesin cetak flexo yang di pasaran saat ini harganya Rp 40 juta–Rp 60 juta per unit. Pemasaran online Lantaran melibatkan banyak mesin, untuk mengoperasikan usaha ini, jelas Anda membutuhkan tenaga kerja. Nicolaus bilang, untuk tahap awal cukup dengan tiga atau empat karyawan asal mereka loyal dan kompeten. Soalnya, karena bisnis ini terkait jasa, maka wajib hukumnya menjaga standar produksi sehingga pengiriman ke konsumen tepat waktu. Alokasi tenaga kerja kebanyakan untuk bidang produksi. Jika usaha sudah berkembang dan permintaan semakin banyak, Anda bisa menambah tenaga kerja khusus mengawasi pemasaran dan promosi. Nicolaus dan Jaya sepakat, strategi pemasaran online adalah yang terbaik. Pasalnya, mayoritas konsumen yang jadi target adalah pelapak online. Selain menggunakan website dan media sosial, mereka juga membuka toko di situs marketplace semisal Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee.
Nicolaus menghabiskan duit sekitar Rp 10 juta buat beriklan di dunia maya selama berkiprah di usaha ini. Sementara Jaya merogoh kocek Rp 1,5 juta saban bulan untuk biaya promosi. Meski pemain kemasan kardus banyak, Nicolaus dan Jaya optimistis, bisnis ini akan terus berkembang. Pendorongnya jelas, pertumbuhan e-commerce di dalam negeri sedang pesat-pesatnya dan belum menunjukkan peluang melambat dalam beberapa tahun ke depan. Siapa ingin mengemas laba usaha kardus kemasan? Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: S.S. Kurniawan