Mengenal 7 Angkatan Sastra Indonesia serta Tokoh dan Karyanya



KONTAN.CO.ID -  Sastra Indonesia, sebelum seperti sekarang ini, telah melalui perkembangan yang cukup panjang. 

Karya sastra mampu menyajikan kehidupan masyarakat di Indonesia pada setiap masa. Ada berbagai macam bentuk karya sastra mulai dari novel, cerpen, puisi, dan lainnya.

Perkembangan sastra tersebut terbagi menjadi beberapa angkatan atau periode. Jika kita membaca salah satu karya sastra dari angkatan-angkatan tersebut, kita akan mengetahui gambaran bagaimana masyarakat Indonesia pada periode angkatan tersebut. 


Merangkum situs Direktorat SMP Kemendikbud Ristek, berikut ini angkatan-angkatan sastra Indonesia beserta tokoh dan karyanya.

Baca Juga: Lowongan Magang BUMN Telkom 2022 Sudah Dibuka, Ini Syarat Buat Daftarnya

Angkatan Pujangga Lama

Angkatan sastra Indonesia yang pertama adalah angkatan pujangga lama adalah angkatan sastra yang berkembang sebelum tahun 1920. 

Karya dari angkatan ini biasanya berisi nasehat dan ditulis dalam bahasa Melayu, atau bahasa lain dari bangsa yang datang dan memberi pengaruh di Nusantara, seperti Arab, Tamil atau Sansekerta. 

Karya terkenal dari angkatan ini diantaranya seperti Bustan Al Salatin, Gurindam Dua Belas dan Syair Perahu.

Angkatan Balai Pustaka

Angkatan ini adalah angkatan yang berkembang di periode 1920-an. Balai Pustaka sendiri awalnya adalah kantor penyedia bacaan rakyat yang dibentuk Belanda. 

Karya yang dihasilkan dari angkatan Balai Pustaka biasanya berisi tentang situasi sosial yang ada di masyarakat, seperti perjodohan. 

Karya terkenal dari angkatan Balai Pustaka diantaranya seperti Siti Nurbaya dan Azab dan Sengsara.

Angkatan Pujangga Baru

Angkatan Pujangga Baru lahir bersamaan dengan terbitnya majalah Poedjangga Baroe pada tahun 1933. 

Karya sastra pada angkatan ini mulai menyinggung mengenai masalah nasionalisme dan kesadaran berbangsa, disamping tema emansipasi dan pilihan individu. 

Karya terkenal dari angkatan Pujangga Baru yakni Belenggu, Layar Terkembang dan Manusia Baru.

Baca Juga: 10 Cara Alami Menurunkan Demam pada Anak Tanpa Perlu Obat Penurun Panas

Angkatan 45

Angkatan 45 merupakan angkatan yang paling terkenal dalam periode sastra Indonesia. 

Karya dari angkatan ini sarat akan suara perjuangan, lantang menyampaikan kritik akan ketidakadilan yang dialami rakyat, dari persoalan sosial dan politik. 

Angkatan 45 bisa dikatakan sebagai pejuang yang berperang melalui tulisan dan karya mereka. 

Tokoh terkenal dari angkatan ini diantaranya adalah Chairil Anwar, Usmar Ismail, Asrul Sani dan Pramoedya Ananta Toer.

Angkatan 66

Angkatan 66 lahir pada saat situasi politik di Indonesia sedang penuh gejolak, serta maraknya penyalahgunaan kekuasaan pada periode 1960-1970, yang turut mempengaruhi polarisasi karya sastra pada masa itu. 

Karya pada angkatan 66 banyak membahas kritik dari situasi politik dan kehidupan sosial masyarakat. Tokoh terkenal dari angkatan 66 ini diantaranya Taufik Ismail, Putu Wijaya dan W.S. Rendra.

Angkatan 80

Angkatan sastra 80 berkembang pada masa pemerintahan Orde Baru pada 1980. Karya sastra pada masa ini mendapat pengawasan ketat dari pemerintah untuk menjaga situasi kondusif di masyarakat. 

Karya sastra angkatan 80 membahas romansa dan kisah kehidupan sehari-hari. Pada angkatan 80 juga, karya sastra banyak menghadirkan tokoh utama perempuan. 

Tokoh terkenal dari angkatan sastra 80 diantaranya yaitu Mira Widjaja, Nh. Dini, dan Marga T.

Baca Juga: 5 Cara Mudah dan Murah Mengatasi Gangguan Insomnia yang Bisa Anda Coba

Angkatan Reformasi

Angkatan sastra yang paling muda ini berkembang setelah reformasi tahun 1998. Karya sastra dari angkatan reformasi sudah menggunakan latar kehidupan di masa modern dan ditulis dengan bahasa sehari-hari. 

Angkatan Reformasi banyak memunculkan sastrawan perempuan, sehingga dapat mengimbangi sastrawan laki-laki. Tokoh terkenal dari angkatan sastra reformasi diantaranya: Dewi Lestari dan Andrea Hirata. 

Karya sastra Indonesia tidak berhenti pada angkatan tersebut dan terus berkembang dengan aturan serta gaya penulisan yang lebih fleksibel daripada masa sebelumnya. 

Kini, masyarakat dapat menjangkau karya sastra kapanpun dan dimanapun, dengan peran kemajuan teknologi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News