Mengenal Etnis Rohingya, Minoritas Paling Teraniaya di Dunia



KONTAN.CO.ID - Belakangan ini Indonesia dihebohkan dengan hadirnya pengungsi Rohingya di Aceh yang dianggap bertindak di luar batas dan mulai mengganggu ketertiban masyarakat.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, pada hari Selasa (5/12) mengatakan bahwa saat ini ada sekitar 1.478 pengungsi Rohingya di Indonesia. Tidak hanya Aceh, provinsi Sumatera Utara dan Riau juga jadi tujuan mencari suaka.

Baca Juga: Aung San Suu Kyi Divonis Tujuh Tahun Penjara atas Lima Tuduhan Korupsi

Siapakah Etnis Rohingya?


Rohingya adalah etnis minoritas Muslim yang telah tinggal selama berabad-abad di Myanmar, yang mayoritas penduduknya beragama Buddha.

Meski telah tinggal di Myanmar selama ratusan tahun, sayangnya etnis Rohingya tidak diakui sebagai kelompok etnis resmi.

Mengutip laman resmi badan pengungsi PBB, UNHCR, mereka bahkan tidak diberi kewarganegaraan sejak tahun 1982. Situasi ini membuat Rohingya menjadi populasi tanpa kewarganegaraan terbesar di dunia.

Rohingya tidak mendapatkan hak-hak dasar dan perlindungan serta sangat rentan terhadap eksploitasi, kekerasan seksual dan pelecehan berbasis gender (SGBV).

Kondisi menyedihkan itu membuat PBB menggambarkan Rohingya sebagai "minoritas yang paling teraniaya di dunia."

Baca Juga: Kapal Berisi Lebih dari 100 Pengungsi Rohingya Berlabuh di Aceh, Indonesia

Krisis Pengungsi Rohingya

Arus pengungsi besar-besaran etnis Rohingya dimulai pada tahun 2017 ketika gelombang kekerasan besar-besaran terjadi di negara bagian Rakhine, Myanmar. 

Seluruh desa tempat tinggal etnis Rohingya dibakar habis, ribuan keluarga terbunuh atau terpisah, pelanggaran HAM besar-besaran dilaporkan setelah insiden itu terjadi.

Insiden tersebut memaksa lebih dari 742.000 orang ntuk mencari perlindungan di tetangga terdekatnya, Bangladesh. Banyak di antara mereka yang berjalan berhari-hari melewati hutan dan berlayar di laut dengan kapal kecil.

Selama bertahun-tahun, banyak pula warga Rohingya yang meninggal selama melakukan perjalanan tanpa arah di laut.

Sebenarnya, etnis Rohingya telah mulai melarikan diri dari kekerasan di Myanmar sejak tahun 1990an. Arus pengungsi telah terjadi secara berkala sejak saat itu.

Baca Juga: Malaysia Dinilai Melanggar Hukum Internasional Setelah Deportasi Pengungsi Myanmar

Saat ini, UNHCR mencatat, lebih dari 960.000 pengungsi Rohingya tinggal di Bangladesh dan mayoritas menetap di dan sekitar kamp pengungsi Kutupalong dan Nayapara di wilayah Cox’s Bazar, salah satu kamp pengungsi terbesar dan terpadat di dunia.

Lebih dari separuh pengungsi Rohingya di Bangladesh, dengan persentase 52%, adalah anak-anak, sementara 51% terdiri dari perempuan dan anak perempuan.

Sejak tahun 2021, untuk mengurangi kepadatan di 33 kamp di Cox’s Bazar, hampir 30.000 pengungsi telah direlokasi ke pulau Bhasan Char oleh pemerintah Bangladesh.

Pengungsi Rohingya juga mencari perlindungan di negara-negara tetangga lainnya. Ada sekitar 92.000 pengungsi di Thailand, 21.000 di India, dan jumlah yang lebih kecil menetap di Indonesia, Malaysia, bahkan Nepal.

Etnis Rohingya umumnya sengaja mencari suaka di negara yang memiliki banyak penduduk Muslim dengan harapan bisa diterima dengan baik.

Baca Juga: Salah Satu Tahun Paling Suram, Hampir 200 Orang Rohingya Hilang di Laut pada 2022

Peran UNHCR dalam Krisis Pengungsi Rohingya

UNHCR berpendapat bahwa pengungsi Rohingya tidak memiliki status hukum dan pergerakan mereka di luar kamp dibatasi sehingga mereka bergantung sepenuhnya pada bantuan kemanusiaan.

Melihat fakta itu, UNHCR aktif melakukan pendataan pengungsi di berbagai negara, memberikan perlindungan dan bantuan hukum, mencegah kekerasan berbasis gender, memastikan penyediaan tempat tinggal yang memadai, layanan kesehatan dan sanitasi, mendukung pendidikan dan pengembangan keterampilan.

UNHCR juga terus mengupayakan terbukanya peluang bagi para pengungsi untuk bisa mendapatkan mata pencaharian.

Semua langkah itu tentu dilakukan bersamaan dengan upaya untuk mendistribusikan barang-barang bantuan yang vital.

UNHCR juga berupaya melindungi dan melakukan mitigasi para pengungsi Rohingya dari bahaya seperti badai, kebakaran, banjir, dan tanah longsor.

UNHCR  juga terlibat dalam dialog politik mengenai repatriasi sukarela Rohingya. Para pengungsi Rohingya akan memerlukan dukungan finansial yang berkelanjutan dan memadai untuk memastikan mereka dapat hidup dengan aman hingga mereka nantinya bisa dipulangkan dengan aman.