KONTAN.CO.ID - Simak apa itu istilah Rojali dan Rohana dari kacamata ekonomi. Fenomena Rojali dan Rohana mencerminkan pergeseran signifikan dalam perilaku konsumen modern, terutama pada kalangan perkotaan yang memiliki akses tinggi terhadap pusat-pusat perbelanjaan dan media sosial. Secara umum, fenomena ini mencuat dari penurunan daya beli masyarakat serta ketertarikan terhadap mal sebagai ruang nongkrong dan "hunting konten", bukan sekadar aktivitas berbelanja. Mengutip penelitian berjudul Transformasi Perilaku Konsumtif di Era E-Commerce (2025) pada Jurnal Ekonomi Syariah, menunjukkan bahwa kenyamanan akses digital dan pemasaran online mendorong konsumsi berlebihan berkontribusi pada perilaku ‘penasaran tanpa membeli’, sehingga mirip dengan konsep Rohana dalam mal.
Fenomena di Indonesia
Laporan Kontan.co.id, data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS Maret 2025 menunjukkan kelompok masyarakat 20% teratas atau terkaya justru mulai menahan konsumsi mereka. Tercatat, kelompok 20% penduduk terkaya menyumbang 45,56% dari total pengeluaran nasional per Maret 2025. Angka ini turun jika dibandingkan pada September 2024 sebesar 46,24% dan juga lebih rendah dari 45,91% pada Maret 2024. Hal ini kemudian memunculkan istilah Rojali dan Rohana. Lalu, seperti apa arti dari Rojali dan Rohana dan penyebabnya? Simak penjelasan selengkapnya. Baca Juga: Fenomena Rojali Kian Nyata, BPS Mencatat Orang Kaya Makin Menahan BelanjaApa Itu Rojali dan Rohana?
Penyebab Kemunculan & Dampak Ekonomi
Ada beberapa penyebab kemunculan dan dampak eknomi dari Rojali dan Rohana dari kacamata ekonomi. 1. Tekanan ekonomi: Penurunan daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah, menjadi pemicu utama fenomena ini. 2. Perubahan perilaku sosial: Mall kini berfungsi sebagai ruang publik yang nyaman dan “Instagramable,” sehingga lebih sering dikunjungi sekadar untuk nongkrong atau foto tanpa belanja. Meski jumlah kunjungan ke pusat perbelanjaan tetap meningkat, omzet penjualan—terutama di sektor fashion dan elektronik—justru menurun karena banyak pengunjung yang datang tidak membeli produk secara langsung. Baca Juga: Fenomena "Rojali" Muncul karena Ketidakpastian EkonomiDampak pada Pelaku Usaha
Dari penelitian yang sama dari Jurnal Ekonomi Syariah, ada beberapa dampaknya untuk pelaku usaha terkait fenomena tersebut. 1. Omzet ritel menurun, meski pengunjung meningkat Sektor F&B (minuman dan makanan ringan) justru mengalami kenaikan omzet hingga 5–10 %, karena pengunjung tetap membeli camilan saat nongkrong di mal meskipun tidak membeli produk non‑F&B. 2. Implikasi Strategis bagi Pengelola Fenomena Rojali dan Rohana menjadi sinyal penting bahwa perilaku konsumen berubah secara fundamental. Para pengelola mal dan tenant perlu merespons dengan strategi berikut:- Menciptakan pengalaman interaktif yang menumbuhkan transaksi kecil atau mikro.
- Mengintegrasikan sistem omnichannel, seperti QR code untuk pembelian digital atau program loyalitas.
- Memanfaatkan data pengunjung untuk meningkatkan rasio konversi menjadi pembeli aktif.