Mengenal Lebih Jauh Instrumen Investasi Contract for Differences (CFD)



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belum lama ini, Pluang baru saja merilis peluncuran produk Saham AS Contract for Differences (CFD). Lewat produk ini, nantinya investor bisa mendapatkan eksposur saham perusahaan AS. 

Namun, alih-alih membeli saham langsung dan memiliki aset saham tersebut, melalui CFD, investor tidak akan mendapatkan aset tersebut. Akan tetapi, investor tetap bisa mendapatkan keuntungan maupun kerugian dari pergerakan harga sahamnya. Di satu sisi, investor masih tetap bisa mendapatkan dividen dari saham yang dibelinya.

Perencana Keuangan Finansia Consulting Eko Endarto mengatakan, sebenarnya konsep CFD bukanlah hal yang baru dalam dunia investasi Indonesia. Pasalnya, konsep ini juga digunakan di berbagai kontrak lain, jadi tidak hanya saham saja. Bisa menggunakan komoditas maupun indeks sebagai aset dasar misalnya.


“Jadi CFD saham AS ini tergolong sebagai investasi derivatif. Pastinya berisiko tinggi, bahkan dibandingkan investasi langsung di saham,” kata Eko kepada Kontan.co.id, Kamis (10/2).

Baca Juga: Potensi Diversifikasi, Pluang Hadirkan Instrumen Investasi ke Pasar Saham AS

Terkait keamanan berinvestasi langsung ke luar negeri, Eko mengatakan yang penting adalah soal regulasi yang jelas. Dalam hal CFD, regulator yang memberikan soal perizinan adalah Badan Pengawas Perdagangan Berjangka dan Komoditi (Bappebti) serta ada lembaga kliring untuk tempat pencatatan. 

Salah satu perizinan yang penting adalah penyedia platform atau produk harus sudah memiliki  izin Penyaluran Amanat Nasabah ke bursa Luar Negeri (PALN) dari Bappebti.

Di Indonesia sendiri, selain Pluang, sudah terdapat beberapa pialang berjangka yang juga menghadirkan produk CFD saham AS. Beberapa di antaranya adalah DC Futures, Global Kapital Investama, Mentari Mulia Berjangka, dsb. 

Baca Juga: Lewat CFD, Pluang Tawarkan Opsi Berinvestasi Pada Saham AS

Eko menambahkan, selain memiliki izin dari pihak regulator, yang tak kalah penting adalah memastikan produk tersebut juga terdaftar dalam regulasi yang ada. Jangan sampai, perusahaan terdaftar, namun produknya justru tidak. 

“Pastikan, sebelum mencoba sebuah instrumen investasi, harus mengetahui terlebih dahulu dengan benar produknya. Ukur risikonya apakah sesuai dengan profil risiko kita,” imbuh Eko.

Terakhir, Eko juga mengingatkan dalam berinvestasi pada produk yang baru atau yang belum terlalu dikuasai, jangan langsung mempertaruhkan seluruh aset yang dimiliki. Sebaiknya dimulai dengan dana yang kecil terlebih dahulu agar risiko yang dihadapi juga jauh lebih kecil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati