KONTAN.CO.ID - Jakarta. Kemerdekaan Indonesia diraih tentunya berkat perjuangan para pahlawan yang telah lama gugur mendahului kita. Para pahlawan tersebut tanpa lelah berjuang untuk merebut kemerdekaan bangsa dari tangan penjajah meskipun harus mengorbankan banyak hal bahkan nyawa mereka. Ada banyak pahlawan di berbagai wilayah di Indonesia dari wilayah Barat, Tengah, hingga Timur yang berjasa dalam meraih kemerdekaan.
Sebut saja Cut Nyak Dien, pahlawan perempuan asal Aceh yang tidak gentar dengan penjajah. Kemudian di wilayah tengah ada Sultan Hasanuddin yang berjuang melepaskan belenggu VOC di Sulawesi Selatan.
Baca Juga: Inilah Pentingnya Self Care untuk Kesehatan dan Cara Melakukannya dengan Tepat Di wilayah Timur, sosok Frans Kaisiepo menjadi pahlawan yang turut berjuang melawan kolonial Belanda di tanah Papua. Merangkum dari situs Direktorat SMP Kemendikbud Ristek, berikut ini profil singkat ketiga pahlawan Indonesia di wilayah Barat, Tengah, dan Timur tersebut.
Cut Nyak Dien
Di Indonesia bagian Barat, terdapat seorang pahlawan perempuan pemberani dari Tanah Rencong, Aceh. Dia adalah Cut Nyak Dien, sang srikandi tangguh yang ikut mempertahankan Aceh dari jajahan kolonialisme Belanda. Cut Nyak Dien merupakan seorang wanita keturunan bangsawan yang lahir pada tahun 1848 di Lampadang, Kerajaan Aceh. Keturunan bangsawannya berasal dari ayahnya, Teuku Nanta Muda Seutia, yang merupakan seorang Uleebalang (kepala pemerintahan setingkat kabupaten pada Kesultanan Aceh) wilayah VI Mukim. Cut Nyak Dien bergerilya selama 20 tahun bersama sang suami, Teuku Umar. Dia ikut aktif mendampingi suaminya menjelajahi hutan, turut pindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain mendampingi suami dalam pertempuran menghadapi musuh. Cut Nyak Dien turut berperan sebagai motor penggerak yang mengantarkan Teuku Umar pada puncak kariernya sebagai pejuang sampai tewas oleh peluru Belanda. Gugurnya Teuku Umar tidak membuat Cut Nyak Dien patah semangat perlawanannya. Bahkan dengan berani ia maju ke depan memimpin pasukan melawan para penjajah. Cut Nyak Dien kembali mengadakan aksi sampai fisiknya menjadi lemah. Setelah lebih kurang enam tahun lamanya meneruskan perlawanan, ia tertawan bersama pasukannya. Kemudian ia diasingkan ke Pulau Jawa sampai wafat.
Baca Juga: Ini Ciri-Ciri Kolesterol Tinggi Pada Kaki yang Wajib Anda Waspadai Sejak Dini Sultan Hasanuddin
Banyak pahlawan di Indonesia yang memiliki darah bangsawan, salah satunya adalah Sultan Hasanuddin dari Makassar. Sultan Hasanuddin merupakan raja ke-16 Kerajaan Gowa yang lahir pada 12 Januari 1631. Sebelum menjadi raja, nama asli beliau ialah I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Nama Sultan Hasanuddin baru diberikan kepadanya setelah dia resmi naik tahta. Kerajaan Gowa kala itu menentang keras kongsi dagang Belanda, yakni VOC yang ingin menguasai rempah-rempah di perairan Sulawesi dan Maluku. Sultan Hasanuddin yang memegang tampuk kepemimpinan pun dengan tegas menolak monopoli tersebut sehingga Belanda geram dan menggempur Kerajaan Gowa. Kerajaan Gowa yang tak kuat menahan gempuran akhirnya dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada 18 November 1667. Namun, kekalahan dan perjanjian tersebut tidak memadamkan semangat juang Sultan Hasanuddin beserta para pasukannya. Perlawanan-perlawanan masih terjadi setelah perjanjian dibuat, namun sayang tidak membuahkan hasil yang maksimal sehingga VOC masih mendominasi di wilayah Sulawesi Selatan. Meski tak bisa mengusir bangsa Barat, hingga akhir hayatnya Sultan Hasanuddin masih bersikukuh tidak mau bekerja sama dengan Belanda. Kegigihan tersebut dibawa sampai ia wafat pada 12 Juni 1670 di kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Baca Juga: Urutan Kronologi Peristiwa Penting Sebelum Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 Frans Kaisiepo
Di wilayah Timur, khususnya Papua, lahir banyak pejuang yang mencintai Tanah Air Indonesia. Salah satunya adalah Frans Kaisiepo, yang merupakan pahlawan nasional asal Bumi Cendrawasih. Beliau lahir pada 10 Oktober 1921 di Wardo, Biak, Papua. Bahkan wajah Frans Kaisiepo diabadikan di uang rupiah pecahan Rp 10.000 emisi 2016 Frans terkenal sebagai tokoh yang anti-Belanda dan sangat mencintai Indonesia. Pada 14 Agustus 1945, Kaisiepo dan rekan seperjuangannya mengumandangkan lagu kebangsaan Indonesia Raya di Kampung Harapan Jayapura. Beberapa hari sesudah Proklamasi, tepatnya pada 31 Agustus 1945 Kaisiepo dan rekan-rekannya melaksanakan upacara dengan pengibaran bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pun Frans Kaisiepo juga masih aktif melakukan gerakan perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda di Irian. Pada 1949 putra Irian sejati ini menolak tawaran Belanda untuk menjadi wakil Belanda di wilayah Nugini, sebab beliau tidak mau didikte oleh Belanda. Karena penolakan ini, Kaisiepo bahkan rela dihukum sebagai tahanan politik mulai 1954 hingga 1961 di distrik terpencil. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News