Sejak 2010, muncul paket wisata berkonsep lingkungan dan sejarah berharga murah. Layanan ini menyuguhkan aneka panorama Indonesia. Sejarah tempat wisata pun dibungkus menjadi produk usaha. Sudah begitu, peserta wisata tak perlu merogoh kocek dalam-dalam.Agustus 2009, kali pertama Trisulistyo Bayu Sasongko menginjakkan kaki di Karimunjawa. Ia datang ingin menenangkan diri setelah usahanya di bidang manufaktur jatuh. Selama sembilan hari di sana, Bayu, panggilan akrabnya, mendapati banyak pengalaman baru. Ia diajak snorkeling dan menyelam oleh warga. Beberapa nelayan mengajaknya melaut. Bayu melihat alam Karimunjawa yang begitu mewah tak dikelola masyarakat lokal. Waktu itu, hanya ada satu pengelola wisata di sana. Pengelola itu punya hotel dan perahu sendiri. Layanan wisata masyarakat lokal kurang diikutsertakan. "Baru satu rumah makan yang berdiri dan keamanan berwisata pun kurang diperhatikan," kata lulusan Teknik Kimia, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta itu. Melihat kondisi itu, terbersit ide di benak Bayu membuat jasa layanan wisata Karimunjawa bagi backpacker. Ia ingin wisata Karimunjawa melibatkan masyarakat lokal dan dapat dinikmati banyak orang dengan lebih murah. Desember 2009, Bayu mewujudkan idenya. Bersama beberapa adik kelasnya, ia meluncurkan usaha wisata Karimunjawa for Backpacker (KFB). Di usaha ini Bayu melibatkan banyak warga. Ia bekerjasama dengan lurah Karimunjawa, homestay Srikandi, nelayan, dan banyak warga lain, sampai terbentuk dua tenaga inti, yaitu seorang memegang jasa keamanan, seorang lain menjadi koordinator lokal. "Di sini saya menekankan, ini tak sekadar mencari uang tapi layanan bagi tamu yang nyaman dan aman," ujar Bayu yang kini berusia 31 tahun. Bayu mengutamakan kenyamanan peserta dalam mengelola KFB. Ia hanya membolehkan satu kamar maksimal dua peserta. Ia juga menerapkan satu pemandu untuk maksimal 10 peserta. "Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan dengan aturan dari Himpunan Pramuwisata Indonesia Karimunjawa yang mensyaratkan satu pemandu untuk maksimal 15 peserta," tutur Bayu. Ketika ada 54 peserta pekan lalu, Bayu menurunkan enam pemandu snorkeling bersertifikat. KFB memiliki dua paket wisata. Paket wisata dua hari satu malam di akhir pekan berharga Rp 740.000 per orang. Satu lagi paket wisata empat hari tiga malam di tengah pekan. Paket ini bertarif Rp 650.000 per orang. Dua paket ini menyediakan wisata berenang bersama hiu, mengunjungi penangkaran penyu, snorkeling, dan berlayar dengan perahu wisata. Peserta wisata pun dapat berpelesir ke beberapa pulau sekitar. Maraknya backpacker di awal 2010 membuat KFB bergeliat. "Di bulan Mei 2010 saja banyak pengelola di Karimunjawa yang menawarkan beragam paket dengan variasi harga," tutur Bayu. Dia bertahan dengan fasilitas KFB yang mendahulukan kenyamanan peserta. Lagi pula, jaringan Bayu dengan warga di Karimunjawa sudah kuat. Bayu mengambil keuntungan Rp 70.000 per orang sebagai pengganti kerjanya di bagian promosi dan pengaturan. Di bulan ini, ada 126 peserta mendaftar di KFB. Jadi, kira-kira Bayu mengantongi pendapatan Rp 8,8 juta bulan ini. Bukan berarti Bayu hanya berpangku tangan menunggu pendapatan. Bila lebih dari 10 peserta berwisata, Bayu akan turut mengatur. Ia menggelar gathering untuk memperkenalkan para peserta. "Dari pertemuan-pertemuan itu mereka bikin kelompok-kelompok kecil yang akan membuat agenda traveling sendiri," kata Bayu. Bayu berniat berhenti mengelola KFB. Ia akan melepas penuh KFB ke masyarakat lokal. Dia sendiri akan membuka layanan wisata lagi di tujuh lokasi. Setelah bulan puasa nanti, ia akan membuka paket wisata di Derawan, sebuah kepulauan di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Lokasi ketujuh yang akan ia tuju yakni Raja Ampat, Papua. "Saya mau bikin bertahap. Di setiap tempat akan saya lepas sampai ada masyarakat lokal yang bisa dipercaya. Tinggal bagi hasil saja," kata Bayu yang saat ini bermukim di Yogyakarta. Lahir dari satu komunitas hobi jalan-jalan sembari mempelajari kebudayaan masyarakat setempat, Nol Derajat Indonesia (NDI) memang bukan agen travel yang cuma menawarkan keelokan alam tanah air. "NDI memiliki sifat melestarikan alam dan budaya masyarakat setempat yang bersifat petualangan," terang Dinar Rahmi, Manajer NDI. NDI yang berdiri tahun 2010 juga memberikan pembelajaran sejarah, arkeologi, dan pengetahuan alam berharga murah kepada mahasiswa dan pelajar. "Biasanya kami kirim materi lewat e-mail sebelum peserta berangkat. Saat di tempat wisata akan dibahas lebih dalam lagi," tutur lulusan Kesejahteraan Sosial ini. Anggota tim NDI berasal dari berbagai latar belakang pendidikan misalnya sejarah, arkeologi, hingga antropologi. Agar peserta tidak bosan saat materi disampaikan, tim NDI mengemasnya dalam bentuk permainan dan penggunaan bahasa yang sederhana. NDI mengumpulkan pengetahuan soal daerah setempat dengan melibatkan penduduk lokal. Menurut Dinar, dengan bersosialisasi bersama masyarakat lokal, pengetahuan kesejarahan dan alam akan mudah didapat. "Bahkan kerap memberikan ide-ide baru. Misalnya dalam usaha pelestarian terumbu karang," kata Dinar yang mendapat ide menyertakan pelestarian alam lewat pembersihan terumbu karang. Pelestarian terumbu karang menjadi agenda penting NDI dalam setiap kegiatan mereka. "Para peserta perlu menyadari terumbu karang ibarat hutan di dalam laut yang perlu dijaga kelestariannya," ujar Dinar.Menggabungkan unsur rekreasi, petualangan, dan pendidikan membuat NDI diminati berbagai kalangan mulai dari mahasiswa, pelajar, pekerja kantoran, hingga orang-orang tua tercatat sebagai anggota NDI. Peserta bisa mendaftar secara online di http://www.nolderajatindonesia.com atau bergabung dengan grup Facebook Nol Derajat Indonesia. Jika Anda setuju dengan pilihan tempat rekreasi, bisa langsung mendaftar. Kemudian transfer biaya. Baru materi dikirim lewat e-mail.Kegiatan dimulai sejak keberangkatan. Biaya NDI yang terjangkau juga menjadi daya tarik tersendiri. Alhasil, NDI kerap kebanjiran peserta. "Tapi kami membatasi hingga 20 orang," kata Dinar. Dalam sebulan, NDI melayani dua kali perjalanan. Dengan biaya pendaftaran Rp 300.000 per orang, peserta dapat menjelajahi sekitar Kepulauan Seribu. Adapun untuk jelajah ke Badui hingga Sarwana di Lebak, Banten, NDI pasang tarif Rp 350.000. NDI mematok harga perjalanan yang terjangkau agar wisata alam Indonesia tidak komersial. Untuk menekan biaya, NDI melibatkan warga setempat mulai dari tempat tinggal, makan, hingga kegiatan lain. Ide ini mulai muncul di kepala tim NDI ketika melihat desa pariwisata di Indonesia kurang dikelola dengan baik. "Masyarakat di desa wisata biasanya miskin. Mereka belum mampu memberdayakan pariwisata sebagai kegiatan ekonomi," terang Dinar.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Menggaet laba dari jalan-jalan murah
Sejak 2010, muncul paket wisata berkonsep lingkungan dan sejarah berharga murah. Layanan ini menyuguhkan aneka panorama Indonesia. Sejarah tempat wisata pun dibungkus menjadi produk usaha. Sudah begitu, peserta wisata tak perlu merogoh kocek dalam-dalam.Agustus 2009, kali pertama Trisulistyo Bayu Sasongko menginjakkan kaki di Karimunjawa. Ia datang ingin menenangkan diri setelah usahanya di bidang manufaktur jatuh. Selama sembilan hari di sana, Bayu, panggilan akrabnya, mendapati banyak pengalaman baru. Ia diajak snorkeling dan menyelam oleh warga. Beberapa nelayan mengajaknya melaut. Bayu melihat alam Karimunjawa yang begitu mewah tak dikelola masyarakat lokal. Waktu itu, hanya ada satu pengelola wisata di sana. Pengelola itu punya hotel dan perahu sendiri. Layanan wisata masyarakat lokal kurang diikutsertakan. "Baru satu rumah makan yang berdiri dan keamanan berwisata pun kurang diperhatikan," kata lulusan Teknik Kimia, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta itu. Melihat kondisi itu, terbersit ide di benak Bayu membuat jasa layanan wisata Karimunjawa bagi backpacker. Ia ingin wisata Karimunjawa melibatkan masyarakat lokal dan dapat dinikmati banyak orang dengan lebih murah. Desember 2009, Bayu mewujudkan idenya. Bersama beberapa adik kelasnya, ia meluncurkan usaha wisata Karimunjawa for Backpacker (KFB). Di usaha ini Bayu melibatkan banyak warga. Ia bekerjasama dengan lurah Karimunjawa, homestay Srikandi, nelayan, dan banyak warga lain, sampai terbentuk dua tenaga inti, yaitu seorang memegang jasa keamanan, seorang lain menjadi koordinator lokal. "Di sini saya menekankan, ini tak sekadar mencari uang tapi layanan bagi tamu yang nyaman dan aman," ujar Bayu yang kini berusia 31 tahun. Bayu mengutamakan kenyamanan peserta dalam mengelola KFB. Ia hanya membolehkan satu kamar maksimal dua peserta. Ia juga menerapkan satu pemandu untuk maksimal 10 peserta. "Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan dengan aturan dari Himpunan Pramuwisata Indonesia Karimunjawa yang mensyaratkan satu pemandu untuk maksimal 15 peserta," tutur Bayu. Ketika ada 54 peserta pekan lalu, Bayu menurunkan enam pemandu snorkeling bersertifikat. KFB memiliki dua paket wisata. Paket wisata dua hari satu malam di akhir pekan berharga Rp 740.000 per orang. Satu lagi paket wisata empat hari tiga malam di tengah pekan. Paket ini bertarif Rp 650.000 per orang. Dua paket ini menyediakan wisata berenang bersama hiu, mengunjungi penangkaran penyu, snorkeling, dan berlayar dengan perahu wisata. Peserta wisata pun dapat berpelesir ke beberapa pulau sekitar. Maraknya backpacker di awal 2010 membuat KFB bergeliat. "Di bulan Mei 2010 saja banyak pengelola di Karimunjawa yang menawarkan beragam paket dengan variasi harga," tutur Bayu. Dia bertahan dengan fasilitas KFB yang mendahulukan kenyamanan peserta. Lagi pula, jaringan Bayu dengan warga di Karimunjawa sudah kuat. Bayu mengambil keuntungan Rp 70.000 per orang sebagai pengganti kerjanya di bagian promosi dan pengaturan. Di bulan ini, ada 126 peserta mendaftar di KFB. Jadi, kira-kira Bayu mengantongi pendapatan Rp 8,8 juta bulan ini. Bukan berarti Bayu hanya berpangku tangan menunggu pendapatan. Bila lebih dari 10 peserta berwisata, Bayu akan turut mengatur. Ia menggelar gathering untuk memperkenalkan para peserta. "Dari pertemuan-pertemuan itu mereka bikin kelompok-kelompok kecil yang akan membuat agenda traveling sendiri," kata Bayu. Bayu berniat berhenti mengelola KFB. Ia akan melepas penuh KFB ke masyarakat lokal. Dia sendiri akan membuka layanan wisata lagi di tujuh lokasi. Setelah bulan puasa nanti, ia akan membuka paket wisata di Derawan, sebuah kepulauan di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Lokasi ketujuh yang akan ia tuju yakni Raja Ampat, Papua. "Saya mau bikin bertahap. Di setiap tempat akan saya lepas sampai ada masyarakat lokal yang bisa dipercaya. Tinggal bagi hasil saja," kata Bayu yang saat ini bermukim di Yogyakarta. Lahir dari satu komunitas hobi jalan-jalan sembari mempelajari kebudayaan masyarakat setempat, Nol Derajat Indonesia (NDI) memang bukan agen travel yang cuma menawarkan keelokan alam tanah air. "NDI memiliki sifat melestarikan alam dan budaya masyarakat setempat yang bersifat petualangan," terang Dinar Rahmi, Manajer NDI. NDI yang berdiri tahun 2010 juga memberikan pembelajaran sejarah, arkeologi, dan pengetahuan alam berharga murah kepada mahasiswa dan pelajar. "Biasanya kami kirim materi lewat e-mail sebelum peserta berangkat. Saat di tempat wisata akan dibahas lebih dalam lagi," tutur lulusan Kesejahteraan Sosial ini. Anggota tim NDI berasal dari berbagai latar belakang pendidikan misalnya sejarah, arkeologi, hingga antropologi. Agar peserta tidak bosan saat materi disampaikan, tim NDI mengemasnya dalam bentuk permainan dan penggunaan bahasa yang sederhana. NDI mengumpulkan pengetahuan soal daerah setempat dengan melibatkan penduduk lokal. Menurut Dinar, dengan bersosialisasi bersama masyarakat lokal, pengetahuan kesejarahan dan alam akan mudah didapat. "Bahkan kerap memberikan ide-ide baru. Misalnya dalam usaha pelestarian terumbu karang," kata Dinar yang mendapat ide menyertakan pelestarian alam lewat pembersihan terumbu karang. Pelestarian terumbu karang menjadi agenda penting NDI dalam setiap kegiatan mereka. "Para peserta perlu menyadari terumbu karang ibarat hutan di dalam laut yang perlu dijaga kelestariannya," ujar Dinar.Menggabungkan unsur rekreasi, petualangan, dan pendidikan membuat NDI diminati berbagai kalangan mulai dari mahasiswa, pelajar, pekerja kantoran, hingga orang-orang tua tercatat sebagai anggota NDI. Peserta bisa mendaftar secara online di http://www.nolderajatindonesia.com atau bergabung dengan grup Facebook Nol Derajat Indonesia. Jika Anda setuju dengan pilihan tempat rekreasi, bisa langsung mendaftar. Kemudian transfer biaya. Baru materi dikirim lewat e-mail.Kegiatan dimulai sejak keberangkatan. Biaya NDI yang terjangkau juga menjadi daya tarik tersendiri. Alhasil, NDI kerap kebanjiran peserta. "Tapi kami membatasi hingga 20 orang," kata Dinar. Dalam sebulan, NDI melayani dua kali perjalanan. Dengan biaya pendaftaran Rp 300.000 per orang, peserta dapat menjelajahi sekitar Kepulauan Seribu. Adapun untuk jelajah ke Badui hingga Sarwana di Lebak, Banten, NDI pasang tarif Rp 350.000. NDI mematok harga perjalanan yang terjangkau agar wisata alam Indonesia tidak komersial. Untuk menekan biaya, NDI melibatkan warga setempat mulai dari tempat tinggal, makan, hingga kegiatan lain. Ide ini mulai muncul di kepala tim NDI ketika melihat desa pariwisata di Indonesia kurang dikelola dengan baik. "Masyarakat di desa wisata biasanya miskin. Mereka belum mampu memberdayakan pariwisata sebagai kegiatan ekonomi," terang Dinar.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News