Menggali Potensi Penerimaan Pajak dari Ekonomi Digital



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan penerimaan pajak tahun ini ditargetkan mencapai Rp 1.921,9 triliun. Angka ini setara 96,6% dari target yang dipatok pemerintah sebesar Rp 1.988,9 triliun dalam Undang-Undang APBN 2024. Artinya, penerimaan pajak di sepanjang 2024 akan mencetak shortfall sebesar Rp 67 triliun.

Untuk menggenjot penerimaan, sebenarnya masih ada potensi bagi pemerintah untuk mengejar pajak dari sektor ekonomi digital. Namun dalam realisasinya, penerimaan dari usaha ini tergolong rendah, baru mencapai Rp 25,8 triliun per 30 Juni 2024.

Jumlah tersebut berasal dari pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp 20,8 triliun, pajak kripto sebesar Rp 798,84 miliar, pajak fintech (P2P lending) sebesar Rp 2,19 triliun, dan pajak yang dipungut oleh pihak lain atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP) sebesar Rp 2,09 triliun.


Baca Juga: Kemenkeu Kantongi Rp 25,8 Triliun dari Pajak Ekonomi Digital hingga Akhir Juni 2024

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan rendahnya penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital dikarenakan terbatasnya objek dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PMSE. Ia menjelaskan, selama ini yang menjadi objek adalah jasa digital dari luar negeri. 

"Padahal ekonomi digital di Indonesia paling besar adalah segmen marketplace bukan jasa digital dari luar negeri,"  kata Fajry kepada Kontan, Minggu (21/7),

"Memang basis penerimaan untuk jasa digital dari luar negeri kecil. Konsep jasa digital dari luar negeri kebanyakan freemium, bayar kalau mau pakai akses premium. Orang kita memang lebih suka yang gratisan," tambahnya.

Di samping itu ada keterbatasan penegakan hukum. Seperti yang dialami industri kripto, di mana banyak yang beralih ke platform yang tak terdaftar. 

Fajry menambahkan untuk menggenjot penerimaan dari sektor ini, opsi yang dapat diambil adalah memperluas ke market place yang segmentasinya paling besar di Indonesia. 

"Tapi, ini ranah kebijakan. Dengan sisa waktu yang sempit saya kira tidak akan diambil oleh pemerintah," jelasnya.

Sementara itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Dwi Astuti mengatakan realisasi penerimaan pajak atas ekonomi digital sangat bergantung pada ketersediaan informasi yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak (DJP) serta tingkat kepatuhan sukarela wajib pajak itu sendiri.

Selain itu, regulasi perpajakan atas ekonomi digital masih terbatas dikarenakan isu easy of doing business.

Baca Juga: Sri Mulyani Pamer Capaian Penerimaan Pajak Terus Meningkat Signifikan

"Data pelaku ekonomi digital di Indonesia juga belum didapatkan secara otomatis dari pihak terkait," kata Dwi kepada Kontan, Minggu (21/7).

Dwi juga menerangkan bahwa Direktorat Jenderal Pajak, Kemenkeu tidak menargetkan penerimaan pajak atas ekonomi digital per sektor, hanya terdapat target di Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing terkait penerimaan dari Perdagangan Melalui Sistem Elektronik Luar Negeri (PMSE LN),

"Realisasi penerimaan PMSE LN diharapkan dapat meningkat Rp1 triliun per tahun, sehingga di tahun 2024 diharapkan dapat mencapai Rp 7,5 triliun," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi