JAKARTA. Berkumpul di warung kopi dan kedai makan setelah jam kerja bisa jadi satu oase yang menyegarkan bagi sebagian masyarakat perkotaan. Kemacetan di jam berangkat dan pulang kerja, pekerjaan dengan tenggat yang ketat atau suasana kantor kurang bersahabat menjadi alasan kenapa warung kopi dan kedai makan kerap penuh eksekutif dan pekerja kantoran. Tapi, belakangan tren itu mulai mencapai satu titik kulminasi, bersiap turun dan mencari tren baru. Sebab, tak jarang banyak waktu terbuang percuma tanpa hasil perkembangan keterampilan atau pengetahuan baru bagi mereka. Maklum, percakapan di warung kopi sering berisi gosip atau obrolan yang tak begitu penting. Bagi mereka yang tak mau waktunya terbuang percuma, alih-alih sekadar bersantai di warung kopi dan tempat nongkrong lainnya, ada keinginan mengisi waktu dengan mempelajari hal-hal baru atau membahas topik-topik baru yang sebelumnya tak mereka ketahui. Sayang, tak mudah mendapat informasi seputar tempat kursus dan pelatihan yang singkat dengan tema dan topik yang menarik. Begitu juga bagi para mentor yang ingin membagi ilmu dan pengalaman. Tak ada wadah yang mempertemukan kedua potensi ini. Kondisi inilah yang memantik ide Jourdan Kamal untuk mendirikan perusahaan rintisan atau startup bernama maubelajarapa.com. "Maubelajarapa.com ini terbentuk secara
accidental sebenarnya. Adik saya suka mengajar tapi enggak tahu harus pasang iklan di mana untuk menawarkan jasanya," kata Jourdan, membuka obrolan dengan KONTAN, pekan lalu.
Peka terhadap tren Jourdan bilang, dia dan adiknya yang sudah lama tinggal di Singapura dan harus pulang ke Indonesia untuk menemani sang ibu karena ayahnya meninggal pada 2012 silam. Di Singapura, ada banyak situs direktori, termasuk untuk para guru yang ingin memberikan les atau kelas mengajar. Bahkan, ada banyak kelas digelar dengan biaya tak kurang dari ribuan dollar hanya untuk melatih keterampilan menjual produk baik produk jasa maupun produk lainnya. Tapi, saat Jourdan ke Indonesia, baru ada OLX Indonesia sebagai satu-satunya iklan baris yang bisa digunakan sang adik. Sayang, OLX terlalu umum untuk mempromosikan sebuah jasa kursus. Berbekal pendidikan teknologi informasi atawa
information technology (IT) di salah satu universitas Singapura, Jourdan pun membuat satu situs untuk membantu mempromosikan jasa para tenaga pengajar atau mentor yang ingin berbagi pengalaman, keterampilan dan pengetahuannya. "Waktu itu sekitar tahun 2014, situsnya masih sederhana, saya bikin sendiri tanpa modal," ungkap Jourdan. Dari situs sederhana itu, tak ada keuntungan yang bisa Jourdan kail. Pasar Indonesia sama sekali baru bagi dia. Pada Oktober 2014, Jourdan mengajak satu orang kawannya yang mengerti teknik fotografi untuk mengadakan kelas fotografi. Sayang, promosi lewat situs maubelajarapa.com gagal. Meski kursus tetap dilaksanakan, para peserta merupakan kolega dan kenalan dari mentor yang dikontak dan diminta mendaftar lewat situs maubelajarapa.com. Perlu beberapa kali melakukan riset lewat Instagram untuk mempromosikan situsnya. Tahun 2014 adalah awal kejayaan media sosial berbasis foto ini. Cara satu-satunya, maubelajarapa.com harus mengadakan satu pelatihan yang digemari masyarakat kota besar di Indonesia. Waktu itu pilihannya jatuh pada kopi. Sebab, Jourdan bilang, akun-akun Instagram yang kerap menampilkan gambar kopi di atas meja mendapatkan banyak respons positif. Jumlah pengikutnya pun bisa mencapai ribuan akun."Akhirnya kita kerjasama dengan salah satu coffee shop yang suka mengadakan kelas di tempatnya untuk promosi lewat website kita, ternyata respons pasar bagus karena mereka tertarik dengan topik workshop-nya," kata Jourdan. Dari sana, maubelajarapa.com mulai dikenal. Tapi, dikenal bukan berarti telah menaklukkan pasar Indonesia. Untuk itu, maubelajarapa.com pelu punya strategi dalam memetakan topik pelatihan dan menemukan pengajar yang tepat. Lagi-lagi, Jourdan bilang, Instagram jadi alat risetnya. Lewat Instagram juga, dia bisa menemukan guru lukis menggunakan teknik water color dan kaligrafi yang digandrungi banyak orang karena mereka mengunggah karyanya lewat media sosial foto ini. Jourdan pun menawarkan kerjasama. Para pengajar tak perlu repot memikirkan urusan administrasi dan pendaftaran. Semua diatur lewat sistem maubelajarapa.com yang mereka tahu hanya datang mengajar dan pulang mendapat bayarannya. "Mentor itu jadi tinggal datang, enggak perlu ribet cari tempat, cari peserta, semua sudah ada yang atur." Dari kursus cat air dan kaligrafi ini, maubelajarapa.com mulai dikenal lebih luas. Sebab, masing-masing pemilik akun Instagram ini sudah memiliki basis penggemarnya yang siap menjadi murid kapan pun mereka membuka kelas dan berbagi keterampilan yang mereka miliki. Menggarap komunitas Memasuki bulan keempat, maubelajarapa.com mulai menjajaki kerjasama dengan beberapa komunitas agar mereka mau menjadi fasilitator. Sebab, permintaan kelas terus berdatangan. Bukan hanya dari peserta kursus tapi juga dari tempat pemilik kafe, Co-working space atau warung kopi yang membutuhkan massa untuk memenuhi kedai mereka. Sejak itu, Jourdan membuka kerjasama dengan komunitas agar agenda dan kelas bisa berjalan sesuai dengan kebutuhan masing-masing tempat. Tugas maubelajarapa.com hanya memasarkannya dan membuat proses administrasi jadi lebih ringkas bagi para penyelenggara kursus. Sedangkan, komunitas ini berperan mengatur agenda kursus, melengkapi kebutuhan peserta dan menentukan tempat yang mereka sepakati dengan mentor. Setiap komunitas yang ingin mengadakan kelas kursus bebas menentukan harga. maubelajarapa.com mengutip biaya sebesar 10% dari harga tiap tiket. Umumnya, satu kelas berisi 512 orang. Biaya kursus di maubelajarapa.com berkisar Rp 100.000-Rp 3 juta, tergantung topik, mentor dan fasilitas yang peserta dapatkan selama kursus. Dalam satu bulan, rata-rata ada 4060 kursus yang digelar. maubelajarapa.com membagi kursus ke dalam lima kategori: Seni dan Kerajinan, Kesehatan, Gaya Hidup, Anak-Anak, dan Kewirausahaan. Selain membuka kelas umum, maubelajarapa.com pun menerima permintaan kelas privat. Tanpa pola pikir startup, maubelajarapa.com sejatinya tumbuh organik. Tak seperti kebanyakan startup yang mendapat suntikan dana miliaran hingga triliunan rupiah, situs maubelajarapa.com lahir nyaris tanpa modal. Setelah pasar mulai tumbuh tahun 2015 awal, Jourdan kemudian mendapuk kawannya yang punya perusahaan IT untuk menjadi salah satu co-founder.
Jourdan lalu memperbaiki tampilan situs dan menambah beberapa fitur, seperti jadwal, klasifikasi biaya kursus dari yang termurah hingga termahal. Tiap orang pun bisa mendaftar sebagai pengajar atau peserta. Untuk itu, dia mengeluarkan modal Rp 50 juta dari kocek pribadinya. Kebetulan, saat tinggal di Singapura, dia memiliki satu situs direktori properti yang sudah berjalan mapan. Sebagai jembatan antara penyelenggara dan peserta kursus, maubelajarapa.com bisa tumbuh lebih besar lagi. Kesempatan juga terbuka buat pemain lain yang ingin menggarap pasar sejenis. Pasalnya, jumlah penduduk muda dan produktif di Indonesia terus bertambah. Kini, maubelajarapa.com masih terfokus di Jakarta dengan segmentasi kelas menengah. Jourdan bilang, saat ini baru pasar itu yang nyata untuk dia garap. Permintaan kelas yang terus berdatangan, baik dari fasilitator maupun peserta kursus, menunjukkan pasar Jakarta masih besar dan belum tergarap maksimal. Berminat meramaikan? Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dadan M. Ramdan