Menggenjot pasar, target penerbitan sukuk Rp 80 T



JAKARTA. Pemerintah berupaya mengembangkan pasar surat utang syariah alias sukuk. Salah satunya, dengan mengerek nilai penerbitan sukuk pada tahun depan.

Suminto, Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan (Kemkeu) menyatakan, tahun depan pemerintah menargetkan emisi sukuk senilai Rp 80 triliun. Angka ini naik 6% dari realisasi emisi sukuk tahun ini, senilai Rp 75,5 triliun.

Adapun realisasi penerbitan tahun ini, terdiri dari lelang seri sukuk negara berbasis atau (project based sukuk/ PBS) dan Surat Perbendaharaan Negara Syariah (SPNS) Rp 21,62 triliun atau 28,6% dari total emisi. Lalu, bookbuilding Sukuk Ritel 006 senilai Rp 19,32 triliun atau 25,5%, private placement Rp 16,86 triliun atau 22,33%, serta emisi sukuk global dollar AS yang ekuivalen Rp 17,75 triliun. Jumlah tersebut setara 23,5% dari total emisi tahun ini.


Tahun depan pemerintah masih menerapkan komposisi sama. Meski demikian, tak menutup kemungkinan target nilai dan komposisi penerbitan tahun depan bisa berubah. "Yang jelas, kami tetap berupaya memperbesar nilai outstanding penerbitan sukuk di tahun 2015 guna memperdalam pasar," ungkap Suminto.

Ada sejumlah faktor yang bisa mengubah nilai dan komposisi penerbitan sukuk. Seperti, revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan 2015, yang akan memotong penerbitan emisi Surat Utang Negara (SUN). "Selain itu, tentu kita lihat perkembangan yield seperti apa," papar Suminto.

Ia mencontohkan, nilai emisi SR-007 yang akan terbit pada Maret 2015, akan bergantung pergerakan yield. Jika tren yield turun, komposisi nilai emisi SR-007 bisa diperbesar. Otomatis, komposisi instrumen lain mengecil.

Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto menilai, langkah pemerintah memperbesar nilai outstanding sukuk bertujuan menjadikan pasar surat utang syariah lebih likuid. Sebab, per 28 Nopember 2014, nilai outstanding sukuk sekitar Rp 205,4 triliun, hanya setara 10,63% dari keseluruhan nilai outstanding SUN. Hal ini menjadi peluang investor menambah portofolio, termasuk ke instrumen sukuk yang risikonya relatif terukur.

"Kalau bicara credit risk, justru lebih enak sukuk. Ada underlying asset yang jelas. Kalau konvensional tidak ada," ujar Handy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie